Intisari-Online.com - Ucapan Galih Ginanjar yang diduga tertuju pada mantan istrinya, Fairuz A Rafiq berujung dia penjara.
Dan menurut Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, mengatakan, penggunaan istilah “ikan asin” dalam konteks percakapan di video tergolong pelanggaran asusila.
Menurut dia, hal itu tidak sepantasnya dilakukan oleh siapa pun dan di mana pun, apalagi disampaikan di ruang publik oleh mereka yang pernah terikat dalam ikatan perkawinan.
Ia mengatakan, cara seperti ini, menyerang ranah seksual, biasa digunakan untuk membalaskan dendam pribadi dan menjatuhkan harga diri seorang perempuan.
Selain melanggar kesusilaan, penggunaan kata “ikan asin” untuk menggambarkan organ intim wanita juga sudah masuk dalam kategori pelecehan seksual.
Istilah ini dianggap melecehkan karena maksud dan tujuan di balik pemilihan kata itu untuk merendahkan martabat perempuan.
Oleh karena itu, kasus Galih Ginanjar tidak menggunakan pasal pelecehan seksual, melainkan dijerat dengan pasal lain terkait informasi transaksi elektronik (ITE) karena disebarkan lewat media sosial.
Pelecehan secara verbal
Umumnya, kita hanya memahami jenis pelecehan yang dilakukan secara fisik.
Lupa bahwa pelecehan verbal melalui bahasa juga bisa berdampak bagi korban. Dan tentu saja sering tidak disadari oleh si pelaku.
Biasanya pelaku pelecehan verbal merasa memiliki kekuasaan dan kekuatan yang lebih dari korbannya.
Apalagi jika si korban tidak melawan sama sekali. Maka semakin menjadilah tindakan tersebut.
Orang yang sering melakukan kekerasan verbal biasanya banyak mengalami perasaan marah untuk menanggapi segala keadaan.
Misalnya ketika ia merasa tidak aman dan cemas, ia akan marah.
Kegagalannya adalah, ia tidak rela merespons segala tindakan dengan ungkapan lain kecuali marah.
Itulah sebabnya, tembok yang terbangun antara dirinya dengan orang lain, baik itu pasangan maupun teman, semakin tinggi setiap hari.
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR