Ia berharap, Pemerintah Kabupaten Sikka atau pun provinsi NTT agar segera memperbaiki pintu bendungan yang rusak.
Ia juga meminta kepada pemerintah agar mengeruk pasir dan batu yang memenuhi permukaan bendungan karena mempersempit penampungan air di bendungan.
"Sudah lama sekali rusaknya. Kami sengsara sekali setiap tahun harus isi pasir dalam karung untuk tutup lubang."
"Tolong sampaikan keluhan kami petani di sini agar pemerintah buka mata," ungkapnya penuh harap."
"Kami di sini termasuk penyumbang PAD terbesar di Sikka ini. Kami di sini 1 lahan bayar Rp 500 ribu ke pemerintah."
"Artinya kami sudah memberikan kontribusi untuk daerah, pemerintah mesti peduli dengan nasib para petani di sini," sambungnya.
Pantauan Kompas.com, di lahan sawah tepat di Desa Done dan Desa Reroroja, sudah mengering.
Tanah sawah sudah mulai retak. Akibatnya padi dan jagung yang sudah ditanam sudah mulai kering.
Saluran irigasi dari bendungan menuju area persawahan sudah mengering.
Bisa dihitung jari lahan persawahan yang terjangkau air. Itu pun mereka harus antri seharian penuh.
Bahkan ada yang menunggu sampai 3 minggu baru dapat giliran air untuk mengairi padi, jagung, dan kacang yang sudah ditanam.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Warga Berebut Air, Antri dari Pagi Sampai Pagi hingga Hampir Baku Pukul"
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR