Advertorial
Intisari-Online.com - "Jika seseorang mengatakan dia tidak takut mati, dia berbohong atau dia merupakan seorang Gurkha."
Salah satu dari pasukan Gurkha yang melegenda yakni Lachhiman Gurung.
Dia lahir pada 30 Desember 1917, di desa Dakhani, Distrik Tahani, Nepal.
Gurung sangat miskin dan karena kekurangan gizi, tingginya hanya 140 cm.
Gurung telah berulang kali mencoba bergabung dengan Angkatan Darat India Britania.
Namun karena perawakannya yang pendek, bahkan dia tak lolos oleh standar Nepal.
Ketika Perang Dunia II berlangsung, Inggris membutuhkan semua orang, sehingga Gurung yang saat itu berusia 23 tahun akhirnya bergabung dengan Angkatan Darat India Britania pada bulan Desember 1940.
Apa yang kurang dari Gurung hanyalah tubuhnya yang pendek, selebihnya dia memiliki kekuatan dan keberanian yan luar biasa.
Dia kemudian ditempatkan sebagai pemegang senjata pada Batalion 4, Gurkha Riffles ke-8.
Pada akhir April 1945, batalionnya menyeberangi Sungai Irrawaddy ke Burma (sekarang Myanmar) dengan Brigade Infanteri India ke- 89 dari Divisi Infanteri India ke- 7 .
Misi mereka adalah menyerang Jepang di utara Jalan Prome-Taungup.
Atas serangan itu, pasukan Jepang pun terkejut dan pada 9 Mei mundur ke desa Taungdaw di Burma barat laut.
Pada larut malam tanggal 21 Mei, pasukan Gurkha tertidur, kecuali Gurung yang sedang tugas berjaga.
Sementara itu, kelompok Gurung berada di parit yang paling jauh dari desa ketika serangan datang.
Setidaknya 200 tentara Jepang berusaha untuk mencapai Taungdaw.
Untuk mencapai area itu, mereka harus melewati Gurung.
Sebuah granat pun mendarat di tepi paritnya.
Gurung melompat, meraihnya, dan melemparnya kembali sehingga meledak di tempat musuh dengan meuaskan.
Sedetik mendarat di parit beberapa inci jauhnya dari kakinya.
Gurung melempar balik granat yang lainnya, namun granat yang ketiga meledak di tangan Gurung.
Tangan kanannya hancur, dan lengannya hancur dan membuat rekan-rekannya terluka parah.
Bahkan membuatnya setengah buta dengan mulut berdarah hebat, Gurung berteriak “Jai Mahakali! Ayo Gorkhali!”
Hanya ada Gurung yang tersisa, dia pun mengisi senapannya dengan tangan kiri.
Itu bukan bukan tugas yang mudah karena senapan bolt-action standarnya dirancang untuk penggunaan tangan kanan.
Meskipun luka-luka, Gurung mengeluarkan tembak jarak dekat setiap kali Jepang menyerang.
Dia mengulangi proses itu selama empat jam, hingga akhirnya pasukan Gurkha yang lain datang menyelamatkan mereka.
Di sana ada sekitar 87 mayat pasukan Jepang di sekitar parit.
Tiga puluh satu dari mereka berbaring tepat di depan tempat yang diduduki oleh Gurung.
Dokter kemudian mengobati Gurung, namun tidak bisa menyembuhkan tangan dan mata kirinya.
Gurung terus melayani Gurkha sampai 1947 ketika mereka dipindahkan ke Angkatan Darat India yang baru merdeka.
Dia akhirnya menetap di Inggris di mana dia meninggal pada tahun 2010.