Masih menurut Vice, pada 1989, militer menyerahkan kendali sanitarium kepada Kementerian Kesehatan.
Dan di bawah metodologi progresif, para pasien yang tinggal di sana diperbolehkan mendengar dan memainkan alat musik, berpakaian sesuai selera, dan bersosialisasi dengan orang lain baik di dalam maupun di luar sanitarium.
“Kami menciptakan dunia kami sendiri di sana,” tambah Fuentas.
Kini, hampir seluruh sanitarium sudah ditutup. Kalaupun ada, fungsinya lebih untuk rawat jalan alih-alih tempat karantina.
(Moh. Habib Asyhad)
Baca Juga : Pengakuan Pemain Basket Earvin 'Magic Johnson' Ketika Menderita HIV: Saya Bukan Gay
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR