Advertorial
Intisari-Online.com -Dalam perjalanan pulang setelah melancarkan misi pengintaian atas kota pelabuhan Biak, Papua, pada Juli 1962, kapal selam RI Nagabanda sengaja muncul ke permukaan untuk mengisi baterai.
Begitu sudah di berada permukaan laut mesin-mesin diesel kapal selam yang berjumlah 4 unit pun dinyalakan.
Kegiatan mengisi baterai yang dilakukan menjelang matahari terbit itu merupakan kegiatan yang juga disukai para awak kapal selam.
Pasalnya para awak kapal selam bisa menghirup udara luar dan melepaskan kejenuhan setelah berhari-hari berada di bawah lautan.
Permintaan awak kapal selam untuk menyaksikan matahari terbit karena sudah lama tak mengalaminya juga tidak ditolak oleh komandan kapal selam RI Nagabanda, Mayor Wignyo.
(Baca juga:Bukan Daging, Inilah Menu Makan Siang Paling Enak dalam Pendidikan Komando Marinir yang Sangat Keras Itu)
Apalagi kapal selam baru saja melaksanakan misi sehingga tak ada salahnya untuk sedikit melepaskan kejenuhan.
Tapi tanpa mereka sadari perjalanan pulang kapal selam RI Nagabanda rupanya sudah dikuntit oleh pesawat Neptune Belanda yang berhasil memergokinya.
Mujur para awak RI Nagabanda kemudian segera mengetahui kedatangan Neptune.
Mereka pun segera masuk ke palka kapal disusul menyelamnya kapal pada kecepatan maksimal (dive crash).
Seperti yang diduga hadirnya Neptune yang kemudian melakukan manuver menyerang ternyata berkoordinasi dengan kapal-kapal perang pemburu kapal selam.
Tiga jam kemudian tampak dua kapal perang Belanda pada radar kapal selam disusul oleh peluncuran bom-bom laut dalam (deep charge).
(Baca juga:Mantan Bodyguard Selebritas Ini Hidup dengan ‘Hernia Terbesar di Dunia’, Dokter pun Takut Mengoperasinya)
Sesuai dengan tugas dan doktrin untuk tidak melaksanakan perlawanan, RI Nagabanda berusaha menghindari setiap serangan dengan cara berubah-ubah haluan dan kedalaman penyelaman.
Tapi karena kejaran kapal-kapal perang Belanda begitu intensif dan seperti tak ada ruang bagi RI Nagabanda untuk menghindari ledakan bom, yang bisa dilakukan hanyalah menyelam sedalam mungkin.
Untuk menghindari pantauan radar dari kapal perang Belanda yang bekerja berdasar suara mesin dan juga bentuk kapal, Mayor Wignyo akhirnya memerintahkan untuk mematikan mesin.
Kapal selam kemudian berhenti pada kedalaman laut ekstrem sekitar 180 meter di antara lubang karang.
(Baca juga:Demi Pacarnya, Wanita Ini Lakukan 30 Kali Operasi Plastik. Padahal ‘Aslinya’ Sudah Cantik)
Dalam posisi berhenti di antara batu karang, bentuk kapal akan tersamar oleh karang sehingga radar pencari sasaran pada kapal perang Belanda berhasil dikecoh.
Cara meloloskan diri dengan mematikan mesin dan berhenti pada kedalaman ekstrem itu cukup aman.
Karena adanya inversi di mana berat jenis air di bawah air lebih besar dibandingkan dari yang di atas, maka kapal selam tetap pada posisi mengambang.
Operasi perburuan atas RI Nagabanda yang dilakukan oleh kapal-kapal perang AL Belanda berlangsung hingga 36 jam.
Setelah keadaan aman dan permukaan laut bersih dari patroli AL Belanda, Mayor Wignyo memerintahkan kapal selam naik ke permukaan.
Keputusan untuk naik ke permukaan itu diambil karena akibat penyelaman pada kedalaman ekstrem itu kemudian kapal selam RI Nagabanda mengalami kerusakan sehingga tidak bisa menyelam lagi.
(Baca juga:6 Gejala Sederhana Ini Bisa Menjadi Tanda Anda Terkena Leukemia, Salah Satunya adalah Sering Demam!)
Jika dalam kondisi seperti itu kapal selam tetap dipaksakan berada di dalam laut lama kelamaan bisa karam.
Dalam perjalanan kembali ke Teluk Tobelo, Halmahera, dan berlayar di permukaan laut, posisi RI Nagabanda sebenarnya rawan oleh serangan kapal perang Belanda karena mudah dideteksi.
Tapi mujur perjalanan ke pangkalan tidak menemukan kendala dan berhasil tiba dengan selamat.
Setelah diperiksa akibat tekanan gelombang bom laut dalam dan juga tekanan air pada kedalaman ekstrem kapal ternyata mengalami kebocoran di dekat ruang baterai.
RI Nagabanda pun segera dibawa ke pangkalan pemeliharaan Bitung untuk perbaikan.
(Baca juga:Prajurit TNI Angkatan Laut, Naik Pangkat Bukannya Diberi Bingkisan Malah Disemprot Air)