Advertorial

Mampu Membawa 10 Ton Senjata, Jet Tempur F-16 yang Kini Jadi Tulang Punggung TNI AU Sudah Teruji di Medan Perang

Moh Habib Asyhad

Editor

F-16 telah meraih predikat 'terbukti handal di pertempuran' atau yang biasa dikenal dengan sebutan battle proven.
F-16 telah meraih predikat 'terbukti handal di pertempuran' atau yang biasa dikenal dengan sebutan battle proven.

Intisari-Online.com -Dibanding jet tempur lain, F16 yang saat ini menjadi tulang punggung TNI AU, dikenal paling banyak meraih sukses dalam pertempuran.

Popularitasnya pun makin melambung. Pesawat ini sanggup menenteng 10 ton senjata.

Namun jangan sembarangan mencanteli persenjataan pada sayapnya, salah salah malah membahayakan pilotnya.

Betapapun handalnya sebuah pesawat “di atas kertas” namun semua pihak agaknya memaklumi.

Bahwa semua itu tak akan ada artinya apa pun jika tidak terbukti dalam pertempuran yang sesungguhnya.

Tak sedikit yang akhirnya hanya termangu dengan predikat kedahsyatannya karena tak pernah meraih sukses, tapi ada juga yang sebaliknya.

(Baca juga:TNI Angkatan Udara Punya 24 Jet Tempur F-16 C/D, Pengalaman Pahit F-16 yang Pernah Diembargo AS pun Langsung Sirna)

Desain tak seberapa tapi “di lapangan” bagai banteng lepas.

Nasib sial bisa dicontohkan dari pengebom tempur siluman F-117A Nighthawk.

Mulai dari konsep, desain, kecanggihan, boleh dibilang tak ada yang mengalahkan.

Namun, di medan pertempuran di Yugoslavia bulan Maret 1999 dengan mudahnya sebuah Nighthawk dijatuhkan lawan dengan senjata pertahanan udara yang tergolong sederhana.

Sifat silumannya pun dipertanyakan.

Berbeda dengan F-16. Pesawat tempur yang terbilang “murah meriah” ini terbilang harum namanya karena telah berkali kali meraih sukses.

Satu atau dua memang pernah jatuh, seperti F-16 Israel yang ditembak jatuh oleh Suriah pada bulan Februari 2018.

(Baca juga:Bermula Dari Menerbangkan Balon Udara, Kini USAF Jadi Kekuatan Angkatan Udara Terbesar di Dunia)

Namun ratusan kesuksesan menutupinya. Untuk itu F-16 telah meraih predikat “terbukti handal di pertempuran” atau yang biasa dikenal dengan sebutan battle proven.

Pada akhirnya predikat itulah yang sangat dikejar kejar seluruh pabrik pesawat. Terutama produsen F-16, General Dinamic (GD).

Pasalnya selain bisa mempertinggi reputasi, serta merta dia juga akan dapat kepercayaan yang begitu tinggi dari negaranya.

GD memang termasuk salah satu yang beruntung. Ironisnya, sejumlah masalah internal diam diam melilitnya.

Itulah sebabnya pada tahun 1995, pabrik ini kemudian diserahkan kepada pesaingnya yang lebih sehat, Lockheed Martin.

Lalu pertempuran apa saja yang pernah mengharumkan nama si elang besi ini?

F-16 sendiri sebenarnya telah mengikuti banyak sekali misi kemiliteran di dunia.

Tapi dari sekian misi yang dilaksanakannya ada beberapa operasi militer yang terbilang populer dan amat menentukan bukti kehandalan.

Di antaranya adalah operasi Badai Gurun ketika Perang Teluk melelus pada tahun 1991, operasi penghancuran rudal rudal pertahanan udara milik PLO di Lembah Bekka, Lebanon, tahun 1978.

(Baca juga:Perang Arab-Israel, Perang Berkepanjangan yang Tak akan Berhenti Sebelum Warga Palestina Merdeka)

Ketika pecah perang di Afghanistan F-16 juga dikerahkan, khususnya sejumlah F-16 milik Angkatan Udara Pakistan.

Dalam sejumlah operasi tempurnnya itu, tak jarang pula F-16 harus berduel dengan MiG 21 dan MiG 23.

Dari sekian pertempuran yang pernah diikutinya, dan termasuk spektakuler adalah keterlibatan sejumlah F-16 dalam Operasi Babilon (7 Juni 1981) yang kemudian paling dikenang dunia.

Dalam operasi yang digelar AU Israel ini, delapan F-16 dengan kawalan enam F-15 berhasil menghancurkan telak sasaran reaktor nuklir Osirak di kompleks nuklir besar El Tuwaitha, beberapa kilometer dari Baghdad, Irak.

Operasi ini begitu berbahaya mengingat kompleks nuklir ini dijaga ketat rudal rudal darat ke udara SA-6 buatan Rusia.

Kesuksesannya banyak dipuji karena AU Israel menggunakan strategi yang amat mengesankan dan pesawat yang tepat.

Sejak lepas landas hingga mencapai sasaran, keempat belas jet tempur selalu membentuk formasi rapat.

Operasinya memang operasi senyap (silence operation) hingga tak seorang pun pilot boleh berbicara, kecuali pimpinan penerbangan.

Motif terbang seperti itu ditempuh agar radar yang menangkapnya sulit membedakannya dengan sebuah pesawat sipil jenis B-747.

Operasi ini pun hanya dikendalikan oleh seorang jenderal.

(Baca juga:Lebanon dan Israel ‘Rebutan’ Ladang Minyak, Jenderal Lebanon: Kami Siapkan Semua Metode untuk Hadapi Israel)

Uniknya, jenderal ini pun tak pernah banyak bicara. Dia hanya mengatakan “berangkat”, ketika dinilai misi sudah tepat dimulai.

Cukup satu kata, namun hasilnya amat mematikan.

Dennis Eisenberg dan Goris Ginggut dalam bukunya, Mossad: Dinas Rahasia Israel (1986), mengisahkannya dengan rinci.

Pesawat pesawat AU Israel tersebut menempuh jarak 965 kilometer menuju sasaran yang terletak di tepi Sungai Tigris, Irak selama 80 menit.

Mereka mengikuti rencana penerbangan yang telah disusun begitu cemerlang hingga bisa luput dari tangkapan radar dan alat deteksi bunyi di pos pemantauan.

Diduga mereka menyusuri garis perbatasan Yordania -Arab Saudi yang merupakan jalur kosong sistem radar di perbatasan.

Ketika sasaran dicapai, konvoi pesawat-pesawat tempur Israel itu segera menyebar.

F-16 pertama menjatuhkan sepasang bom pintar (smart bomb) yang dikendalikan video, langsung ke kubah reaktor nuklir.

Bom itu menghantam sasaran secara tepat.

(Baca juga:Inilah Orang Paling Beruntung dalam Sejarah Manusia, Salah Satunya Pernah Dua Kali Selamat dari Serangan Bom Atom)

Lalu, dengan jitu pesawat pesawat berikutnya menukik dan melepaskan bom bom yang dibawanya tepat ke dalam lubang yang dibuat oleh bom pintar tadi.

Reaktor nuklir itu pun sontak hancur lebur dan terbakar api.

Hebatnya, dalam operasi itu tak satu pun pesawat Israel bisa dijatukan Angkatan Bersenjata Irak.

Tak pelak diantara sekian negara pemakai, Israel memang tampak yang paling banyak menggunakan pesawat pesawat tempur buatan AS.

Namun ada satu catatan khusus dari negara yang kerap dikecam dunia ini, yakni sudah menjadi kebiasaannya untuk senantiasa mengubah kekuatan (memodifikasi) dari setiap pesawat pesawat yang dibelinya.

F-16 Israel yang digunakan menyerbu ke Osirak misalnya, baru datang beberapa bulan dari New Hampshire pada Juli 1980.

Namun sebelum digunakan menyerbu Osirak, AU Israel telah lebih dulu meningkatkan daya rusaknya hingga dua kali dari kemampuan yang sebenarnya.

F-16 sebenarnya dirancang untuk bisa membawa hampir semua jenis persenjataan.

Mulai dari peluncur roket konvensional, bom konvensional seperti Mk.84, hingga rudal canggih jarak menengah AIM 120 AMRAMM.

(Baca juga:Penyebab Aksi Nekat Anggota Parlemen Tunisia Robek Bendera Israel)

Demikian pula dengan peralatan pengacau sinyal radio yang bisa dibawanya, dari yang paling sederhana hingga tercanggih bisa dibawanya.

Namun jenis yang biasa dibawa F-16 AU AS adalah ALQ 131 dan AQL 184.

Dari segi tentengan senjata yang bisa dibawa F-16 memang tangguh.

“Pokoknya Anda bisa mencanteli sayapnya dengan banyak sekali senjata hingga 10 ton. Sejauh Anda bisa membayarnya saja,” begitu kata seorang insinyur Lockheed Martin.

Artikel Terkait