Advertorial

Berkat Payung yang Selalu Dibawanya, Komandan Pasukan Inggris Ini Tak Pernah Tertembak Bahkan Berhasil Menangi Perang

Ade Sulaeman

Editor

Intisari-Online.com - Ketika pasukan Sekutu pada bulan September 1944 melancarkan penerjunan pasukan payung di Belanda (Operation Market Garden) dalam upaya menjebak pasukan Nazi Jerman yang terjadi justru sebaliknya.

Ribuan pasukan Sekutu yang didominasi pasukan Inggris itu memang berhasil mendarat di Belanda, di belakang garis pertahanan musuh tapi tidak segera mendapat dukungan pasukan lapis baja.

Pasukan Nazi di Belanda yang ternyata masih memiliki banyak tank dengan mudah memukul mundur pasukan Sekutu yang datang dari langit itu.

Tugas utama pasukan payung Sekutu melancarkan serangan di Belanda adalah menutup jalur mundur pasukan Nazi yang bergerak dari Perancis dan mengamankan jembatan yang menghubungkan Belanda-Jerman.

(Baca juga: Terkenal Sebagai Pasukan Khusus Kelas Dunia, Navy SEAL Ternyata Babak Belur Oleh Viet Cong)

Tapi untuk menguasai jembatan Arnhem yang membentang di atas Sungai Rhine pasukan Inggris yang sudah berhasil mendarat di ujung jembatan (Belanda) harus berjuang mati-matian melawan pasukan SS Nazi yang datang dari arah Jerman.

Pertempuran pun berlangsung sengit dan tidak seimbang karena pasukan SS yang bertempur sangat fanatik didukung oleh barisan tank.

Dalam pertempuran yang membuat pasukan payung Inggris makin terdesak itu tiba-tiba muncul pemandangan yang tidak lazim.

Seorang komandan pasukan Inggris berpangkat mayor tiba-tiba mengacung-acung payung sambil memerintahkan anak buahnya untuk terus bertempur.

Komandan yang setiap bertempur membawa payung itu dikenal sebagai Mayor Digby Tatham Warter, dan tujuannya “bersenjata” payung sebenarnya bukan untuk lelucon.

Sebagai seorang tentara, Warter bertubuh ramping, berwajah kalem, dan tidak mencerminkan gerak-gerik seorang tentara sehingga tampak pantas-pantas saja saat membawa payung.

Mayor Warter terinspirasi oleh pasukan yang berperang dalam era Napoleon yang ketika bertempur menggunakan alat komunikasi berupa tongkat berbendera.

Tujuan utama Mayor Warter membawa-bawa payung saat bertempur juga untuk alat komunikasi mengingat radio komunikasi yang dibawa saat bertempur sering mengalami kerusakan.

(Baca juga: Dikenal sebagai yang Terganas di Dunia, Pasukan Gurkha Sebenarnya Orang-Orang Gunung yang Berhati Mulia)

Tapi ketika pasukan Inggris yang bertempur di Jembatan Arnhem mulai kehabisan peluru, Mayor Warter memerintahkan anak buahnya untuk melancarkan serbuan pungkasan ala pasukan komando Inggris, yakni serbuan bayonet.

Serbuan komando ini merupakan serbuan berani mati menggunakan peluru terakhir setelah itu baru menggunakan bayonet.

Mayor Warter sendiri maju memimpin anak buahnya bersenjata pistol dan payung sebagai bayonet.

Dalam satu kesempatan Warter bahkan berhasil mencolok mata pengemudi tank Jerman di wajahnya sehingga tanknya terperosok.

Ketika pasukan Nazi menghujani pasukan Inggris yang sedang bergerak maju itu menggunakan mortir, Mayor Warter pun mengembangkan payungnya sebagai pelindung.

Anehnya tak ada satu pun pecahan peluru mortir yang mengenainya.

Pasukan Inggris yang bertempur di Jembatan Arnhem akhirnya tertawan pasukan Nazi.

Tapi Mayor Warter berhasil melarikan diri bersama sejumlah anak buahnya serta payung kesayangannya.

Mayor Warter bersama para anak buahnya lalu menyaru sebagai warga sipil Belanda.

Mayor Warter sendiri kemudian bertugas memata-matai pasukan Nazi dengan cara naik sepeda sambil membawa payung yang selalu terkembang.

Pasukan Nazi ternyata tidak menaruh curiga terhadap pengendara sepeda yang kemana-mana selalu membawa payung dan malah menganggapnya sebagai orang aneh itu.

Suatu kali Warter malah membantu mendorong mobil yang dikendari seorang perwira Nazi untuk keluar dari jalanan berlumpur tanpa dicurigai.

Mayor Warter akhirnya menemukan celah untuk membawa ratusan anak buahnya dan bergabung lagi dengan pasukan Sekutu demi melanjutkan peperangan.

Uniknya Mayor Warter, berkat payung kesayangannya selalu lolos dari ancaman kematian selama PD II.

Warter meninggal pada usia tua (75 tahun ) pada bulan Maret 1993 di Nanyuki, Kenya.

(Baca juga: Kisah Paranormal ‘Pengambil’ Harta Karun: Perang Batin Jika Harta Itu Tidak Boleh Diambil oleh Si Penunggu)

Artikel Terkait