Advertorial
Intisari-Online.com - Anda pernah mengenal siapa itu Wallace Dean Wiley?
Pada hari Kamis (23/5/2019), akhirnya, Wallace Dean Wiley (71) mengucap janji untuk setia kepada Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia di Aula Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) Papua.
Dengan demikian,dirinya tak lagi warga negara Amerika, tapi resmi menjadi warga negara Indonesia.
Sudah8 tahun Wally harus menunggu untuk menyandang WNI. Dirinya mengakui, hal itu tak lepas dari dukungan keluarga.
Baca Juga: 'Flamboyan, Kaulah yang Dirindukan', Bukti Kasih SBY pada Ani Yudhoyono
Berikut ini 5 fakta lengkap sosok Wally atauWallace Dean Wiley.
1. Kepedulian Wally selama 42 tahun tinggal di Papua
Wally sudah 42 tahun tinggal di Kabupaten Jayapura dan selama 38 tahun berkecimpung di dunia penerbangan melalui MAF Aviation, sebuah perusahaan penerbangan perintis.
Dalam 4 tahun terakhir, pria kelahiran 5 April 1948 di Washington State, Washington DC, Amerika Serikat itu, mulai mengabdikan diri untuk pendidikan anak-anak Papua dengan mendirikan Yayasan Papua Harapan.
"Dulu saya kepala MAF. Saya frustasi karena kami tidak dapat seorang Papua sebagai pilot atau mekanik."
"Di situ saya mulai tanya kenapa kami gagal terus dan setelah saya kumpulkan banyak orang untuk bicarakan hal itu akhirnya kami putuskan bahwa itu sebetulnya dalam hal problem solving."
"Ambil keputusan dengan cepat dan benar dengan memikirkan sesuatu di sini tetapi bisa untuk memecahkan masalah di sana," ujar Wally kepada Kompas.com, Kamis (30/05/2019).
Baca Juga: Kisah Mohamed Salah, Anak dari Desa Kecil di Mesir Itu Kini Bawa Liverpool Juara Liga Champions
2. Membuka sekolah untuk anak-anak Papua
Bersama dua rekannya, Johannes Oentoro dan James Riyadi, Wally mendirikan Yayasan pelita Harapan.
Johannes Oentoro dan James Riyadi disebut Wally berperan penting bagi dirinya ketika membuat keputusan untuk mendirikan sekolah berkualitas di Papua.
"Dulu saya sangka mereka akan buka sekolah di sini."
"Akhirnya saya tunggu-tunggu saya mulai frustasi dan mereka bilang Papua itu terlalu jauh, kenapa pak Wally tidak buka sendiri."
"Kami akan dukung. Jadi baru saya mulai pikirkan itu," tuturnya.
Dari situlah Wally bertekad untuk mendirikan satu sekolah dan kini berkembang menjadi tujuh sekolah yang tersebar di Papua.
Satu sekolah di Kabupaten Jayapura, dua sekolah di Tolikara, dua sekolah di Yahukimo, satu sekolah di Intan Jaya, dan satu sekolah di Boven Digoel.
Baca Juga: Ani Yudhoyono Wafat, Penyakitnya Dari Batu Empedu Hingga Leukemia
3. Perjuangan Wally mendirikan sekolah
Bukan hal mudah bagi Wally untuk mendirikan sekolah di Papua. Saat itu, status warga negaranya masih tercatat sebagai WNA Amerika.
Banyak prosedur yang menghambat dirinya untuk mewujudkan mimpinya, mendirikan sekolah bagi generasi muda Papua.
"Pasti ada perbedaan yang mendasar, sekarang jauh lebih bebas."
"Dulu saya punya sekolah bisa (didirikan) di bawah perusahaan ini (MAF Aviation), tapi di imigrasi kalau kita dapat visa itu tidak bisa bekerja untuk dunia pendidikan."
"Memang saya bisa mendorong untuk bentuk yayasan tapi untuk bisa bebas bergerak dalam pendidikan atau kesehatan itu tidak bisa," katanya.
Sementara itu, untuk merekrut anak-anak di pedalaman, ia bekerja sama dengan misionaris.
Karena menurutnya cara tersebut cukup efektif untuk mendapatkan anak-anak berpotensi.
