Intisari-Online.com - Mengapa ada yang menjalani diet bisa gagal, sementara yang lain sukses?
Penelitian demi penelitian mencoba menjawab pertanyaan itu. Salah satunya
menyimpulkan ada faktor genetik yang berpengaruh. Muncullah diet genetik dan
personal. Namun, pengertian dasar soal metabolisme tetap menjadi acuan.
Meski Meg Cabot, penulis buku asal Amerika Serikat, pernah berujar bahwa berat
badan tidak menjadi soal sepanjang Anda bukan model, toh banyak orang yang
mulai terusik dengan berat badan mereka kala melebihi ambang batas kewajaran.
Program diet pun laris di mana-mana.
Ragam diet dengan nama yang bermacam-macam bisa dengan mudah kita
temukan di jagad maya. Ada diet keto, diet paleo, diet rendah lemak, diet nasi
putih, diet mayo, diet food combining, dan masih banyak jenis diet lainnya.
Menyikapi banyaknya jenis diet yang beredar, dr. Cindiawaty Pudjiadi, MARS,
MS, Sp.GK dari RS Medistra, Jakarta Selatan, memberi saran untuk harus
memperhatikan siapa yang membuat diet tersebut. “Lalu, apakah ada bukti
penelitian ilmiahnya?” katanya melalui pesan singkat.
Saran itu patut direnungkan sebab kebanyakan cerita yang beredar adalah soal
keberhasilan dari salah satu metode diet tersebut. Sementara mereka yang gagal
tentu malu untuk bercerita. Saya sendiri melihat beberapa teman gagal dalam
menjalani diet yang mereka ikuti. Ada yang sempat berhasil tapi merasa “tersiksa”
dalam menjalani program dietnya. Ada yang malah bermasalah dengan
kesehatan badannya.
“Secara umum, diet yang baik adalah diet yang bergizi lengkap dan seimbang
sesuai dengan kondisi kesehatan masing-masing,” kata dr. Cindi yang juga praktik
di Klinik Kecantikan dan Perawatan Kulit CBC Beauty Care Wijaya, Jakarta
Selatan ini.
Baca Juga: Wanita Ini Turunkan Berat Badannya Hingga 15 Kg Dalam 5 Bulan Tanpa Diet, Bagaimana Caranya?
Ikuti piramida makanan
Untuk memahami diet, sebaiknya kita mengerti bagaimana tubuh mencerna
makanan yang masuk. Menurut dr. Grace Judio-Kahl, M.Sc, M.H, CHt., konsultan
pengaturan berat badan di Klinik Lighthouse seperti yang dipaparkan di Intisari,
Maret 2013, tubuh bekerja ibarat mobil yang menyala selama 24 jam nonstop.
Agar bisa bekerja, tubuh membutuhkan bensin dalam jumlah tertentu yang
disebut dengan kalori. Bila kita ingin menurunkan berat badan, jumlah bensin
yang masuk harus lebih sedikit daripada yang dipakai. Tergantung dari tinggi dan
berat badan serta aktivitas fisik sehari-hari, jumlah kalori yang masuk sehari-hari
berkisar antara 800-1.500 kalori.
Jumlah kalori itu juga tergantung pula dengan seberapa cepat penurunan berat
badan yang kita inginkan. Makin banyak penurunan berat badan yang kita inginkan, tentu saja membuat kalori yang harus masuk lebih sedikit.
Makin banyak olahraga yang kita lakukan, maka makin banyak asupan kalori yang
bisa kita makan. Agar takaran kalori ini pas, akan lebih baik jika kita berkonsultasi
kepada ahli gizi.
Nah, kalau sudah mengetahui takaran kalori kita, maka mulailah kita berhitung
setiap makanan yang kita santap. Setiap makanan mengandung jumlah kalori
yang berbeda, dan tidak dapat dilihat secara kasat mata. Sebagai contoh minyak
atau mentega sebesar kuku ibu jari kita mengandung 50 kalori; buah sebesar bola
tenis kira-kira 50 kalori; daging ayam sebesar tumpukan kartu remi mengandung
100 kalori; nasi sebanyak satu gelas belimbing adalah 200 kalori; sayur seukuran
bola lampu kira-kira 25 kalori.
Menghitung kalori gampang- gampang susah, karena banyak sekali variasi
makanan yang harus kita ketahui. Beruntung saat ini ada aplikasi yang bisa
membantu hal itu meski tetap saja bagi orang awam ribet. Risiko menghitung
kalori adalah kita menjadi terpancang pada hitungan dan menjadi ketakutan
karena semua makanan mengandung kalori.
Sebaiknya, arahkan fokus kita untuk mengikuti piramida makanan berikut ini:
makanlah minimal dua porsi buah dan dua porsi sayur setiap hari; masukkan tiga
porsi protein atau lauk berupa ayam, ikan, tahu, tempe (yang besarnya seukuran
tumpukan kartu remi) atau telur; tambahkan dua porsi karbohidrat baik seperti oat,
kentang rebus, nasi merah atau roti gandum. Batasi makanan olahan tepung,
makanan manis, dan gorengan menjadi satu kali sehari.
Atau secara kasar, cobalah untuk makan buah dan sayur dalam porsi lebih
banyak daripada protein. Porsi karbohidrat dianjurkan lebih sedikit daripada
protein dalam satu hari. Makanan berminyak dan olahan tepung serta gula
usahakan dalam porsi yang paling sedikit setiap harinya. Cara ini lebih gampang
diikuti daripada menghitung kalori bila kita berdiet sendiri tanpa bantuan ahli gizi.
Baca Juga: Inilah Jumlah Kalori yang Dibakar Saat Berhubungan Intim, Bikin Sehat?
Pilihan, bukan nasib
Nah, jika ingin memperoleh hasil yang lebih baik dan sesuai dengan kondisi kita,
berkonsultasi dengan dokter spesialis gizi klinik bisa menjadi pilihan. “Sehingga
akan dibuatkan personalized diet,” kata dr. Cindiawati.
Menurut Cindi, diet yang bergizi lengkap dan seimbang terdiri atas sumber
karbohidrat, protein, sayur, buah, dan lemak. Untuk karbohidrat, pilih yang
karbohidrat kompleks seperti roti gandum, nasi merah, dan havermut.
Sementara proteinnya pilihlah yang rendah lemak seperti daging sapi has dalam,
dada ayam buang kulit, ikan, tahu, tempe, dan kacang-kacangan. Untuk lemak,
pilih yang mengandung lemak bagus (lemak tidak jenuh) misalnya minyak kanola
dan minyak zaitun.
Dalam personalized diet, semuanya dihitung sesuai dengan kondisi masing-
masing. Lebih jauh Cindi menjelaskan bahwa makanan yang kita konsumsi terdiri atas tiga porsi besar (makan pagi, makan siang, makan malam), serta 2 - 3 porsi
kecil (dapat dipilih buah misalnya apel, pisang, dll).
Perhatikan, bahwa ada makan pagi atau sarapan dalam penjelasan dr. Cindi ini.
Beberapa waktu silam sempat ngetren salah satu diet yang melewatkan sarapan
ini. Salah satu alasan melewatkan sarapan dalam diet tersebut adalah merujuk ke
sebuah penelitian. Disimpulkan bahwa orang makan makanan ukuran yang sama
saat makan siang dan makan malam terlepas dari berapa banyak mereka makan
untuk sarapan.
Berkaitan dengan pola makan tadi, Cindi menekankan pentingnya soal porsi.
Seperti soal kebutuhan garam, kebutuhan normal kita cukup satu sendok teh per
hari. Sarannya, mulailah untuk membaca kandungan gizi yang tertera dalam
kemasan makanan.
“Perhatikan kandungan gulanya, sering suatu produk ditulis rendah lemak, tapi
ditambahkan gula yang lebih banyak,” Cindi memberi contoh.
Asupan gula sebaiknya dibatasi sebab berdampak buruk bagi kesehatan.
Misalnya seperti terungkap dari penelitian yang dilansir dalam Journal of
American Heart Association 2013, konsumsi gula berlebih dapat membuat
terganggunya cara kerja organ jantung dalam memompa darah.
Diet terakhir yang lebih personal lagi adalah diet gen dengan melihat hasil
pemeriksaan nutrigenomik. Dari sini dapat ditentukan jumlah kalori yang perlu
dikurangi atau karbohidrat yang harus dikonsumsi. Pun dengan porsi protein dan
lemak serta vitamin dan mineral dapat disesuaikan. Tidak cuma diet. Jenis
olahraga yang cocok dan lamanya olahraga tersebut harus dilakukan dapat pula
diketahui.
Jadi, seperti dikatakan dr. Grace, menjadi gemuk itu pilihan, bukan nasib. Setuju?
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | T. Tjahjo Widyasmoro |
KOMENTAR