Advertorial
Intisari-Online.com – Nasrudin disuruh ibunya membeli kambing di Dusun Bukit Sebelah.
Dusun itu, karena terletak di bukit yang berbentuk seperti tempurung yang cuma sebelah.
Kebetulan letaknya agak jauh. Untung ada Petir, keledai kesayangannya.
Nasrudin dengan gembira menerima tugas itu. Ia naik ke punggung Petir.
(Baca juga: (Foto) Apa Jadinya Jika Para Pemimpin Dunia 'Nyontek' Gaya Rambut ala Pasha 'Ungu'? Inilah Hasilnya)
“Sebelah,” katanya penuh percaya diri. Petir diam tak bergerak.
“Sebelah,” suara Nasrudin sekarang lebih keras. Petir akhirnya bergerak.
Keluar dari pekarangan rumah Nasrudin. Tapi sampai di depan pekarangan tetangga, ia masuk dan berhenti di sana.
“Masyaalah Petir. Bukan rumah sebelah. Bukit Sebelah!”
Petir keluar lagi dan berjalan ke arah timur. Nasrudin manggut-manggut.
“Kau mau mendidik aku supaya bicara jelas? Dasar sok tahu!”
Matahari semakin tinggi, sekitar pukul sepuluh pagi.
Nasrudin terkantuk-kantuk.
(Baca juga: Karakter Seseorang Bisa Dilihat dari Bulan Kelahirannya. Coba Buktikan!)
Capingnya diturunkan sampai menutupi mata, karena cahaya matahari amat menyilaukan.
Mendadak ia merasakan keteduhan dan tak ada lagi pergerakan dari Petir.
Diangkatnya caping. Di depan berdiri tegak tebing curam. Bukit Sebelah.
Nasrudin menghela napas panjang, “Petir …, . Ini Bukit Sebelah. Tapi dusunnya ada di balik sana. Kita tak mungkin dapat mendaki tebing ‘kan Sayang? Apa kamu tak tahu kalau aku mau ke dusunnya?”
Petir diam saja. Ekornya dikibas-kibaskan.
“Oke, oke, aku tadi belum mengatakannya.”
Ia mendekatkan mulut ke telinga Petir, “Dusun Bukit Sebelah!” seolah takut Petir tidak mendengar.
Petir berputar balik, setelah sekitar sejam baru belok ke kanan.
Nasrudin meneruskan tidurnya.
Ketika Petir akhirnya berhenti, Nasrudin terbangun, dan panik.
Dipacunya Petir kearah sebaliknya.
Setibanya di pasar, yang ada tinggal Pak Hansip dan petugas kebersihan.
“Mana Paman Kambing?” tanyanya terengah-engah kepada Pak Hansip.
“Sudah pulang, Nak.”
Bahu Nasrudin langsung lemas. Terbayang omelan Emak.
Dan acara kenduri esok pagi, apa yang mau dimasak?
Dengan gemas ia mencengkeram bulu surai Petir,
“Ini semua gara-gara kamu. Nyasar melulu!”
Karena cuma seekor keledai, Petir cuma nyengir “kuda”; mungkin mau bilang, “Emang siapa yang salah?” (LW)
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Mei 2016)
(Baca juga: Siapa Sangka, Bentuk Pusar Bisa Bantu Ungkap Kepribadian Kita. Yuk, Dicek!)