Advertorial

'Aku Pikir Putraku Adalah Iblis': Ayah Ini Dibebaskan dari Hukum Meski Bunuh Putranya dengan 76 Tusukan, Kok Bisa?

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah
,
Tatik Ariyani

Tim Redaksi

Ayah itu mengira putranya adalah iblis sehingga melakukan perbuatan tersebut yang membuatnya bebas dari hukuman.
Ayah itu mengira putranya adalah iblis sehingga melakukan perbuatan tersebut yang membuatnya bebas dari hukuman.

Intisari-Online.com - Seorang pria Australia diketahui telah menikam putranya sampai meninggal.

Ayah itu mengira putranya adalah iblis sehingga melakukan perbuatan tersebut yang membuatnya bebas dari hukuman.

Dua hari sebelum dia menikam putranya yang berusia lima tahun sebanyak 76 kali, ibu dan pasangannya telah mencoba membawanya ke rumah sakit.

Tapi usaha itu ditolak oleh rumah sakit karena tidak ada tempat yang tersedia.

Baca Juga: Bocah 10 Tahun dengan Leher Dirantai Berkeliaran di Toko, Terungkap Ternyata Kehidupannya Sangat Miris

Diketahui telah didiagnosis menderita skizofrenia pada tahun 2003.

Ayah yang sakit mental itu menggunakan pisau dapur berwarna cokelat saat ibu dan pasangannya keluar rumah dan membunuh putranya pada 8 Juni 2018.

Hakim Peter Hidden menjelaskan bahwa pria itu, yang tidak dapat disebutkan namanya sedang mengalami episode psikotik.

Dia telah didiagnosis menderita skizofrenia 15 tahun sebelumnya.

Baca Juga: Makan Potongan Mentimun, Bocah Ini Berakhir Kritis, Kebiasaan Sepele Saat Makan Mentimun Ini Jadi Penyebabnya

Bocah itu tertidur dengan piyama di atas kasur di kamar orangtuanya ketika ayahnya menyerang.

Sudah jelas sejak awal bahwa sang ayah, paling tidak, mengalami gangguan kognitif.

Ketika polisi tiba, dia memberi tahu mereka:

“Saya baru saja membunuh putra saya dan hati saya remuk. Saya pikir anak saya adalah iblis. Yah, saya tahu itu dia, tapi dia sudah mati sekarang, setidaknya saya pikir dia sudah mati."

Hanya dalam beberapa hari menjelang hilangnya nyawa yang tragis ini, ayah bocah itu mengakui bahwa ia memiliki pikiran-pikiran buruk tentang putranya.

Baca Juga: Seluruh Staf di Rumah Sakit Ini Lakukan Foto Bersama, Seorang Pasien Meninggal Dunia Karena Telat Ditangani

Nenek anak itu memberi tahu seorang dokter kesehatan mental bahwa dia sangat terganggu dengan apa yang dikatakan putranya sehingga dia menghabiskan malam-malamnya dengan berguling-guling dan berputar di tempat tidur.

"Saya khawatir bahwa saya akan bangun dan menemukan cucu saya meninggal," katanya kepada dokter saat itu.

Hakim Hidden mengatakan di pengadilan bahwa pasangannya menemukan bocah lelaki itu tertelungkup di kasur dan menyadari apa yang terjadi.

Dia menoleh ke putranya, terkejut, dan berkata, "Ya Tuhan, apa yang telah kamu lakukan?"

Baca Juga: 7 Tanda-tanda Penyakit Jantung ini Bisa Dilihat Dengan Mata Telanjang, Salah Satunya Lewat Panjang Jari Manis

Setelah membawa tubuh bocah yang tak bernyawa itu ke mobilnya dan pergi, dia mungkin mengira waktu adalah yang terpenting dan menepi untuk mencoba CPR.

Tapi sudah terlambat. Ketika dia memanggil layanan darurat untuk meminta bantuan, mereka membawa anak itu ke Rumah Sakit Anak di Westmead, tempat dia dinyatakan meninggal.

Bagi pelaku yang tidak disebutkan namanya, ini semua terjadi di bawah gelombang gangguan kognitif, di mana konsekuensi dan realitas kehidupan nyata tampaknya berakar dalam misi keagamaan untuk menyelamatkan jiwa si bocah dan jiwanya sendiri.

Paling tidak, itulah yang dia katakan kepada pihak berwenang.

"Anak itu berusaha merobek jiwaku," kata pria itu.

"Aku tahu itu hal yang benar untuk dilakukan, tetapi aku tidak tahu berapa banyak waktu yang kita miliki sampai hari kiamat."

Baca Juga: Rumah Ini Dibangun dengan Biaya Kurang dari Rp50 Juta, Solusi Rumah Murah yang Patut Dicoba

Dua psikiater forensik mengeluarkan laporan mereka ke pengadilan untuk mengetahui seberapa waras pelaku saat melakukan tindakan.

Pendapat seorang dokter adalah bahwa ayahnya telah dipengaruhi "kepercayaan khayalan" bahwa putranya memang iblis.

Hal itu membuatnya bebas dari hukum dan untuk sementara ditahan di unit penyaringan kesehatan mental.

Baca Juga: Dari Unit 731 Hingga Pawai Kematian Baatan, 5 Fakta Kekejaman Jepang Dalam Perang Dunia II

Artikel Terkait