Baca Juga: Kisah Haru Dibalik Kain Batik yang Menutupi Jenazah Ani Yudhoyono, ‘Buat Lebaran Nanti’
4. Rasa cinta kepada Indonesia, khususnya Papua
Wally datang ke Papua sejak 1977, namun keinginanya untuk menjadi WNI muncul 34 tahun setelahnya atau pada tahun 2011.
Keputusan tersebut mendapat dukungan penuh dari sang istri, Jhon Wiley dan kedua anaknya Josenda Jacinda dan Jared.
Meski keluarganya tidak mengikuti jejaknya. Namun, Wally melihat ada kemungkinan hal tersebut akan terjadi.
"Keluarga belum jadi WNI. Istri saya belum tapi dua anak saya ada di sini, termasuk juga cucu saya."
"Mungkin mereka akan perhatikan keadaan saya. Bagaimana saya setelah jadi WNI, baru mereka ambil keputusan."
"Tapi mereka semua mendukung saya. Ini prosesnya sudah delapan tahun," kata Wally.
5. Ingin mengabdi pada Indonesia hingga akhir hayat
Wally yang kini memiliki empat orang cucu, menganggap apa yang telah ia putuskan tidak lain karena panggilan dari Tuhan.
Ia yang lahir dari keluarga misionaris meyakini bila Tuhan sudah memberikan petunjuk agar ia terus mengabdi di Papua.
"Kembali lagi dari panggilan Tuhan. Ini tempat yang dia kasih."
"Kalau kami betul-betul ikut Tuhan, dia akan tunjukan dimana tempatnya dan dia akan membagi sebagian hatinya."
"Jadi Tuhan bagi hati kepada saya untuk cinta Indonesia, khususnya Papua," ucapnya.
Baca Juga: Kisah Mohamed Salah, Anak dari Desa Kecil di Mesir Itu Kini Bawa Liverpool Juara Liga Champions
6. Pengalaman dicurigai petugas keamananWally menyadari ada rasa kecurigaan terhadap dirinya sebagai orang asing dari aparat keamanan karena kedekatannya dengan penduduk asli, terutama di wilayah pedalaman.
Bekerja sebagai pilot perintis, membuatnya banyak melihat dan bersentuhan langsung dengan masyarakat di pedalaman.
"Saya tahu mereka (aparat keamanan) selalu sedikit ragu-ragu dengan kita, karena kami dekat dengan anak di pedalaman."
"Saya tahu keraguan itu karena ada sebagian rakyat Papua ingin kemerdekaan."
"Sebetulnya saya tidak dukung itu, itu bukan tujuan saya sama sekali."
7. Ingin melihat Presiden Indonesia dari PapuaWally menyadari kualitas dan kondisi pendidikan di tanah Papua.
Namun dengan tegas, Wally menyatakan ada satu mimpi yang ia ingin lihat semasa dirinya masih hidup, yaitu menyaksikan langsung orang Papua bisa meraih posisi tertinggi di Indonesia.
"Saya senang sekali kalau suatu waktu itu Presiden Indonesia dari Papua dan itu bisa jadi."
"Alasan saya ingin membangun Papua adalah supaya tidak ada alasan lagi untuk orang memikirkan mereka (orang Papua) orang bodoh atau keterbelakangan."
"Mereka ada potensi luar biasa. Mereka akan jadi orang yang luar biasa," cetusnya.
Selain itu, Wally juga berharap ada peningkatan mutu pendidikan di tanah Papua, sehingga orang asli Papua bisa bersaing dan menjadi pemimpin di setiap sektor kehidupan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan jiwa kepemimpinan yang kuat dan harus dipupuk sejak usia dini. Karena itu, di Sekolah Harapan Papua, ia menerapkan sistem CASH.
"Kami jalan dengan CASH. Caracter (karakter), Atitude (sikap), Skill (keahlian), dan Habit (kebiasaan). Ini betul-betul jadi prioritas kami. Karakter dulu baru sikapnya, kemudian keahlian yang kemudian jadi kebiasaan," tuturnya lagi.
(Michael Hangga Wismabrata)Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "7 Fakta Kisah Wally Jadi WNI, 42 Tahun Tinggal di Papua hingga Dirikan 7 Sekolah"
Baca Juga: Ani Yudhoyono Meninggal Dunia: Ternyata Minuman Sejuta Umat Ini Bisa Jadi Penyebab Leukemia