Intisari-Online.com – Tepat hari ini, 5 Oktober 2019, Tentara Nasional Indonesia (TNI) genap berusia 74 tahun.
Salah satu tentara dalam sejarah Indonesia yang patut diulas mengenai perjuangannya adalah Jenderal Besar Sudirman. Artikel mengenai dirinya ditulis oleh Dr. Asvi Warman Adam, sejarawan LIPI, dan pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 2009.
Jenderal Sudirman adalah tokoh yang sangat dikenal dalam sejarah Indonesia. Bukan hanya digunakan sebagai nama jalan di berbagai kota, wajahnya juga pernah menghiasi uang kertas dan logam.
Dalam buku pendidikan sejarah semasa Orde Baru, perjuangan gerilya sang Panglima Besar diceritakan "cuma" dalam beberapa halaman saja.
Penggambaran Sudirman umumnya pun hanya satu dimensi: kurus, lugu, berjuang tanpa pamrih, sakit tapi pantang menyerah. Lihatlah patungnya yang terbuat dari perunggu setinggi 6 m, karya dosen ITB Sunaryo, senilai Rp 6,5 miliar di Jln. Jend. Sudirman Jakarta, yang dibuat pada 2003.
Yang tampak hanya keteguhan tanpa emosi. Patungnya di depan gedung DPRD Yogyakarta yang dibuat seniman Hendra Gunawan dari Sanggar Pelukis Rakyat tahun 1950-an juga senada, walaupun terkesan agak jelata.
Padahal Sudirman memiliki nuansa lebih dari itu: ia seorang guru dan kepala sekolah yang bisa membuat sajak, pendiri koperasi, pemain sandiwara, dan pesepakbola (bermain sebagai pemain belakang pada Bond Banyumas). Juga pernah berpolitik dan dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
Berkorban jiwa, raga, dan harta
Lahir pada 24 Januari 1916 di Purbalingga dan meninggal di Yogyakarta pada 29 Januari 1950, Sudirman merupakan pejuang yang mati muda (dalam usia 34 tahun).
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR