Advertorial

Usung Kain Tradisional Troso Khas Jepara ke Pusat Mode Dunia, Ini Cerita 2 Gadis Cantik Asal Kudus

Nieko Octavi Septiana
,
Mentari DP

Tim Redaksi

Dua gadis desainer muda asal Kudus berhasil membawa kain lokal troso dari Jepara ke kancah internasional.
Dua gadis desainer muda asal Kudus berhasil membawa kain lokal troso dari Jepara ke kancah internasional.

Intisari-Online.Com -Dua gadis desainer muda asal Kudus berhasil membawa kain lokal ke kancah internasional.

Busana rancangan merekayang mengusung kain tradisional Indonesia sukses menarik perhatian khalayak di Paris, Perancis, pada 1 Desember 2018.

Saat perhelatan itu digelar, kedua gadis asal Kabupaten Kudus, Jawa Tengah itutercatat sebagai siswi jurusan tata busana, kelas XII, SMK NU Banat, Kudus.

Desainer muda yang baru saja menyelesaikan bangku sekolahnya itu adalah Fitria Noor Aisyah (19) dan Farah Aurellia Majid (17).

Baca Juga: Harus Berbangga Hati, Menara KL Ikonnya Malaysia Ini Rancangan Putra Indonesia

Tentunya sebagai generasi muda, ini sebuah prestasi yang sangat membanggakan bisa memamerkan gaun hasil karyanya di kota yang dikenal sebagai pusat mode dunia.

Terlebih lagi, busana yang dikenakan oleh para model asing profesional tersebut diperagakan di hadapan ratusan orang di atas kapal pesiar menyusuri Sungai Seine, di Paris.

SMK NU Banat, Kudus, yang hanya memiki satu jurusan yakni tata busana, dibina langsung oleh asosiasi Indonesia Fashion Chamber (IFC) hingga memiliki satu brand busana Muslim, Zelmira.

SMK NU Banat juga merupakan binaan Bakti Pendidikan Djarum Foundation.

Dari tahun ke tahun, SMK NU Banat berpeluang untuk mempromosikan karya busananya ke luar negeri, mulai dari Hongkong hingga Jepang.

Dan di akhir 2018, SMK NU Banat berkesempatan unjuk gigi ke Paris dalam acara "La Mode Sur La Seine a Paris", yang diselenggarakan oleh IFC atas sepak terjang Fitria Noor Aisyah dan Farah Aurellia Majid, yang lolos seleksi.

Kedua pelajar ini adalah yang termuda dari 14 desainer Indonesia lain yang juga ikut berpartisipasi di Paris.

Dalam kesempatan tersebut, Fitria dan Farah, sapaan akrabnya, mengusung pakem gaya berbusana "modest wear" atau busana yang menampilkan koleksi pakaian sopan dan tertutup.

Meski demikian, konsep "modesty" itu tidak hanya dikaitkan ke busana Muslim saja, namun juga diterapkan ke busana konvensional.

Baca Juga: Seniman Getih Getah Sebut Bahwa Polusi Udara Jakarta Bikin Karyanya Cepat Rapuh

Menariknya, keduanya mengangkat kebudayaan Jawa di kancah internasional dengan memperkenalkan bahan busana dari kain tenun troso, khas Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

Mereka pun menyebut tema busana yang melenggang di Paris saat itu adalah "Troso Nimbrung" yang terinspirasi suasana laut di Jepara.

"Troso adalah kain tenun troso dari Jepara dan nimbrung berarti ngikut. Jadi, motif tenun troso yang mengikuti suasana laut di Jepara."

"Kenapa kami memilih kain tenun troso Jepara, karena batik dan khas-khas daerah lain sudah banyak dikenalkan."

"Kami ingin perkenalkan budaya Jawa yang beragam dan kami pilih kain tenun troso Jepara."

"Alhamdulilah responsnya baik," terang Farah, didampingi Fitria, saat ditemui Kompas.com, di Kudus, Minggu (21/7/2019) sore.

Cantik, tak harus seronok

Kain tenun troso Jepara didesain oleh Fitria dan Farah menjadi busana yang santun dan tidak provokatif untuk menghindari sebagai obyek perhatian seksual.

Busana dari kain troso Jepara yang menutup sebagian besar bagian tubuh itu menjadi lebih sedap dipandang mata, dengan potongan kain troso yang mengaburkan siluet dan lekuk tubuh perempuan.

Terciptalah 12 busana Muslim dan 12 busana konvensional dari kain tenun troso Jepara yang dibawa terbang ke Paris.

"Tampil cantik tak harus seronok. Kami ingin buktikan bahwa kesopanan adalah ciri khas kecantikan alami orang Jawa. Kami wujudkan busana itu dibantu IFC selama tiga bulan."

"Potongan outerwear, atasan unik dengan bahan tebal dari kain tenun troso Jepara disesuaikan dengan kebutuhan pasar Eropa."

"Kebetulan bertemakan musim dingin."

Baca Juga: Siswa SMK Ciptakan Helm Anti Begal, Bisa Bikin Motor Mati Sendiri

"Usai show, ada buyer asing menawar membeli satu baju atasan dihargai 250 Euro."

"Kami berterima kasih karena tak dijual dan akan dikoleksi di sekolahan," sambung Fitria.

Bisa berkesempatan menginjakkan kaki di Paris adalah sebuah pengalaman yang tak terlupakan bagi desainer muda seperti Fitria dan Farah.

Tak pernah terbayangkan juga, keduanyalah yang terpilih sebagai perwakilan murid SMA se-Indonesia yang diberangkatkan ke Paris.

"Kami terpilih karena prestasi dan pengalaman di sekolah sehingga lolos seleksi."

"Ini pengalaman yang luar biasa, kami mendesain dan memakaikan busana hasil karya sendiri ke para model asing profesional."

"Mereka langsing, tinggi dan cantik. Yang mendebarkan adalah saat busana kami dipamerkan oleh para model. Kami menangis terharu dan tetap bersyukur kepada Allah SWT."

"Terima kasih kepada orangtua, guru dan semua teman-teman yang men-support," ungkap Farah.

Ingin jadi polwan dan dokter

Fitria dan Farah sendiri mengaku sebelumnya tak pernah bercita-cita untuk menekuni profesi sebagai seorang desainer.

Fitria sejak kecil berharap bisa menjadi seorang polwan, pun demikian dengan Farah yang sejak kecil ingin menjadi seorang dokter bedah.

Namun, nasib berkata lain, keduanya yang berbakat dalam menggambar sejak kecil pun kemudian perlahan terarah ke dunia fesyen.

"Sejak kecil kami hobi menggambar dan sering dapat juara. Dulu saya bercita-cita menjadi polwan, namun seiring berjalannya waktu justru ke desainer," kata Fitria.

"Kalau cita-cita saya dulu menjadi dokter bedah, tapi perkembangannya malah menekuni desainer," sambung Farah.

Baca Juga: Lewat Merek Zelmira, Siswi SMK NU Banat Kudus Membuat Kejutan di Muslim Fashion Festival 2017

Pengalaman menegangkan di Paris

Pengalaman Fitria dan Farah saat di Paris lebih difokuskan ke seputar kegiatan fashion show yang akan digelar.

Keduanya mengaku ingin bersikap profesional dan tak ingin meninggalkan kesan buruk bagi Indonesia.

"Di Paris, kami tidur dan makan teratur. Kami cari makanan yang halal dan berburu Indomie."

"Tak ada persiapan khusus, kami hanya bawa pakaian sekoper dan berbekal pengetahuan di sekolah."

"Susahnya harus beradaptasi. Maklum, kami baru pertama kali ke luar negeri. Kami bangga bisa memperkenalkan budaya Jawa."

"Kami juga berkesempatan ke Menara Eiffel, bahkan berkunjung ke Belanda dan Belgia. Senang sekali," terang Farah.

Meski berkunjung ke Paris merupakan pengalaman berharga bagi Fitria dan Farah, namun mereka tak bisa menyembunyikan perasaan sedih dan takut dengan kondisi yang terjadi di Paris saat itu.

Ketika itu, di Paris, digelar unjuk rasa besar-besaran terkait bahan bakar minyak dan pajak.

Bentrokan yang terjadi antara ribuan pengunjuk rasa dan kepolisian di Paris berlangsung saat Fitria dan Farah berada di Paris.

Keduanya hanya bisa berdoa semoga permasalahan yang terjadi di Paris itu bisa segera terselesaikan dengan baik.

"Cuma di sana yang paling menakutkan saat ada unjuk rasa hingga banyak korbannya. Saat itu kapal pesiar yang kami tumpangi melintas di lokasi itu. Kami hanya berdoa semoga baik-baik saja dan segera teratasi," pungkas Fitria.(Puthut Dwi Putranto)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judulKisah Sukses Dua Siswi Cantik asal Kudus, Bawa Kain Troso Melenggang ke Paris (1)

Baca Juga: Siswa Kelas X SMKN 8 Bandung Ciptakan Sepeda Motor yang Dioperasikan Sistem Android

Artikel Terkait