“ Mereka sudah sukses ya?”
(Baca juga: Bikin Ngakak! Editan Photoshop Terhadap Pasangan Ini Sungguh Kelewat Batas!)
“ Ya, begitulah, kami sekarang berjuang untuk hidup masing-masing, Pak” jawab saya sekenanya
“Sejak melihat wajah kalian pertama kali di jalanan, aku sudah yakin kalian akan jadi ‘orang’ kelak,”ujarnya. Ada nada bangga di balik ucapannya tersebut.
Bagiku Pak Piet adalah polisi yang baik. Tahun 1998 kami dulu “musuh”, tapi belakangan kami menjadi kawan.
Dalam ingatan saya, dia adalah anggota polisi berpangkat bintara yang wajahnya seperti nyaris menangis saat menghalau kami dengan tangannya.
Padahal pada saat yang sama kawan-kawannya dengan beringas memukuli kami dengan pentungan. “Mundurlah dik, mundurlah beberapa meter… Kami tak mau menyakiti kalian!” teriaknya.
Ya, setiap demonstrasi terjadi di depan kampus kami, ia memang selalu terlihat “ragu” menggunakan pentungannya.
Belakangan, saat kami sudah menjadi kawan, soal ini pernah saya tanyakan langsung kepadanya.
Setelah beberapa detik terdiam, ia hanya bilang: “Saya selalu gamang, setiap datang perintah untuk berhadapan dengan kalian, saya seperti merasa akan menyakiti adik-adik saya sendiri. Saya tahu apa yang kalian perjuangkan, tapi apa daya saya yang hanya seorang bawahan?”
Sejak Pak Piet pensiun dan pindah ke Surabaya, saya tidak pernah mendengar kabarnya lagi.
Hingga akhirnya pertemuan tidak sengaja di Jakarta Pusat tadi, serta sekitar Oktober 2012, saat seorang kawan menyampaikan kabar duka: Pak Piet meninggal dunia. Selamat jalan Pak Polisi.
(Ditulis oleh Hendi Jo. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Februari 2014)
(Baca juga: Betapa Terkejutnya Bocah Ini ketika Tahu Lukisan yang Ia Beli Seharga Rp26 Ribu Ternyata Karya Pelukis Terkenal)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR