Advertorial
Intisari-Online.com -Putra Mahkota Mohammed bin Salman semakin menjadi sorotan baik oleh rakyat maupun elite Arab Saudi.
Anak kesayangan Raja Salman ini dianggap tidak mampu memimpin kerajaan yang kaya akan minyak tersebut.
Serangan terhadap infratruktur minyak terbesar, yang diduga dilakukan oleh Iran, menambah panjang daftar pencoreng wajah sang putra mahkota.
Belum lagi terkait berbagai kekejian yang dilakukannya terhadap para penentang dirinya, serta puluhan ribu korban jiwa yang hilang akibat perang yang dilakukannya.
Menurut seorang diplomat asing senior dan lima sumber yang terkait dengan para bangsawan dan elite bisnis kepada Reuters, hal ini telah memicu kekhawatiran di antara beberapa cabang terkemuka dari keluarga Al Saud yang berkuasa, yang berjumlah sekitar 10.000 anggota.
Mereka meragukan kemampuan putra mahkota untuk mempertahankan dan memimpin negara eksportir minyak terbesar di dunia itu. Semua berbicara dengan syarat anonimitas.
Kata sumber tersebut, serangan itu juga telah memicu ketidakpuasan di kalangan beberapa kalangan elite yang meyakini putra mahkota, yang dikenal di Barat dengan inisial MbS, telah berusaha terlalu ketat pada kekuasaan.
Beberapa dari sumber tersebut juga mengatakan, serangan itu juga memicu kecaman dari mereka yang percaya bahwa MbS bersikap terlalu agresif terhadap Iran.
Baca Juga: Pangeran Mohammed bin Salman Hanya Bisa Termenung Saat Dicuekin Para Pemimpin Dunia
"Ada banyak kebencian tentang kepemimpinan putra mahkota," kata salah satu sumber, yang merupakan seorang anggota elite Saudi dengan koneksi kerajaan. "Bagaimana mereka tidak dapat mendeteksi serangan itu?"
Sumber Reuters ini menambahkan, beberapa orang di kalangan elite mengatakan mereka "tidak percaya" pada putra mahkota, sebuah pernyataan yang juga digemakan oleh empat sumber lain dan diplomat senior.
Namun putra mahkota memiliki pendukung yang setia. Sumber Saudi dalam lingkaran yang setia pada putra mahkota mengatakan: "Peristiwa terbaru tidak akan memengaruhi dirinya secara pribadi sebagai penguasa potensial karena ia berusaha menghentikan ekspansi Iran di kawasan itu. Ini adalah masalah patriotik, jadi dia tidak akan berada dalam bahaya, setidaknya selama ayahnya masih hidup."
Seorang diplomat asing senior kedua mengatakan, rakyat biasa Saudi masih ingin bersatu di belakang MbS sebagai pemimpin yang kuat, tegas, dinamis.
Kantor media pemerintah Saudi tidak menanggapi pertanyaan terperinci dari Reuters untuk artikel ini.
Putra mahkota, selama wawancara televisi yang disiarkan hari Minggu dengan media AS CBS, mengatakan bahwa membela Arab Saudi sulit karena ukuran kerajaan yang besar dan skala ancaman yang dihadapinya.
"Sangat sulit untuk membahas semua ini sepenuhnya," katanya. Dia juga menyerukan aksi global yang "kuat dan tegas" untuk mencegah Iran. Akan tetapi dia lebih suka solusi damai daripada solusi militer.
Yang dipertaruhkan adalah stabilitas politik di negara pengekspor minyak terbesar di dunia, yang merupakan sekutu utama Amerika Serikat di Timur Tengah.
Pangeran mahkota secara resmi berada di urutan berikutnya untuk takhta kerajaan setelah ayahnya yang berusia 83 tahun, Raja Salman. Secara de facto, dia merupakan penguasa negara. Mohammed telah bersumpah untuk mengubah negara kerajaan menjadi negara modern.
Pangeran mahkota berusia 34 tahun, yang populer di kalangan pemuda Saudi, telah menerima banyak pujian dari warganya karena kebijakannya yang melonggarkan pembatasan sosial di kerajaan Muslim konservatif, memberi perempuan lebih banyak hak dan berjanji untuk mendiversifikasi ekonomi yang saat ini hanya bergantung pada minyak.
Akan tetapi, kontrol negara terhadap media dan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat di kerajaan membuatnya sulit untuk mengukur tingkat antusiasme yang tulus di dalam negeri.
Serangan 14 September pada akhirnya menghancurkan dua kilang minyak raksasa Saudi Aramco, dan menghapus setengah dari produksi minyak kerajaan atau 5% dari produksi minyak global.
Arab Saudi menuding Iran bertanggung jawab atas serangan tersebut. Hal ini didukung oleh penilaian yang diutarakan pejabat AS. Namun lewat para pejabatnya, Iran membantah terlibat.
"Besarnya serangan ini tidak hilang pada populasi, juga bukan fakta bahwa dia (putra mahkota) adalah menteri pertahanan dan saudaranya adalah wakil menteri pertahanan, namun bisa dibilang negara ini telah mengalami serangan terbesar yang pernah ada dan serangan ini terjadi di jantung kerajaan,” kata Neil Quilliam, seorang peneliti senior di Chatham House, sebuah lembaga pemikir internasional yang berbasis di London seperti yang dikutip Reuters.
"Ada kepercayaan yang semakin menurun pada kemampuannya untuk mengamankan negara - dan itu adalah konsekuensi dari kebijakannya," kata Quilliam, yang juga merupakan seorang spesialis di Arab Saudi dan Teluk. MbS memang bertugas untuk mengawasi kebijakan luar negeri, keamanan dan pertahanan.
Serangan itu telah memicu kebencian yang telah membara sejak putra mahkota berkuasa dua tahun lalu, menyingkirkan saingannya ke tahta kerajaan, serta menangkap ratusan tokoh kerajaan yang paling menonjol dengan tuduhan korupsi.
Di luar negeri, MbS telah melihat reputasinya tercoreng akibat perang yang mahal di Yaman terhadap kelompok Houthi yang selaras dengan Iran, yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan memicu krisis kemanusiaan.
Dia juga mendapat kecaman internasional atas pembunuhan setahun lalu terhadap jurnalis Jamal Khashoggi di konsulat Istanbul. Menurut Badan Intelejen AS, pembunuhan tersebut diperintahkan langsung oleh MbS.
Baca Juga: Diduga Jadi Dalang Pembunuhan Jamal Khashoggi, Mohammed bin Salman: Kejahatan Itu Sangat Menyakitkan
Putra mahkota, selama wawancara CBS, membantah memerintahkan pembunuhan Khashoggi. Akan tetapi, dia mengatakan pada akhirnya dirinya memikul "tanggung jawab penuh" sebagai pemimpin de facto kerajaan.
Menurut menteri luar negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir, Khashoggi dibunuh oleh agen-agen pemerintah Saudi tanpa izin.
Konsolidasi kekuasaan
Beberapa kritikus Saudi mengatakan kebijakan luar negeri MbS yang agresif terhadap Iran dan keterlibatan dalam perang di Yaman membuat kerajaan itu diserang.
Empat sumber Reuters yang terkait dengan bangsawan dan elit bisnis mengungkapkan, mereka sangat frustrasi bahwa putra mahkota tidak dapat mencegah serangan meskipun sudah menghabiskan dana ratusan miliar dollar untuk pertahanan.
Beberapa elite Saudi mengatakan, upaya putra mahkota untuk mengkonsolidasikan kekuasaan telah memukul kerajaan. Satu sumber yang dekat dengan kalangan pemerintah bilang, MbS telah menempatkan pejabat yang umumnya kurang berpengalaman dari sebelumnya.
MbS telah menggulingkan Mohammed bin Nayef sebagai putra mahkota sekaligus menteri dalam negeri dua tahun lalu. Padahal, mantan putra mahkota itu memiliki pengalaman hampir dua dekade lamanya dalam pelayanan di kementerian, yang bertanggung jawab atas kepolisian dan intelijen domestik. Sebagai gantinya, MbS menunjuk sepupunya yang berusia 33 tahun.
Putra mahkota juga mengenyahkan Pangeran Miteb bin Abdullah, yang telah mengawasi atau secara efektif memimpin pasukan keamanan internal elite kerajaan, Pengawal Nasional Arab Saudi, sejak tahun 1996.
Pangeran itu akhirnya diganti pada akhir tahun lalu oleh Pangeran Abdullah bin Bandar bin Abdulaziz, yang baru berusia 32 tahun. Pangeran Abdullah sebelumnya telah menjadi wakil gubernur Mekah kurang dari dua tahun dan sebelum itu bekerja untuk bisnis pribadi.
Putra favorit
Orang dalam di kerajaan Saudi dan diplomat Barat mengatakan, keluarga kerajaan tidak mungkin menentang MbS saat raja tetap hidup. Mereka juga mengakui bahwa raja tidak mungkin berbalik melawan putra kesayangannya.
Raja telah mendelegasikan sebagian besar tanggung jawab pemerintahan kepada putranya, akan tetapi masih memimpin rapat kabinet mingguan dan menerima pejabat asing.
Terlepas dari masa depan raja, orang dalam dan diplomat mengatakan, tantangan terhadap otoritas MbS bisa sulit mengingat cengkeramannya pada struktur keamanan internal.
Beberapa bangsawan memandang, Pangeran Ahmed bin Abdulaziz yang berusia 77 tahun, satu-satunya saudara lelaki Raja Salman yang masih hidup, sebagai alternatif yang mungkin akan mendapat dukungan dari anggota keluarga, aparat keamanan dan beberapa kekuatan Barat.
"Mereka semua memandang Ahmed untuk melihat apa yang akan dia lakukan. Keluarga terus berpikir bahwa dialah satu-satunya yang bisa menyelamatkan mereka,” kata seorang pengusaha terkemuka.
Menurut pengamat Saudi, tidak ada bukti Pangeran Ahmed bersedia memainkan peran itu. Pangeran Ahmed jarang terlihat sejak kembali ke Riyadh pada Oktober 2018 setelah 2,5 bulan berada di luar negeri.
Selama perjalanan, ia tampak mengkritik kepemimpinan Saudi ketika menanggapi pengunjuk rasa di luar kediamannya di London dengan meneriakkan kejatuhan dinasti Al Saud.
Pangeran Ahmed adalah satu dari hanya tiga orang di Dewan Kesetiaan, yang terdiri dari anggota senior keluarga yang berkuasa, yang menentang MbS menjadi putra mahkota pada 2017, dua sumber Saudi mengatakan pada saat itu.
Artikel ini sudah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Anggota kerajaan dan elit bisnis Arab Saudi mulai frustasi terhadap Putra Mahkota?".