Advertorial
Intisari-Online.com - Apa artinya sebuah kalimat? Bagi pasukan armada Inggris di Trafalgar awal abad 19, sebuah kalimat ternyata bisa berarti sebuah kemenangan dalam pertempuran.
Laksamana Madya Horatio Nelson mengumandangkan kalimat “England expect that every man will do his duty” (Inggris mengharapkan setiap pria melakukan tuga sebaik-baiknya).
Pasukan Inggris yang berjuang untuk memperluas koloni bagi kerajaannya pun makin terbakar semangatnya.
Akibat yang lebih jauh, armada laut besar Perancis-Spanyol berhasil ditaklukan. Inggris kembali berjaya di lautan.
(Baca juga: Tiru Taktik Bertempur Gerilya Pejuang Indonesia di Perang Kemerdekaan, Viet Cong Sukses Bikin Babak Belur Pasukan AS)
Horatio Lord Nelson dilahirkan di Burnham Thorpe, Nortfolk, sebagai anak ke enam dari 11 bersaudara.
Rupanya Nelson memang dilahirkan untuk jadi pelaut. Hampir seluruh hidupnya dihabiskan di lautan, suatu hal yang sebenarnya sangat bertentangan dengan kondisi kesehatannya.
Nelson mengidap mabuk laut akut. Namun berkat kegigihannya, penyakit itu berhasil ditekan hingga akhir hidupnya.
Nelson masuk menjadi pasukan AL Inggris pada usia 12 tahun setelah sebelumnya sempat menjadi awak kapal di beberapa kapal sipil.
Delapan tahun kemudian ia sudah berhak menyandang pangkat kapten.
Tugas yang diembannya membuat ia sudah menjelajahi India Barat, Kawasan Baltik dan Kanada.
Di perairan Amerika, Nelson yang mengomandani frigat Boreas terlibat beberapa konflik dengan beberapa penguasa setempat.
Nelson ikut menjalankan misi embargo terhadap AS. Dalam suatu insiden, ia merampas empat kapal dagang AS di Nevis.
(Baca juga: Awas Jangan Memakannya! Ini 7 Makanan Paling Berbahaya di Dunia, Salah Satunya Daging Hiu Busuk yang Sudah Mengering)
Perampasan ini langsung direspon sebagai tindakan yang tidak sah. Akibatnya, Nelson harus menghadapi pengadilan. Ia sempat mencicipi hukuman selama delapan bulan.
Kembali ke Inggris, ia sempat frustasi karena hampir lima tahun tidak bertugas di lautan.
Selain karena insiden di perairan AS tersebut, alasan lain penundaan penugasan di laut adalah karena pernikahannya dengan Francess Nisbet pada 1787.
Selama lima tahun itu ia berfoya-foya dan hampir menghabiskan separuh kekayaannya.
Revolusi Perancis membawa Nelson kembali bertugas di lautan. Saat itu, Inggris terkena getahnya akibat semangat bangsa Perancis yang berkobar-kobar ingin menguasai Eropa.
Nelson yang dipercaya mengomandani HMS Agamemnon mendapat tugas mengamankan perairan Mediteran. Agamemnon sendiri merupakan kapal jenis third-rate yang mempunyai 64 meriam.
Di sini ia mengalami peristiwa pahit akibat beberapa tindakan sembrononya.
Dalam pertempuran di Carvi, ia kehilangan mata kanannya. Tak hanya itu, pada saat bertempur dengan kapal perang Perancis, Santa Cruz de Tenerife, lengan kanannya terluka dan terpaksa diamputasi.
Tapi dasar keras kepala, ia tak peduli dengan kondisi tubuhnya. Nelson yang berdarah panas ini memang dikenal sering kali tidak mengindahkan atasannya.
Walau demikian ia mampu merenggut berbagai kemenangan dalam berbagai pertempuran.
Ia berhasil menghancurkan armada Spanyol di Cape Vincent pada 1797. Setahun kemudian ia sukses menghancurkan armada Napoleon di Sungai Nil.
Ia juga meraih kemenangan dalam pertempuran di Copenhagen tiga tahun kemudian.
Dalam pertempuran ini, ia sebenarnya sudah diperintahkan berhenti menyerang oleh komandan armadanya.
Namun ia berkilah tidak melihat isyarat lewat teropong karena mata kanannya yang buta.
Tahun 1801, ia mendapat pangkat Vice Admiral (Laksamana bintang tiga). Di bawah pimpinannya, AL Inggris amat disegani dan berada di atas angin atas AL Perancis.
Pertempuran di teluk Trafalgar tanggal 21 Oktober 1805 tak pelak membuat namanya melambung. Walaupun harus dibayar dengan nyawanya yang juga ikut melayang.
Dalam pertempuran tersebut, armadanya yang “hanya” terdiri dari 27 kapal berhasil menghancurkan armada gabungan Fanco-Spanyol dan armada Perancis yang berjumlah lebih dari 40 kapal.
Kepercayaan Nelson terhadap kemampuan anak buah sangat membantu taktik jitu yang diterapkannya.
Taktiknya memecah belah armada musuh sampai saat ini masih dianggap kontoversial.
Walaupun diakui, dalam pertempuran itu armada Inggris mendapat kemenangan gilang gemilang.
Sebanyak 17 kapal musuh berhasil ditawan. Sedangkan Inggris tidak kehilangan satu kapal pun.
Prajurit musuh yang terbunuh mencapai 14.000. Sedangkan Inggris hanya kehilangan 1.400-an prajurit.
Akibat yang lebih besar, Napoleon mengurungkan niatnya untuk menguasai Inggris. Setidaknya lewat lautan, dan lebih memusatkan perhatiannya ke Eropa daratan.
Hanya saja nasib sial akhirnya dialami oleh Nelson tanpa ia perhitungkan sama sekali.
Saat ia tengah asyik menyaksikan HMS Victory yang ditumpanginya sedang bertempur dengan kapal Perancis Redoubtable, sebuah peluru yang dilepaskan penembak jitu dari jarak 40 kaki (sekitar 15 m) membuatnya terjungkal.
Nelson tewas sekaligus menjadi tumbal kemenangannya di Trafalgar. Sampai sekarang Nelson menjadi sosok kontroversial di kalangan angkatan laut.
Tidak hanya Inggris namun juga dunia. Kemasyuran tidak seluruhnya datang dari kemenangan dalam pertempuran.
Tapi juga kehidupan pribadi yang banyak dipenuhi intrik dan asmara.
(Baca juga: (Foto) Operasi Plastik Tidak Seinstan yang Dibayangkan, Wanita Ini Menderita 3 Bulan Setelah Jalani Operasi)