Advertorial
Intisari-Online.com -Pada masa Perang Dunia II, tindakan Jepang membuat pihak lawan tercengang karena tindakan mereka melakukan Kamikaze atau serangan bunuh diri.
Kamikaze dicetuskan oleh Takijiro Onishi, seorang laksamana Jepang dalam PD II.
Serangan bunuh diri ini dilakukan lantaran Kekaisaran Jepang terdesak akibat digempur US Navy plus Marinis AS.
Bingung karena banyak menelan kekalahan di berbagai front, Onishi lantas mengeluarkan gagasan Kamikaze.
Komando Tinggi Militer Kekaisaran Jepang setuju atas ide gila Onishi itu.
Maka bisa dilihat hasilnya, pilot-pilot Jepang menubrukan diri bersama pesawat mereka ke armada US Navy dengan harapan membuat kerusakan sebesar-besarnya.
Taktik gila Onishi ini seakan menginspirasi seluruh angkatan perang kekaisaran Jepang.
Melansir thoughtco.com, Kamis (15/8/2019) jatuhnya Pulau Saipan dan Iwo Jima dalam Perang Pasifik tahun 1945 membuat sekutu bisa menempatkan skuadron pembom untuk membombardir Jepang.
Sekutu lantas membidik Okinawa sebagai target selanjutnya.
Melansir dari beberapa sumber, Okinawa dipilih Sekutu sebagai basis utama skuadron pembom strategis B-29 Superfortress yang akan melancarkan serangan udara ke Kekaisaran Jepang.
Okinawa nantinya juga menjadi pangkalan utama militer sekutu di Pasifik sampai sekarang.
Mengetahui hal ini para petinggi militer Jepang menjadi was-was karena bukan tidak mungkin dengan didudukinya Okinawa oleh sekutu maka mereka bisa seenaknya terbang di atas wilayah udara Jepang dan membombardir Tokyo.
Dan jatuhnya Okinawa bisa mempermulus langkah sekutu untuk menyerang pulau-pulau utama Jepang.
Kemudian para petinggi militer Jepang mulai memaparkan situasi terkini perang kepada Kaisar Hirohito pada 1 April 1945.
Militer Jepang, yakni angkatan udara dan daratnya akan melancarkan serangan besar-besaran kepada sekutu bila Okinawa jadi diserang.
Namun Kaisar Hirohito malah bertanya, "Lalu bagaimana dengan angkatan laut? Apa yang mereka lakukan untuk membantu mempertahankan Okinawa?"
Bak terkena petir siang hari bolong, para petinggi angkatan laut kekaisaran Jepang tak bisa berkomentar banyak.
Hirohito bertanya seperti itu karena tidak tahu keadaan sebenarnya bahwa angkatan lautnya sudah berada di titik nadir dan sebentar lagi kolaps.
Setelah merasa ditekan dan 'disentil' kaisar maka angkatan laut Jepang mulai merancang misi serangan bunuh diri demi memperlihatkan jiwa Bushido rela mati demi kaisar dan negara.
Maka disusunlah operasi militer bunuh diri bagi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang bernama Ten-Go.
Operasi ini dirancang langsung oleh Panglima Tertinggi Armada Gabungan, Laksamana Toyoda Soemu.
Unsur yang terlibat dalam operasi ini ialah battleship terbesar di dunia, Armada Yamato dan kapal pengawalnya.
Baca Juga: Temui Taoka Kazuo, Sosok Gangster Ganas Jepang, Salah Satu Pemimpin Yakuza yang Paling Ditakuti
Dikatakan operasi bunuh diri, karena misi dalam operasi ini sengaja mengorbankan Armada Yamato di laut.
Hanya ada bahan bakar sekali jalan untuk pergi bagi armada Jepang dalam misi ini alias One Way Ticket.
Para awak kapal pelaksana misi Ten-Go juga diharuskan terjun ke laut jika kapal sudah rusak dan harus segera berenang kembali ke daratan Okinawa untuk kembali melakukan perlawanan kepada tentara sekutu.
Pimpinan armada Laksamana Seiichi Ito sebenarnya sudah membaca kegagalan operasi ini dan menganggap Ten-Go adalaha operasi sia-sia serta tak ada gunanya.
Namun para petinggi angkatan laut lainnya kemudian menimpali bahwa operasi ini "untuk menjaga tradisi dan kehormatan angkatan laut."
Seiichi Ito juga malah balas menimpali argumen para seniornya itu, "Perang ini adalah perang yang melibatkan negara, lalu mengapa kehormatan dari armada kapal-kapal harus lebih dihormati? Siapa yang peduli dengan kehormatan mereka? Bodoh!"
Melalui perdebatan alot, Hirohito memberi mandat agar Ten-Go tetap dilaksanakan.
Para awak kapal armada Ten-Go boleh memilih tidak ikut dalam misi bunuh diri ini, namun pada kenyataannya semua awak ikut demi membuktikan kesetiaannya kepada kaisar.
Baca Juga: 9 Rahasia Mengapa Wanita Jepang Tetap Langsing dan Awet Muda, Salah Satunya Berlatih Seni Bela Diri!
Maka mulailah armada Yamato dan kapal-kapal pengawalnya berangkat dari Kure menuju Tokuyama, Yamaguchi di lepas Pantai Mitajiri, Jepang pada 29 Maret 1945.
Pada tanggal 6 April 1945 Kapal Yamato dengan Komandan Laksamana Ito, dikawal kapal penjelajah ringan Yahagi dan delapan kapal perusak, berangkat dari Tokuyama untuk memulai misi.
Belum juga Kapal Yamato sampai di Okinawa, sekutu sudah memergoki keberadaan armada Jepang ini.
Sekitar pukul 10 pagi tanggal 7 April 1945 armada Yamato diserang oleh 400 pesawat sekutu yang berasal dari sebelas kapal Induk milik Amerika Serikat.
Karena armada Jepang tidak dilindungi oleh kekuatan udara maka Yamato dan kapal pengawalnya menjadi bulan-bulanan empuk sekutu.
Berkali-kali Kapal Yamato dihujani tembakan serta torpedo, namun kapal raksasa itu masih kuat menahannya.
Baca Juga: Bertahun-tahun Dilarang, Jepang Akhirnya Setujui Eksperimen Manusia-Hewan, Apa Tujuannya?
Para awak misi Ten-Go pun juga melakukan perlawanan dengan meriam penangkis serangan udara.
Setelah berkali-kali menerima serangan maka Kapal Yamato pun limbung.
Laksamana Ito kemudian memerintahkan anak buahnya untuk pergi dari Yamato yang sebentar lagi karam, misi Ten-Go gagal.
Untungnya sisa awak kapal Yamato segera dipunguti oleh kapal perusak pengawal Yamato dan berhasil kabur ke Pulau Sasebo.
Total 4.250 orang pelaku misi Ten-Go tewas, jumlah yang melebihi korban serangan Kamikaze.
Sedangkan sekutu hanya kehilangan 10 ekor pesawat dan 12 tentara tewas.
Baca Juga: Dari Unit 731 Hingga Pawai Kematian Baatan, 5 Fakta Kekejaman Jepang Dalam Perang Dunia II
Ten-Go merupakan misi terakhir angkatan laut Kekaisaran Jepang.
Setelah misi ini gagal maka praktis tidak ada lagi kekuatan laut Jepang hingga akhirnya Negeri Matahari Terbit itu kalah dalam perang.(Seto Aji)
Artikel ini telah tayang di Sosok.ID dengan judulOperasi Ten Go, Serangan Banzai Bunuh Diri Tentara Kekaisaran Jepang, Lebih Parah dari Kamikaze