Advertorial
Intisari-Online.com – Ketika Anda berusia 22 tahun, apakah Anda masih kuliah?
Pada usia 22 tahun, sebagian besar orang masih berada dibangku kuliah jika mereka berkuliah.
Mereka biasanya berada di semester akhir atau malah baru lulus.
Nah, berbeda dengan Herayati.
Di usia yang baru menginjak 22 tahun, dia berhasil menjadi dosenInstitut Teknologi Bandung(ITB).
Sangat muda bukan?
Hebatnya lagi, kisah Herayati yang menjadi dosen di usia yang terbilang muda sangat menginspirasi.
Salah satunya poin di mana keterbatasan ekonomi tak menghentikan langkahnya untuk mengejar cita-citanya kuliah di universitas yang diimpikannya.
Dengan keterbatasannya itu, justru membuat Hera, sapaanHerayati, bertekad untuk benar-benar mewujudkan mimpi-mimpinya.
Bahkan, tak hanya berhenti dengan kuliah di universitas impiannya saja.
Hera yang merupakan anak seorang tukang becak ini, kemudian juga melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, S2.
Kisah kelulusan dara asal Cilegon ini dari jenjang S2 dan menjadi dosen di ITB-lh yang kini kembali menjadi perbincangan publik.
Lalu, seperti apa kisah perjuangannya hingga bisa menjadi dosen di usia 22 tahun?
1. Dikenal sejak tahun 2018 karena lulus dengan IPK 3,77 dari ITB
Herayati mulai dikenal publik luas sejak ia berhasil lulus dari ITB berpredikat cumlaude dengan IPK 3,77.
Saat itu, publik dibuat takjub dengan keberhasilan Herayati meski dia berasal dari keluarga yang kurang mampu.
Kisahnya diperbincangkan karena begitu menginspirasi.
2. Lulus S2 hanya dalam waktu 10 bulan
Ternyata, tak berhenti pada prestasinya di jenjang S1 saja, Herayati pun menorehkan prestasi yang membuat orang kagum saat ia menyelesaikan studi S2, yang juga ditempuhnya di ITB.
Jika umumnya mahasiswa S2 menyelesaikan studi dalam waktu 2 tahun, maka Herayati hanya butuh 2 tahun saja.
Bukan hanya itu, dia juga lulus dengan sangat memuaskan, cumlaude dengan IPK 3,8.
3. Kuliah di ITB karena terinspirasi guru SMP-nya
Ternyata, keinginannya untuk kuliah di ITB dimiliki Herayati sejak duduk di bangku SMP.
Keinginannya itu muncul ketika seorang guru di sekolahnya, yang juga lulusan ITB, menceritakan tentang kisahnya kuliah dengan beasiswa full.
"Saya masuk ITB tahun 2014. Awalnya diceritakan sama guru SMP yang alumnus ITB, dan beliau ternyata dapat beasiswa full. Dari situ Hera pengen kuliah tapi dapat beasiswa full," ungkap Hera.
Sejak saat itulah yang ada di pikiran Herayati untuk di tuju hanya ITB.
4. Menggemari pelajaran kimia sejak SMA
Sedangkan keputusannya untuk melanjutkan kuliah di jurusan kimia didasari oleh mata pelajaran favoritnya saat SMA.
Seperti jalan takdir yang menuntunnya, kemudian dia mengetahui bahwa jurusan kimia terbaik di Indonesia adalah di ITB.
"Selain itu, Hera juga suka sama kimia pas SMA. Dan jurusan kimia terbaik di Indonesia memang ada di ITB." imbuhnya.
5. Orangtua sempat mengkhawatirkan biaya
Menyekolahkan anaknya di universitas ternama mungkin tak pernah terbayangkan oleh orangtua Herayati.
Bayang-bayang biaya tinggi sempat membuat kedua orangtua Herayati khawatir.
Namun, demi anaknya, mereka tak menampakkan kekhawatiran itu di hadapan Herayati.
"Pas Hera bilang mau ke ITB, orangtua sebenarnya khawatir tapi enggak pernah bilang 'jangan;. Jadi mungkin khawatirnya dipendam," kata Herayati.
"Bahkan, orangtua saya bilang, 'masalah biaya urusan belakangan yang penting masuk dulu," sambungnya.
Selain itu, tetangga Herayati juga turut meyakinkan kedua orangtuanya.
"Orangtua dibilang sama tetangga, 'Sudah pak, Hera mah dikuliahin saja'," ceritanya.
6. Pernah gagal masuk ITB
Hera memang lulus dari ITB dengan predikat cumlaude dengan IPK 3,8. Namun, bukan berarti tanpa kegagalan.
Hera mengaku pernah gagal masuk ITB di seleksi pertama lewat jalur undangan.
Tidak patah semangat, Hera mengikuti seleksi berikutnya lewat tes tertulis dan lolos di Teknik Kimia.
7. Cari uang tambahan
Pada awal tahun kuliahnya, Hera mendapat sejumlah beasiswa, di antaranya dari program bidik misi dan bantuan dari Pemerintah Kota Cilegon.
Namun, beasiswa tersebut terkadang masih kurang untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.
Sementara, mengandalkan kiriman dari orangtuanya juga mustahil. Ayah Hera bekerja sebagai pengayuh becak, sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga.
"Akhirnya saya cari tambahan, mulai dari jadi asisten dosen, hingga ngajar bimbel," kata dia.
8. Sempat diminta jadi dosen di Untirta
Setelah lulus dari S1 di tahun 2018, Herayati mengaku sempat diminta untuk datang ke Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), namun Hera yang baru lulus S1 belum memungkinkan untuk jadi dosen.
"2018 lalu saya diminta datang ke Untirta, tapi saat itu saya baru lulus S1, sementara jadi dosen minimal S2," ungkap Hera.
9. Hera mulai jadi dosen ITB September 2019
Setelah berhasil menyelesaikan studi S2-nya, kini Hera akan menjadi dosen kimia di kampus almamaternya, ITB.
Herayati akan memulainya pada tahun ajaran baru nanti, yaitu September 2019.
10. Bertekad untuk jadi PNS di usia muda
Berhasil menjadi dosen di universitas ternama ternyata tak membuat Hera berpuas diri dan berhenti bermimpi.
Kini, dia punya mimpi baru untuk dikejar, yaitu untuk menjadi PNS di usia muda.
"Maunya jadi dosen tetap, tapi harus PNS, sambil menunggu penerimaan, jadi dosen luar biasa dulu sementara di teknik untuk kimia dasar, mulai ngajar bulan September ini," ungkapnya. (Khaerunisa)
(Artikel ini sudah tayang di suar.grid.id dengan judul “Inilah Kisah Herayati, Seorang Anak Tukang Becak yang Berhasil Jadi Dosen Kimia di Usia 22 Tahun”)