Advertorial
Intisari-Online.com - Saat ini banyak penawaran program diet, seperti diet rendah karbohidrat, diet tinggi protein (tiger diet), dan diet tinggi lemak rendah karbohidrat (diet ketogenik).
Namun, tak setiap orang yang mencobanya hasilnya sesuai harapan mereka. Ada yang hasilnya turun dengan cepat. Ada pula yang hanya mengalami sedikit penurunan. Bahkan tidak turun sama sekali.
Menurut dr. Cindiawaty Josito Pudjiadi, MARS, MS, Sp.GK, karena alasan itulah banyak penelitian tentang diet dilakukan, salah satunya adalah nutrigenomik. Ternyata, di antara berbagai faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan respons seseorang terhadap orang lain yaitu faktor genetik.
Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian mengenai gen yang dapat mempengaruhi status nutrisi dan kesehatan manusia terus berkembang. Adanya variasi dari tiap orang membuat seseorang tidak sama dengan orang lain.
Ia pun mengungkapkan variasi genetik tersebut tidak hanya mempengaruhi perbedaan tampak luar seseorang. Akan tetapi, hal tersebut juga berpengaruh terhadap kemampuan tubuh dalam menjalankan metabolisme suatu makanan serta efeknya pada kesehatan.
Baca Juga: Tak Pernah Lapar, Mutasi Genetika Ini Buat Orang-orang Inggris Kenyang Sepanjang Waktu
“Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui mengenai nutrisi ini dan hubungannya dengan gen disebut pemeriksaan nutrigenomik,” jelas Cindi.
Lebih rinci, nutrigenomik merupakan studi ilmiah yang mempelajari mengenai hubungan antara gen, nutrisi, dan kesehatan. Dalam studi itu dipelajari cara gen tertentu berinteraksi dengan senyawa pada makanan tertentu kemudian mempengaruhi kesehatan seseorang.
Hasil temuan para peneliti yang dirilis melalui Human Genome Project (HGP) pada 2003 menyebutkan ada sebanyak 6 miliar kode yang merupakan sekuens DNA dengan 20 ribu sampai 25 ribu gen telah berhasil diidentifikasi dan dipetakan.
“Pada kenyataannya, faktor genetik tidak hanya berpengaruh pada cara tubuh melakukan metabolisme nutrisi tetapi juga terhadap penyakit,” tutur Cindi kepada Media Indonesia.
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), pada 2014 sekitar 71% kematian di Indonesia diakibatkan penyakit tidak menular. Beberapa diantaranya adalah obesitas, diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskular yang tergolong dalam sindrom metabolik.
Rata-rata penyakit tersebut disebabkan oleh faktor genetik, pola makan, serta gaya hidup tidak sehat seperti konsumsi gula, garam dan makanan berlemak yang jumlahnya tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh. Alhasil, tidak jarang diet yang dilakukan seseorang berujung pada kegagalan atau malah berakibat fatal hingga timbul penyakit lain.
“Sedikit banyak itu dipengaruhi faktor genetik yang tidak diimbangi dengan pola hidup sehat, termasuk rutin berolahraga,” paparnya.
Cindi juga menekankan beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil penurunan berat badan yang maksimal. Pengaturan makan atau diet merupakan hal pertama yang perlu dilakukan selain aktivitas fisik dan gaya hidup.
Namun sering kali muncul pertanyaan tentang jumlah makanan yang perlu dikonsumsi agar berat badan bisa turun. Begitu pun jenis yang harus dikurangi atau ditambah, baik karbohidrat, protein, maupun lemak.
Baca Juga: Sudah Diet dan Olahraga Tapi Masih Tetap Gemuk? Mungkin Anda Masih Suka Tidur dengan Lampu Menyala
“Semua hal ini perlu diatur secara personalized. Diet yang bersifat individual ini dapat dilakukan dengan melihat hasil pemeriksaan nutrigenomik,” sebutnya.
Dengan begitu, dapat ditentukan jumlah kalori yang perlu dikurangi atau karbohidrat yang harus dikonsumsi. Pun demikian dengan porsi protein dan lemak serta vitamin dan mineral juga dapat disesuaikan berdasarkan hasil pemeriksaan gen tersebut.
Tidak cuma diet. Jenis olahraga yang cocok dan lamanya olahraga tersebut harus dilakukan dapat pula diketahui.
Di samping itu, variasi dari gen akan mempengaruhi respons seseorang terhadap komponen tertentu dalam makanan, semisal efek kafein yang banyak terdapat di kopi. Pasalnya, ada beberapa orang yang berdebar-debar bila mengonsumsi kopi walaupun jumlahnya hanya sedikit. Tapi, ada pula yang sebaliknya.
Suatu penelitian menyatakan konsumsi kafein dapat berisiko terhadap kesehatan jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler), namun hasilnya tidak konsisten. Penelitian lain justru mendapati kopi bila dikonsumsi dalam jumlah yang tidak berlebihan akan melindungi.
Baca Juga: Yuk, Perangi Obesitas dengan Secangkir Kopi, Ini Cara Mudahnya!
“Ada juga penelitian yang menyebutkan konsumsi kopi dapat meningkatkan tekanan darah dan penyakit jantung. Adanya perbedaan ini ternyata disebabkan variasi genetik di gen yang dinamakan CYP1A2. Gen CYP1A2 memproduksi enzim yang bertanggung jawab dalam metabolisme kafein dalam tubuh,” terang Cindi.
Pada orang yang memiliki variasi gen tertentu dapat dengan cepat melakukan metabolisme kafein. Pada orang ini kafein bersifat protektif. Variasi gen yang lain memetabolisme kafein dengan lebih lambat sehingga meningkatkan risiko penyakit jantung dan tekanan darah tinggi.
Mengacu pada prosedur pemeriksaan nutrigenomik, sampel diambil dari air liur dan dari air liur tersebut akan didapat profil DNA seseorang dan efeknya terhadap zat-zat gizi tertentu. Sesudah hasilnya keluar, penentuan diet yang sesuai didasarkan pada hasil pemeriksaan gennya.
Pemeriksaan nutrigenomik tidak hanya bermanfaat dalam membantu menurunkan berat badan, tapi juga bermanfaat dalam pencegahan penyakit. “Dengan mengikuti diet berdasarkan gen, dapat membantu kita dalam memaksimalkan kondisi kesehatan,” kata Cindi.
Mau coba?