Untuk menunjukkan perlawanan terhadap AS, Noriega memerintahkan pasukan yang loyal terhadap dirinya, Noriega’s Dignity Battalions (DIGBAT) untuk mulai melakukan intimidasi terhadap warga AS yang berada di Panama.
Aksi militer yang sama sekali tidak diduga oleh CIA itu akhirnya memakan korban salah seorang personel AL AS dan sejumlah warga AS lainnya.
Mengetahui warganya yang berada di Panama terancam jiwanya, pemerintah AS akhirnya bertindak.
Untuk melindungi dan mengamankan kurang lebih 15.000 warga AS yang berada di Panama, militer AS lalu melancarkan perang psikologis, Operation Just Cause (1989).
Demi memberi efek kejutan kepada militer Panama, AS menerjunkan pasukan payung yang sangat terkenal semasa PD II, 82nd Airborne Division.
Pasukan elite ini dalam waktu singkat berhasil menguasai bandara internasional Panama, Torrijos.
Kehadiran pasukan AS dari udara itu betul-betul menimbulkan efek kejut karena pasukan Panama mengira serbuan pasukan AS akan berasal dari laut dan darat.
Strategi tempur dengan cara mengejutkan musuh dari udara yang juga pernah dipelajari oleh Noriega sewaktu belajar di Fort Bragg itu rupanya cukup berhasil.
Apalagi pasukan AS tidak mendapat perlawanan dari PDF secara maksimal karena sejumlah unsur PDF telah dilumpuhkan dengan himbauan untuk menyerah.
Akhirnya Pasukan DIGBAT dengan mudah dilumpuhkan oleh militer AS yang bersenjata lebih canggih.
Noriega sendiri kemudian berhasil diringkus dan diekstradisi ke AS bukan sebagai sosok penghianat terhadap CIA tetapi sebagai dalang penyelundupan narkotika (drug trafficking).
Setelah melalui proses pengadilan yang berlangsung berbulan-bulan, Noriega kemudian dijatuhi hukuman penjara selama 40 tahun di Florida, AS.
Noriega meninggal pada 29 Mei 2017 di usia 83 tahun dan dimakamkan di Panama City.
(Baca juga: Yang Konyol-Konyol di Perang Dunia II: Nazi Gelar Pesawat Palsu dari Kayu dan Sekutu Mengebomnya Dengan Bom Kayu)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR