Advertorial

Sempat Viral Ritual Topo Pendem yang Dilakukan Mbah Pani, Inilah Kondisi dan Isi dalam Makam Itu Setelah 3 Hari Dibongkar

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M
,
Mentari DP

Tim Redaksi

Hal ini menurutnya wajar. Sebab, Mbah Pani tidak makan dan minum selama lima hari selama melakukan topo pendem.
Hal ini menurutnya wajar. Sebab, Mbah Pani tidak makan dan minum selama lima hari selama melakukan topo pendem.

Intisari-online.com - Liang kubur tempat ritual topo pendem Supani alias Mbah Pani (63), warga Desa Bendar RT 3 RW 1 Kecamatan Juwana dibongkar, Jumat (20/9) sore pukul 16.30 WIB. Penantian keluarga berakhir.

Pembongkaran ini lebih awal sekira satu jam dari rencana sebelumnya. Sedianya, liang tersebut akan dibongkar setelah magrib.

Dibantu warga sekitar, keluarga Mbah Pani membongkar liang kubur pertapaan menggunakan cangkul.

Setelah papan penutup liang tampak, pipa paralon yang digunakan Mbah Pani untuk saluran pernapasan dan berkomunikasi dengan keluarga disingkirkan.

Baca Juga: Mulan Jameela Berpeluang Jadi Anggota DPR RI: Catat, Ini Gaji dan Fasilitas Anggota DPR, Dapat Uang Pensiun Seumur Hidup Juga!

Ketika papan penutup dibuka, Mbah Pani terbaring menyamping menghadap kiblat, dengan posisi tangan kanan berada di bawah. Ia masih mengenakan kain kafan, sebagaimana orang dikubur.

Mbah Pani tampak pucat dan lemas.

Keluarga segera turun ke liang untuk memberi minum dan makanan kepada Mbah Pani.

Sebelum Mbah Pani beranjak dari lokasi, keluarga juga memandikan Mbah Pani dengan air bunga.

Setelahnya, kain kafan yang masih dikenakan Mbah Pani dilepaskan, kemudian ia diselimuti sarung.

Dibantu keluarga, Mbah Pani lalu keluar dari liang pertapaan.

Begitu keluar, Mbah Pani berpelukan dengan istrinya sambil bertangisan.

Setelah itu, tim medis dari Puskesmas Juwana memeriksa kondisi kesehatan Mbah Pani.

Meski tidak makan dan minum selama 5 hari 5 malam menjalani topo pendem, dari hasil pemeriksaan, Mbah Pani dinyatakan sehat.

“Kondisinya bagus. Pernapasan dan tensinya juga bagus,” ujar Hardi Widiyono, anggora tim medis.

Ia menyebut, saat keluar dari liang kubur, Mbah Pani memang lemas.

Hal ini menurutnya wajar. Sebab, Mbah Pani tidak makan dan minum selama lima hari.

“Apalagi selama di dalam bisa dikatakan kekurangan cairan,” katanya.

Baca Juga: Pakai Vape Selama 2 Tahun, Paru-paru Pemuda 18 Tahun Ini Rusak: Bandingkan Dengan Kondisi Paru-paru Perokok Aktif Ini, Seram!

Menurut Joko Wiyono, Adik ipar Mbah Pani, percepatan pembongkaran liang pertapaan Mbah Pani, tidak diduga.

Hal ini disebabkan kondisi papan penutup liang pertapaan sebagian mulai retak.

"Jadi keluarga khawatir kalau ada hal-hal yang tak diinginkan. Yang di dalam juga khawatir," ucapnya.

Mbah Pani kemudian berganti pakaian dan pamit untuk salat magrib.

Ia mengaku masih pusing dan belum kuat bicara banyak.

Setelah isya, para tetangga diundang untuk Manaqiban di rumah Mbah Pani.

Menurut keluarga, Mbah Pani bersedia memberi sedikit keterangan usai pelaksanaan manaqiban.

Joko Wiyono, adik ipar Mbah Pani (63), mengatakan air tanah terus keluar di liang kubur tempat Mbah Pani melakukan ritual tapa pendem.

Pihak keluarga secara rutin menguras air menggunakan pompa air setiap 10 menit sekali.

Joko menyebut, pada awalnya air tanah tersebut asin seperti air laut.

Namun, beberapa saat setelah liang kubur digunakan Mbah Pani untuk bertapa, air disebut berubah tawar.

"Awalnya asin, karena di sini memang dekat laut.

Tapi kemudian berubah jadi tawar setelah digunakan Mbah Pani untuk topo pendem," katanya.

Joko mengaku sempat mencicipi air tanah yang keluar dari liang kubur Mbah Pani dan rasanya tawar, seperti berasal dari sumber mata air asli.

"Rasanya itu seperti air sumber asli, nggak seperti air matang, tapi seperti air yang di mata air begitu, khas dan segar. Saya minum berkali-kali," jelasnya.

Air tanah itu, lanjutnya, kemudian ditampung di jeriken air berukuran besar. Kini, lebih dari dua jeriken besar terisi penuh dengan air dari liang pertapaan Mbah Pani.

Joko mengatakan, selagi air tersebut belum habis, pihak keluarga akan mempersilakan siapa pun yang ingin meminta air tersebut.

Baca Juga: Ironi Rumah Tua di Komplek Apartemen Mewah di Jakpus, Kisah Sang Pemilik Sebelum Ada Apartemen hingga Warga Diganggu Preman

Sebelumnya dibeitakan prosesi tapa atau topo pendem dilakukan oleh Supani alias Mbah Pani di dalam rumah di desanya, Bendar RT 3 RW 1 Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Jateng, Senin (16/9/2019) selepas magrib.

Ritual ke-10 ini dimulai Senin malam hingga lima hari ke depan.

Ratusan warga berkerumun di halaman rumah Supani (63) atau Mbah Pani selepas Magrib.

Mereka menyaksikan prosesi ritual Top Pendem atau Topo Ngeluwang yang dijalani oleh Mbah Pani, yang dikenal warga sebagai pemain senior seni trasidional Ketoprak.

Mbah Pani memulai ritual topo pendem selepas menunaikan salat Magrib di Musala Al-Ikhlas, musala setempat.

Tribunjateng.com menemui Mbah Pani, beberapa saat sebelum menjalani prosesi topo pendem.

Mbah Pani mengatakan, topo pendem kali ini merupakan yang ke 10 atau terakhir.

Sebelumnya, dia sudah melakukan ritual yang sama sebanyak 9 kali.

Dalam menjalani ritual topo pendem itu, ia dikubur selama tiga hari tiga malam dalam liang di dalam rumahnya.

Dan dua kali dijalani di luar desanya yaitu di desa Ketip, tetangga desa.

Mbah Pani yang juga Ketua Ketoprak Desa Bendar, Juwana ini tampak tenang saat bertemu wartawan.

Sebelum berganti pakaian dengan kain kafan sebagaimana kain untuk orang yang akan dikubur, Mbah Pani menjawab singkat.

"Karena ini yang terakhir, nanti tidak cuma tiga hari, tapi lima hari," kata Mbah Pani di rumahnya.

Ditanya mengenai tujuan dan hal lainnya, Mbah Pani enggan memberi keterangan sebelum ritual tuntas dilaksanakan.

Mbah Pani punya seorang istri dan dua anak, serta anak angkat.

Suyono, anak angkat Mbah Pani, mengatakan, ritual topo pendem dilakukan Mbah Pani dengan menguburkan diri di dalam tanah yang diberi lubang untuk pernapasan.

"Topo pendem seperti ini sudah dilakukan beliau sebanyak sembilan kali. Dan hari ini adalah yang ke-10," ungkapnya.

Baca Juga: Tak Punya Keturunan Kembar, Ibu Ini Lahirkan 4 Bayi Kembar: Ini 5 Faktor Paling Berpengaruh dalam Mendapatkan Bayi Kembar

Berdasarkan keterangan warga sekitar, terakhir kali Mbah Pani melakukan ritual ini adalah 2001 lalu.

Sebelumnya, Mbah Pani melakukan ritual ini setahun sekali, setiap bulan Suro.

Adapun ritual terakhir ini dilakukan 18 tahun berselang.

Dalam topo pendem, Mbah Pani diperlakukan hampir sama seperti jenazah yang akan dikubur.

Ia dikafani. Disediakan pula aneka kelengkapan pemulasaraan jenazah, antara lain bunga-bunga.

Hanya saja, tidak ada prosesi azan supaya tidak sepenuhnya seperti prosesi penguburan jenazah.

Ukuran liang kubur untuk ritual topo pendem sekitar kedalaman 3 meter, panjang 2 meter dan lebar 1,5 meter.

Di dalam liang kubur itu, sudah disediakan peti untuk tempat pertapaan.

Di dalamnya disediakan pula bantal dari tanah.

Ketika prosesi ritual mulai dilaksanakan, hanya pihak keluarga dan tokoh masyarakat setempat yang diperkenankan masuk rumah.

Pintu dikunci dari dalam.

Tribunjateng.com serta para tetangga tidak diizinkan masuk rumah.

Menurut pihak keluarga, ritual ini adalah prosesi sakral.

Dan suasana pun hening menegangkan saat Mbah Pani dikubur.

Setelah Mbah Pani dikubur, Sutoyo, Carik Bendar sekaligus tetangga Mbah Pani memberi keterangan.

"Tentang ritual ini, berdasarkan pesan Pak Pani, kejelasannya belum bisa disampaikan saat ini."

"Besok kalau sudah selesai bertapa baru bisa menjelaskan sesuatu yang ada di dalam."

"Tujuan ritual ini juga belum bisa disampaikan saat ini, karena dia mungkin punya rahasia."

"Punya sesuatu yang kaitannya dengan ritual," paparnya.

Baca Juga: Mulan Jameela Berpeluang Jadi Anggota DPR RI: Catat, Ini Gaji dan Fasilitas Anggota DPR, Dapat Uang Pensiun Seumur Hidup Juga!

Sutoyo mengatakan, sehari-hari Supani bekerja sebagai pedagang bakso dan seniman ketoprak.

"Dia selalu di musala. Setiap waktu salat dia yang azan. Salat lima waktu selalu di musala," ujarnya.

Sebagaimana keterangan warga, Sutoyo mengatakan, ritual topo pendem yang dilakukan Mbah Pani kali ini adalah yang ke sepuluh.

Kali pertama ritual ini dilaksanakan Mbah Pani pada 1991.

Adapun ritual kesembilan dilaksanakan pada 2001.

Di antara sembilan ritual tersebut, ada dua ritual yang dilaksanakan di Desa Ketip, Kecamatan Juwana.

"Beberapa waktu setelah ritual ke-9, beliau sempat sakit stroke. Jadi ritual penutup baru bisa dilaksanakan hari ini," ujarnya.

Prosedur pelaksanaan ritual ini, menurut Sutoyo, tidak pernah berubah sejak dulu. Ada kain mori dan perlengkapan penguburan jenazah.

"Tapi tidak diazani. Karena menurut pesan dari Pak Pani, kalau azan itu ritual pelaksanaan orang meninggal dunia," paparnya.

Sutoyo mengungkapkan, bersama seluruh warga Bendar, ia berharap ritual topo pendem yang dilakoni Mbah Pani berjalan dengan lancar.

Lubang kubur itu dibuat di dalam rumahnya. Sudah beberapa kali lubang itu digunakan oleh Mbah Pani untuk menjalani topo pendem.

Meski ratusan warga ingin menyaksikan prosesi penguburan Mbah Pani, namun hanya keluarga yang diizinkan masuk rumah.

Warga lain menyaksikan dari luar rumah.

Saat digali, kondisi lubang itu berair. Namun segera disedot dikeringkan saat Mbah Pani sudah mengenakan kain kafan.

Sebagaimana proses pemakaman biasa, Mbah Pani juga dikafani dan dimasukkan ke dalam peti.

Ada pipa untuk saluran pernapasan yang menghubungkan Mbah Pani dari dalam kubur ke permukaan tanah. (Mazka Hauzan Naufal/Tribun Jateng)

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Detik-detik Pembongkaran Liang Kubur Mbah Pani setelah Lima Hari Topo Pendem

Baca Juga: Pakai Vape Selama 2 Tahun, Paru-paru Pemuda 18 Tahun Ini Rusak: Bandingkan Dengan Kondisi Paru-paru Perokok Aktif Ini, Seram!

Artikel Terkait