Advertorial

Tak Hanya Indonesia, Seluruh Dunia Berubah 'Mencekam' Seperti Ini Ketika Terjadi Erupsi Krakatau

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M
,
Tatik Ariyani

Tim Redaksi

Pada Sabtu (22/12/2018) sebuah bencana terjadi di Banten, di mana tsunami menerjang dan memporak-porandakan kawasan tersebut.
Pada Sabtu (22/12/2018) sebuah bencana terjadi di Banten, di mana tsunami menerjang dan memporak-porandakan kawasan tersebut.

Intisari-online.com - Pada Sabtu (22/12/2018) sebuah bencana terjadi di Banten, di mana tsunami menerjang dan memporak-porandakan kawasan tersebut.

Senin (24/12) pukul 07.00 WIB pagi, Kapusdatin BNPB Sutopo Purwo Nugroho, menyampaikan bahwa setidaknya tercatat,281 lebih korban meninggal dan 1.016 orang mengalami luka-luka dan 57 lainnya masih dinyatakan hilang akibat bencana tersebut.

Menurut keterangan BMKG tsunami ini terjadi salah satunya karena fenomena alam dan kemungkinan material sedimen di sekitaran Anak Krakatau di bawah laut longsor sehingga memicu tsunami.

Meski demikian, erupsi Anak Krakatu belum terjadi sepenuhnya, dan jika hal itu terjadi bukan tidak mungkin bencana dasyat terjadi seperti ketika gunung Krakatau Meletus pada 1883 silam.

Baca Juga : 10 Manfaat Jepan alias Labu Siam yang Jarang Diketahui. Salah Satunya Bisa Tingkatkan Fungsi Otak, Lo!

Namun, tentu saja kita tidak menginginkan hal itu terjadi, pasalnya ketika Krakatau meletus tak hanya Indonesia, seluruh dunia hingga New York merasakan fenomena mencekam.

Melansir dari history.com, tahun 1883 gunung Krakatau melakukan erupsi yang menewaskan ribuan orang dan menjadi salah satu bencana geologis terburuk di zaman modern.

Kisahnya terjadi pada 20 Mei ketika gemuruh awal dan kawah dari gunung ini mulai aktif selama sekitar 200 tahun.

Selama 3 bulan berikutnya, ada ledakan kecil reguler dari Krakatau dari tiga ventilasi pada 11 Agustus di mana abu menyembur dari gunung kecil ini.

Baca Juga : Cara Mengobati Biduran Secara Alami Tanpa Obat Kimia tapi Tetap Manjur

Hingga kemudian, erupsi mulai kuat pada 26 Agustus, dan pada saat itulah bencana mengerikan mulai terjadi.

Pada siang hari gunung Krakatau mengirim awan abu sejauh 20 mil ke udara dan getaran yang memicu beberapa tsunami.

Ini hanya indikasi kecil dari getaran yang memicu beberapa tsunami, tentang bagaimana yang akan terjadi berikutnya.

Selama empat setengah jam mulai pukul 5.30 pagi pada tanggal 27 Agustus, ada empat letusan besar yang sangat kuat.

Baca Juga : Tsunami Banten: Kisah Ifan SeventeenTerapung 2 Jam dan Telan Air Laut Penuh Lumpur

Yang paling akhir membuat suara paling keras dan kuat yang pernah direkam di planet ini.

Bahkan terdengar hingga Australia tengan dan Pulau Rodrigues yang terletak 3.000 mil dari Krakatau.

Gelombang udara yang diciptakan oleh letusan terdeteksi di titik-titik dari seluruh muka bumi.

Letusan ini memiliki efek yang menghancurkan pulau-pulau dekat Krakatau, hingga memicu tsunami luar biasa yang menyapu ratusan desa di pesisir Jawa dan Sumatra.

Baca Juga : Diabetes Tipe 2 Ternyata Bisa Jadi Penyebab Disfungsi Ereksi

Air mendorong daratan beberapa mil di tempat-tempat tertentu, dengan balok-balok karang seberat 600 ton berakhir di pantai.

Setidaknya 35.000 orang tewas, meskipun angka tersebut belum bisa dipastikan.

Tsunami berjalan hampir di seluruh dunia, gelombang tinggi yang luar biasa terlihat ribuan mil jauhnya pada hari berikutnya.

Gunung api ini melemparkan begitu banyak batu, abu dan batu apung ke atmosfer di daerah terdekat, bahkan matahari hampir tidak terlihat dalam beberapa hari.

Baca Juga : Beginilah Penampakan Kebun Ganja Senilai Rp19 Milliar yang Tersembunyi di Dasar Bumi

Dalam beberapa minggu, matahari muncul dengan warna aneh di hadapan orang-orang dari seluruh dunia karena debu halus berhamburan di atmosfer.

Selama 3 bulan berikutnya, puing-puing tinggi di langit menghasilkan matahari terbenam berwarna merah yang jelas.

Dalam satu kasus, pemadam kebakaran di Poughkeepsie, New York, dikirim ketika orang-orang menonton matahari terbenam, karena mereka yakin melihat api dari kejauhan.

Lebih lanjut, lukisan Edvard Munch tahun 1893 'The Scream' diyakini melukiskan bagiamana dunia terjadi setelah erupsi Krakatau.

Baca Juga : Tsunami Banten: Kisah Ifan SeventeenTerapung 2 Jam dan Telan Air Laut Penuh Lumpur

Selain itu, jumlah debu di atmosfer juga menyaring matahari dan panas yang cukup sehingga suhu global turun secara signifikan selama beberapa tahun.

Namun, setelah metelus gunung Krakatau hancul dan menyisakan anak Krakatau di sebuah pulau kecil yang terus tumbuh rata-rata 5 inchi setiap minggu.

Artikel Terkait