Advertorial

Pesan Mengerikan di Balik Riasan Rumit Suku Huli, Manusia 'Berwajah Kuning' dari Papua Nugini yang Dikenal Suka Berperang

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah
Ade S

Tim Redaksi

Orang Huli terkenal karena sifatnya yang suka berperang, agresif, dan hiasan wajahnya serta kostum yang dekoratif selama pertempuran.
Orang Huli terkenal karena sifatnya yang suka berperang, agresif, dan hiasan wajahnya serta kostum yang dekoratif selama pertempuran.

Intisari-Online.com - Papua Nugini adalah salah satu negara dengan budaya paling beragam di dunia.

Yakni dengan 750 bahasa yang mewakili 750 kelompok etnis.

Papua Nugini terdiri dari 24 pemerintah provinsi, dan negara ini dibagi menjadi empat wilayah yang dikenal sebagai Momase, Dataran Tinggi, Kepulauan New Guinea, dan Wilayah Selatan.

Menghias tubuh adalah elemen intrinsik dari budaya Papua Nugini.

Baca Juga: 64 Tahun Tak Pernah Tahu Pekerjaan Suaminya, Wanita Ini Temukan Kenyataan Mengejutkan Setelah Suaminya Meninggal

Ada simbol dan makna yang mendasari budaya tertentu kelompok etnis.

Solidaritas kelompok, dan identitas, juga sering diekspresikan melalui hiasan tubuh.

Hal itu memanglah hal yang lazim di kalangan masyarakat di wilayah Selatan dan Dataran Tinggi.

Namun, menghias tubuh tampaknya lebih menonjol di kalangan masyarakat di dataran tinggi.

Baca Juga: 4 Keluarga Kerajaan yang Menderita Kelainan Karena Perkawinan Sedarah, Salah Satunya Cleopatra Ternyata Tak Secantik yang Diberitakan

Dari kelompok budaya dan etnis yang unik, ada penduduk asli bernama Huli di Dataran Tinggi yang terkenal.

Orang Huli terkenal karena sifatnya yang suka berperang, agresif, dan hiasan wajahnya serta kostum yang dekoratif selama pertempuran.

Selama lebih dari seribu tahun, orang Huli hanya membangun rumah jauh di dari Dataran Tinggi Selatan di Distrik Tari, Koroba, Magarima, dan Komo.

Baca Juga: Gunung Agung Kembali Meletus: Legenda Gunung Agung, Potongan Gunung Mahameru yang Jatuh di Tanah Bali saat Diangkat oleh para Dewa

Selama keberadaan mereka, sebagian besar sejarah dan budaya mereka telah ditransmisikan secara lisan dari generasi ke generasi.

Bahkan sampai akhir 1936, keberadaan mereka tidak dikenal di dunia luar.

Pemerintahan kolonial pun belum melakukan kontak dengan Huli sampai tahun 1951.

Bagi Huli, seperti halnya bagi banyak suku dan budaya yang dapat ditelusuri kembali ke jaman dahulu, seni wajah dan tubuh memainkan peran penting dalam ritual dan festival.

Baca Juga: Gemuruh Terdengar Hingga Kaca Rumah Bergetar, Warga Baru Menyadari Gunung Agung Bali Erupsi

Karena Huli secara budaya adalah orang yang bertikai, mereka cenderung menyukai warna kuning cerah dan merah yang berani.

Warna-warna cerah yang dipakai Huli dalam upacara seremonial ini, tidak hanya menanamkan rasa takut pada lawan-lawan mereka, tetapi juga membantu menciptakan kesadaran bagi pejuang Huli itu sendiri.

Kesadaran itu adalah bahwa mereka harus mengorbankan ketakutan mereka dan secara individu atas nama identitas bersama dan kepentingan kolektif suku.

Baca Juga: Berpakaian Lusuh Seperti Orang Gila, Pria Ini Lakukan Hal Mengejutkan Ketika Beli Ponsel di Konter

Melukis wajah bagi orang Huli memang dilakukan saat ritual peperangan dan pra-dan pasca-perang.

Namun, mereka juga menerapkan riasan itu untuk pertemuan khusus lainnya, acara musiman, dan kegiatan ritual, seperti saat melakukan tarian spiritual dan upacara inisiasi.

Upacara inisiasi sangat penting karena menandai ritus peralihan dari anak ke orang dewasa dalam suku.

Selama acara ini, para pria mengambil peran utama untuk membuat desain wajah yang indah dan rumit.

Baca Juga: Hanya Berasal dari 1 Pria dan 3 Istri, Ini Kisah Pulau Tak Berpenghuni di Ujung Dunia Hingga Miliki Penduduk

Namun, selama tarian, yang disebut sebagai mali , orang dewasa dan anak-anak, termasuk wanita juga menggunakan riasan yang dikenakan di seluruh pertunjukan.

Warna latar untuk riasan wajah Huli biasanya terbuat dari tanah liat kuning yang disebut ambua.

Warna putih juga terkadang digunakan sebagai latar belakang untuk desain, dan minyak pohon bening, mbagwa , juga kadang-kadang digunakan sebagai penghapus.

Sementara susunan ini memiliki akar historis dan penting bagi ritual dan kegiatan budaya khusus Huli, dalam beberapa tahun terakhir, Huli telah menjadi subjek sirkuit wisata yang dijalankan secara lokal.

Untuk menenangkan atau menghibur para pelancong, Huli sekarang sering menggunakan warna yang kurang tradisional menggunakan cat akrilik dan bahan yang tidak terlalu tradisional.

Selain itu, alih-alih menggunakan riasan wajah untuk kegiatan tradisional, banyak yang memakai riasan wajah setiap hari sebagai bentuk pertunjukan bagi wisatawan.

Baca Juga: Pihak Sekolah Sepakat Tidak Luluskan Aldi Karena Bersikap Kritis, KPAI: Sekolah Cari-cari Kesalahan Aldi

Artikel Terkait