Advertorial
Intisari-Online.com -Singapura secara resmi menjadi negara pertama yang melarang iklang minuman manis dalam kemasan dalam bentuk apapun.
Hal ini dilakukan negara tetangga Indonesia tersebut demi memerangi penyakit diabetes.
Tak berhenti sampai di situ,Kementerian Kesehatan Singapura pun akan membuat aturan agar setiap minuman manis mencantumkan label nutrisi pada kemasannya.
Bukan sembarangan label, tulisan yang tercantum adalah "Tidak Sehat" yang sepatutnya membuat calon pembeli berpikir ulang untuk mengonsumsinya.
Minuman manis memang diketahui punya dampak bagi kesehatan seseorang. Berbagai penelitian menunjukkan, mengurangi penggunaan minuman manis bisa berpengaruh baik kepada kesehatan seseorang.
Penelitian yang diterbitkan jurnal Perawatan Diabetes yang dilansir oleh Time, mengurangi minuman bersoda maupun minum tanpa pemanis terbukti membantu mengurangi risiko diabetes tipe 2 hingga 10 persen.
Sementara, saat konsumsi minum minuman manis ditingkatkan lebih dari setengah porsi per harinya, selama peiode tertentu dalam waktu empat tahun, risiko diabetes tipe 2 juga terbukti meningkat sebesar 16 persen.
Penelitian tersebut didasarkan pada data diet yang dihimpun dari sekitar 160.000 wanita yang berpartisipasi di sebuah studi versi Studi Kesehatan perawat dan hampir 35.000 pria dalam studi Tindak lanjut Profesional Kesehatan.
Mereka menyelesaikan survei tersebut selama empat hingga 26 tahun dengan memberi peneliti informasi secara keseluruhan tentang kesehatan dan gaya hidup termasuk data apakah mereka menderita diabetes tipe 2.
Data tersebut kemudian dipantau terkait perubahan konsumsi minuman, berat badan dan kesehatan secara keseluruhan.
Bahaya Minuman Manis
Selama ini, banyak minum minuman manis kerap dikaitkan dengan risiko kenaikan berat badan diabetes tipe 2 karena terdapat kandungan gula yang bisa menyebabkan kenaikan berat badan.
Tapi dalam penelitian ini, minuman manis berhubungan dengan risiko diabetes tipe 2 tak berpengaruh pada kenaikan berat badan.
Perubahan berat badan hanya menyumbang 28 persen keterkaitan antara konsumsi minuman manis dan resiko diabetes.
Faktor-faktor yang disoroti dalam makalah tersebut adalah masalah bagaimana minuman manis ini bekerja.
Satu teori yang disimpulkan penulis adalah minuman manis bisa menyebabkan penumpukan lemak pada hati yang bisa mengganggu aktivitas insulin.
Pemanis buatan bisa berbahaya
Namun, yang mengejutkan dalam penelitian tersebut adalah minuman seperti jus dan minuman yang dimaniskan dengan pemanis buatan seperti pada soda diet justru 100 persen memiliki risiko menyebabkan diabetes lebih tinggi.
Hal tersebut kemudian dihubungkan dengan perlakuan buah yang seharusnya dimakan secara utuh karena mengandung serat.
Mereka yang mengkonsumsi pemanis buatan dengan kandungan yang terus meningkat, juga menunjukkan 18 persen resiko diabetes yang lebih tinggi. Risiko tersebut lebih tinggi daripada menggunakan pemanis gula asli.
Tapi studi Jean-Philippe Drouin-Chartier, seorang ahli gizi pascadoktoral di Harvard TH Chan School of Public Health menekankan, tidak berarti minum minuman diet sama buruknya dengan minuman bergula.
Pada beberapa orang yang memiliki masalah medis hal tersebut terbukti bermanfaat bagi kesehatannya.
Bukan hanya melarang, perlu literasi gizi
Ahli gizi Dr dr Tan Shot Yen, M.Hum, menilai, kebijakan larangan iklan minuman manis yang diterapkan di Singapura harus dilihat dari berbagai aspek jika ingin diterapkan di Indonesia.
"Ini bukan soal larang-melarang saja, kita punya presiden hingga lingkaran menteri dan pejabat tinggi, mereka punya literasi kesehatan atau tidak?" ujar Tan saat dihubungi Kompas.com, Minggu (13/10/2019).
Kemudian, Tan menyinggung mengenai produk industri yang tidak hanya soal minuman manis, tetapi bisa merembet ke semua produk yang diperdagangkan seperti ultra processed food yang membahayakan kesehatan.
"Singapura punya ahli gizi militan yang juga punya kesepakatan komitmen serta integritas kepakaran. Di sini, banyak perkumpulan gizi dan semua punya kepentingan. Satu suara aja susah banget," ujar Tan.
Menurut dia, di Indonesia, konsumsi makanan dan minuman manis juga diperparah dengan kebiasaan masyarakat yang punya referensi dan preferensi yang kurang mumpuni.
Tan mengungkapkan, masyarakat Indonesia cenderung memesan minuman manis saat menyantap makanan di warung maupun restoran.
Oleh karena itu, perlu dilakukan terlebih dulu upaya edukasi melalui literasi gizi.
Diabetes di Indonesia
Mengenai angka penderita diabetes di Indonesia, pada 2030, Indonesia diprediksi masih berada dalam posisi 5 besar negara dengan penderita diabetes terbanyak.
Baca Juga: Mampu Tekan Penyakit Jantung dan Diabetes, Ini 7 Manfaat Kunyit yang Diakui Penelitian Barat
Dari data yang diungkapkan pada awal tulisan ini, menurut Tan, sebagian besar penderita diabetes tidak sadar bahwa dirinya menderita diabetes.
"Dan separuh yang sudah tahu justru hanya 1/3 saja yang berobat dan mereka punya kontrol gula darah yang baik," ujar Tan.
Mengenai tingginya angka penderita diabetes di Indonesia, menurut Tan, ada peran iklan minuman manis yang melakukan promosi produk.
Apalagi, saat ini pemasarannya juga menggunakan jasa endorser, influencer, dan melayani pembelian secara online.
Dengan demikian, ia berharap pemerintah dan masyarakat Indonesia mampu meningkatkan literasi gizi agar dapat mengendalikan kadar gula dalam tubuh.
"Semua harus dijalankan serempak, karena sudah darurat. Selagi literasi itu digembleng, itu sabotase-sabotasenya juga harus ditertibkan," kata dia.
Menurut dia, upaya ini bisa dilakukan secara masif ke pihak sekolah, siswa, dan para penjual.
"Manusia adalah tujuan bagi dirinya, bukan sarana bagi kepentingan yang lain. Itu etika moral filsafat. Enggak salah jadi pengusaha, tapi jadilah pengusaha yang punya itikad baik," ujar Tan.
"Bukan demi cari untung lalu memanfaatkan kecanduan rakyatnya," kata dia.
Pengaruh iklan minuman manis
Mengenai iklan minuman manis, Tan mengatakan, ada pengaruh yang sangat kuat dari iklan tersebut untuk mendorong masyarakat mengonsumsi produk minuman tersebut.
Ia menilai, ada 3 dorongan dalam iklan minuman manis, yakni unsur ceria dan menyegarkan, agar sama dengan yang ada di iklan, dan kekinian.
Tak hanya itu, potensi ajakan iklan minuman manis juga dikemas dengan jingle atau yel-yel produk agar menarik konsumen.
"Prinsip iklan adalah subliminal hipnosis, bikin orang hapal mulai dari warna, kemasan, hingga musiknya. Dan itu yang mendorong perilaku orang dalam mengambil keputusan," ujar Tan.
(Nur Rohmi Aida)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Singapura Larang Iklan Minuman Manis, Ini Ternyata Bahayanya".