Advertorial

Harus Berkubang Lama Dalam Kesedihan, Inilah Praktik Kematian Aneh Zaman Victoria

Muflika Nur Fuaddah
Adrie Saputra
Muflika Nur Fuaddah
,
Adrie Saputra

Tim Redaksi

Masyarakat era Victoria yang hidup pada akhir 1800-an terobsesi dengan kematian. Seperti apa saja aturan-aturannya?
Masyarakat era Victoria yang hidup pada akhir 1800-an terobsesi dengan kematian. Seperti apa saja aturan-aturannya?

Intisari-Online.com - Masyarakat era Victoria yang hidup pada akhir 1800-an terobsesi dengan kematian.

Ratu Victoria lah yang mengatur tren ini setelah kematian suaminya, Pangeran Albert.

Diketahui bahwa Ratu Victoria hancur oleh kematian suaminya dan memilih untuk meratapinya sepanjang sisa hidupnya.

Sangat jarang seseorang melihat gambar Ratu tanpa pakaian berkabung penuh.

Baca Juga : Kisah Getir Cyntoia Brown, Mantan Budak Nafsu yang Dipenjara 51 Tahun Karena Melakukan 'Perlawanan'

Uniknya, ada daftar peraturan tanpa akhir mengenai kematian, penguburan dan berkabung di era ini.

Dan bagi siapa pun yang tidak mengikuti aturan berarti telah melanggar perintah dan dianggap amoral.

Aturan-aturan ini sangatlah penting sehingga tidak masalah jika harus menimbulkan kesulitan keuangan bagi orang miskin.

Banyak yang akan mulai menabung di masa muda untuk memastikan mereka akan memiliki penguburan yang layak.

Baca Juga : Setelah Jual Ponsel Bekasnya, Wanita Ini Dapat Pesan dari Pembelinya dan Hidupnya Jadi Tak Tenang

Mati adalah percakapan yang terbuka dan berkelanjutan bagi orang-orang era Victoria.

Ketika kematian mendekat, tidak ada keragu-raguan lagi bagi setiap orang yang menghadapinya.

Keluarga tahu terlebih dahulu jenis peti mati yang diinginkan, di mana mereka ingin dikuburkan dan apa yang ingin mereka kenakan.

Perempuan sering membuat kafan sendiri dan bahkan akan memasukkannya dalam mas kawin pernikahan mereka.

Orang yang sekarat bahkan dapat memilih jenis peti mati yang dilengkapi lonceng, sehingga sewaktu-waktu mereka hidup kembali, lonceng dapat dibunyikan.

Baca Juga : Jangan Pernah Pisahkan Kuning Telur dari Putihnya, Mengapa? Ahli Gizi Berikan Jawabannya

Atau mereka juga dapat memilih untuk menenggak racun, agar kematian mereka segera jelas, cepat, dan pasti.

Pada era itu juga berkembang bisnis terkait pemakaman termasuk pembuatan peti mati, pembalsem, dan penggali kuburan.

Itu adalah waktu yang sama saat pemakaman dipindahkan ke taman-taman besa, karena kota-kota tidak lagi memiliki ruang untuk terus mengubur orang mati di dekat rumah mereka.

Aturan etiket yang terkait dengan masa berkabung cukup banyak dan rumit.

Baca Juga : Bayi Ini Lahir dengan Tubuh Dipenuhi Tahi Lalat, Ibunya Menangis Takut Anaknya Di-bully Ketika Dewasa Nanti

Itu mencakup berapa lama seseorang harus berkabung, untuk siapa, serta apa yang harus dipakai dalam setiap fase berkabung.

Ada juga aturan tentang apa yang harus diikuti oleh pemakaman dan bagaimana berperilaku.

Ada tiga periode berkabung yang berbeda: berkabung dalam, berkabung kedua, dan masa setelah berkabung.

Lamanya waktu untuk setiap periode akan tergantung pada hubungan dengan almarhum.

Misalnya, perempuan harus berduka elama dua tahun setelah kematian suami mereka.

Sementara tentang busana, pria hanya harus mengenakan sarung tangan hitam dan setelan gelap.

Baca Juga : Diumumkan Sebagai Buronan oleh Polisi di Facebook, Pria Ini Malah Memberi Komentar Kocak

Tidak ada aturan khusus untuk anak-anak, namun biasanya gadis kecil akan mengenakan pakaian putih.

Sementara itu, aturan bagi wanita lebih sulit dengan gaun yang tidak nyaman dan berbahaya.

Dalam fase berkabung yang kedua, wanita sudah diiznikan untuk memakai perhiasan.

Baca Juga : Anak 14 Tahun Diprediksi Cacat Parah Karena Stroke, Keajaiban Kemudian Datang Padanya

Cincin, bros, dan loket mereka sering dibuat dari rambut almarhum.

Dikatakan bahwa Ratu Victoria memulai tren ini dengan selalu mengenakan liontin rambut Pangeran Albert.

Di era Victoria, tidak ada yang pernah berpikir untuk mengatasi kesedihan masa-masa berkabung itu.

Karena hal tersebut akan bertentangan dan melanggar protokol yang diberlakukan sang ratu.

Baca Juga : Korowai, Suku di Pedalaman Papua yang Masih Doyan Makan Daging Manusia

Artikel Terkait