Advertorial
Intisari-Online.com – Manusia bisa “belajar” di mana saja, kapan saja, dan pada siapa saja.
Belajar bahwa kehidupan adalah anugerah-Nya yang pertama, cinta yang kedua, dan pengertian adalah yang ketiga.
Kali ini seorang samurai tengah menghadap kepada pendeta. Sang prajurit berbadan tinggi besar, bermuka keras dengan tatapan mata tajam menakutkan.
Sementara di depannya duduk seorang lelaki yang berbadan renta.
“Pendeta,” ujar si prajurit dengan suara tegas penuh ketaatan layaknya anggota militer, “ajarilah saya pengertian tentang surga dan neraka.”
Sejenak sang pendeta menatap wajah pejuang ini, kemudian menjawab dengan suara yang meremehkan.
(Baca juga:Pilot TNI AU Pernah Diserang Preman, Jet Tempur F-16 pun Dikerahkan untuk Memberi Pelajaran)
“Apa? Mengajarmu tentang surga dan neraka? Ketahuilah, aku tidak bisa memberi pelajaran apa-apa. Kamu adalah manusia kotor, berbau lagi. Lihat, pedangmu berkarat. Tingkathmu memalukan korps samurai saja. Enyahlah dari hadapanku!”
Aneh memang. Tak biasanya sang pendeta berkata kasar. Mendengar itu si prajurit terperanjat.
Sekujur tubuhnya bergetar luapan emosi lantara penghinaan yang diterimanya, sementara wajahnya memerah menahan amarah.
Ia menghunus pedangnya dan siap mengayunkannya untuk memenggal kepala sang pendeta.
“Itulah neraka,” ujar sang pendeta pelan dan pasti.
Hanya dalam hitungan detik, si prajurit mengurungkan niatnya.
Ia tertegun melihat kepasrahan dan kebesaran hati pendeta yang rela menawarkan hidupnya untuk memberi contoh dalam mengajarkan arti neraka.
Pelan-pelan ia menyarungkan kembali pedangnya. Bersyukur bisa menahan diri. Hatinya dipenuhi kelegaan dan kedamaian.
“Nah, itulah surga,” ujar sang pendeta lagi, pelan, dan pasti. (J. Komfield/C.Feldman)
(Baca juga:Jenius! Dengan Alat Unik Ini Kita Dapat Duduk di Mana Saja Tanpa Perlu Bangku)