Advertorial
Intisari-Online.com -Jerman di era sebelum dan sesudah kejayaan Nazi memang biangnya asal-usul pasukan-pasukan elite kelas dunia.
Salah satunya adalah pasukan gerak cepat atau reaksi cepat bernama Stosstruppen (ST).
Pasukan ST dibentuk Jerman pada pertengahan 1916 untuk memecah kebuntuan perang parit.
Ini adalah sebuah pertempuran di front Prancis di mana pasukan Jerman yang bertempur melawan Sekutu sama-sama bertahan di parit dan tidak ada pasukan yang berinisiatif menyerbu.
Ketika Jerman membentuk pasukan ST, pasukan gerak cepat ini merupakan batalion pembuka jalan bagi pasukan induk divisi infanteri yang kemudian menyusul menyerbu.
(Baca juga:Inilah Skill Istimewa Paskhas yang Tak Dimiliki Pasukan Elite Lain, Tentara Australia Sampai Segan)
Selain sebagai pasukan pembuka jalan, ST juga berfungsi sebagai pasukan perusak konsentrasi musuh dan pemutus suplai logistik di garis belakang.
Dalam pertempuran pasukan ST memiliki doktrin perang khusus ketika sedang bertempur di parit (trench warfare) dan pertempuran jarak dekat (close combat).
Intinya pasukan ST harus tetap harus maju meski pertahanan musuh diperkuat dengan senapan mesin, baik berat maupun ringan.
Sebagai pasukan infanteri elite dan mengutamakan kecepatan serta serbuan dadakan, pasukan ST kadang menggunakan kendaraan tempur khusus untuk maju ke posisi musuh.
Dalam pertempuran doktrin tempur yangh diterapkan oleh ST memang mengutamakan pada jumlah regu pasukan yang terbatas (light), kecepatan serbuah (speed ) dan serangan dadakan (surprise).
Selain itu ST dilatih dan dibentuk untuk memiliki kemampuan improvisasi di medan tempur menggunakan semua senjata yang dimiliki atau senjata rampasan dari musuh.
(Baca juga:Heboh! Beredar Makanan Ringan yang di Dalamnya Ada Hadiah Uang Tunai Hingga Rp 50 Ribu!)
Persenjataan standar ST antara lain lima granat tangan, sekop yang salah satu sisinya diasah hingga berfungsi seperti pedang, alat pemukul berupa karakeling, dan senapan serbu.
Ketika sedang melancarkan serbuan gerak cepat di garis depan, pasukan ST meninggalkan segala perlengkapan yang tidak perlu.
Alhasil hanya membawa senjata dengan amunisi secukupnya, kaleng bekal makanan, sejumlah granat, sekop, bayonet dan karakeling pasukan ST serentak menyerbu.
Mereka meninggalkan parit pertahanan lalu menyerbu serta terlibat dalam pertempuran jarak dekat.
Setelah pasukan ST berhasil membukia dan menerobos garis pertahanan musuh, mereka terus bergerak.
Garis pertahanan lawan atau titik yang telah dinetralkan kemudian akan diisi unit pasukan infanteri reguler (pasukan induk).
Serbuan gerak cepat pasukan ST tidak hanya membuat pasukan Nazi bangga tapi juga dikagumi oleh pasukan lawan.
(Baca juga:Ini yang Akan Terjadi Jika Ratu Elizabeth II Meninggal Dunia, Ada Kode Rahasianya?)
Pasukan Sekutu yang pernah dibuat kocar-kacir oleh aksi pasukan ST, terutama dalam pertempuran Verdun dan Tanneberg pertengahan 1917 dan Kaiserschlatch awal 1918, malah berdecak kagum.
Pasukan Sekutu bahkan merasa segan dengan kemampuan dan keganasan pasukan ST.
Pasalnya dalam taktik dan strategi pertempuran di parit yang statis, aksi gerak cepat pasukan ST justru membuat kejutan.
Serangan kilatnya bisa merusak konsentrasi musuh dan berhasil membuat terobosan di garis pertahanan lawan dengan cepat dan dinamis.
Atas keberhasilan pasukan ST dalam Perang Dunia I, pola pelatihan dan doktrin tempur ST kemudian dipakai sebagai dasar untuk melatih pasukan Waffen-SS Nazi.
Pasukan gerak cepat kelas dunia pun banyak yang menerapkan pola latihan seperti ST.
(Baca juga:Resimen Komando Brandenburg Nazi, Cikal Bakal Lahirnya Berbagai Pasukan Khusus Lain di Dunia)
Untuk menambah unsur kecepatan, pasukan gerak cepat di berbagi negara kemudian menggunakan tank, ranpur angkut pasukan, helikopter, dan pesawat angkut untuk menerjunkan pasukan gerak cepat.
Indonesia sendiri telah memiliki pasukan pemukul gerak cepat.
Mereka adalah Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) dan Paskhas TNI AU yang siap diterjunkan di berbagai medan tugas kapan saja melalui operasi penerjunan dari udara (airborne).