Advertorial

Idi Amin, Baru Setahun Menjabat, 60.000 Orang Asia Langsung Disuruh Angkat Kaki dari Uganda

Ade Sulaeman

Editor

'Setelah 4 tahun berkuasa, Presiden Idi Amin telah mengubah Uganda menjadi mimpi buruk.'
'Setelah 4 tahun berkuasa, Presiden Idi Amin telah mengubah Uganda menjadi mimpi buruk.'

Intisari-Online.com – Di awal 1962, Letnan Amin sebagai komandan peleton dikirim ke Kenya Barat Laut untuk sekali lagi diperintahkan menaklukkan pencuri ternak, kali ini suku Turkana.

Hanya saja suku Turkana sudah lebih canggih. Mereka menggunakan senjata api.

Beberapa peleton dari Company 'C’ Kesatuan ke 4 KAR dikirim untuk menyerbu dan menyita persenjataan mereka. Semua berhasil, kecuali peleton pimpinan Amin.

Malu akan kegagalannya, malam itu juga Amin dan anak buahnya kembali ke desa. Kali ini mereka pulang dengan sukses. Beberapa hari kemudian datang protes dari Turkana.

(Baca juga: Kisah Pilu Marina Chapman: Dibuang ke Hutan, Dirawat Kera, Lalu Dijadikan Budak Seks)

Belakangan ditemukan pula mayat di kubur-kubur dangkal. Tampak benar para korban sudah habis-habisan dianiaya sebelum mati.

Sir Walter Coutts, gubernur Uganda yang terakhir, ditelepon oleh Wakil Gubernur Kenya Sir Eric Griffith-Jones yang melaporkan, "Baru terjadi peristiwa mengerikan di Turkana.

Bukti-bukti menunjukkan salah seorang tentara Anda telah menghancurleburkan satu desa Turkana termasuk membunuh warganya.

Kelihatannya saya harus mengajukan tuntutan kriminal terhadap orang itu." Perwira yang disebutkan bernama Idi Amin.

Beruntung bagi Amin, karena pertimbangan politik, Amin tak jadi diajukan ke pengadilan. Ironisnya, itu berkat jasa Milton Obote yang baru beberapa bulan menjadi PM.

Amin hanya didenda dan mendapat peringatan keras. Padahal kalau sampai diajukan ke pengadilan dan diputuskan bersalah, paling tidak ia bakal dipecat dari ketentaraan dan dipenjarakan.

Waktu itu: Sir Walter Coutts memperingatkan Obote, "Perwira ini dapat menyusahkan Anda di kemudian hari."

Barangkali pesan Sir Walter itulah yang pertama kali diingat Obote, ketika mendengar kudeta yang dilakukan Idi Amin dalam perjalanan pulangnya dari konferensi negara persemakmuran di Singapura, 25 Januari 1971.

Obote tidak pulang ke Kampala, ibu kota Uganda, melainkan ke Darussalam, ibu kota Tanzania, negara sahabatnya, Presiden Julius Nyerere.

Dua hari kemudian Idi Amin yang ketika itu sudah menjadi mayor jenderal membebaskan 50 orang tahanan politik yang semuanya ditahan tanpa alasan oleh Obote sejak 1966.

Tetapi ia melarang rapat umum dan kampanye politik.

Pemilu pun dijanjikannya paling tidak baru 5 tahun lagi. Ironisnya ia menyatakan, zaman kekejaman sudah berakhir dan mengajak rakyatnya menuju zaman persahabatan tanpa permusuhan.

(Baca juga: 7 Desa Ini Tersembunyi di Tempat yang Tak Terbayangkan, Salah Satunya Ada di Kawah Gunung Berapi)

Bulan Februari ia membubarkan parlemen dan mengambil alih semua kekuasaan eksekutif dan legislatif. Selain sebagai kepala negara, ia juga menteri pertahanan dan kepala staf angkatan bersenjata.

Orang Asia dibuat kalangkabut

Begitu Idi Amin memegang tongkat pimpinan, dalam sekejap Uganda menjadi salah satu negara paling terkenal di dunia.

Baru setengah tahun berkuasa, ia mengambil gebrakan baru yang membuat orang sedunia terkaget-kaget.

Pada bulan Agustus 1972 semua orang Asia warga negara Inggris (60.000 orang) diberi waktu 90 hari untuk angkat kaki dari Uganda.

Tindakan itu diambil bukan karena rasialisme tapi karena ia ingin memberikan "kemerdekaan yang sesungguhnya kepada rakyat Uganda".

Yang langsung kalang-kabut tentu saja Inggris. Para pejabatnya repot menghubungi pemerintah Australia, Selandia Baru, dan negara persemakmuran lain untuk membicarakan penampungan.

Apalagi, pagi-pagi Kenya dan Tanzania sudah menyatakan "tidak terima tamu" terhadap orang-orang Asia yang diusir ini.

Para pengamat meragukan kemampuan orang Uganda untuk dalam waktu singkat menggantikan fungsi mereka sebagai pengendali roda perekonomian.

Sepuluh hari kemudian, keluar aturan tambahan: orang asing yang sudah berwarga negara Uganda pun mesti pergi. Jumlahnya sekitar 23.000 orang.

Sudah tentu orang keturunan asing yang lahir di Uganda kebingungan. Kalau mereka pergi, berarti status mereka akan menjadi tidak bernegara.

Sialnya lagi, India, Pakistan dan Bangladesh (negara asal mereka) pun menolak kedatangan mereka. Idi Amin benar-benar membuat banyak orang pusing.

Kegegeran belum surut, giliran orang asing Eropa yang pening tujuh keliling. Proses nasionalisasi dinyatakan mencakup juga hak milik mereka.

Untuk menghindari penyelundupan uang atau benda berharga melalui pos, Idi Amin memerintahkan pemeriksaan paket-paket tercatat ke luar negeri.

Bisa dimengerti bila keputusan drastis ini menciptakan krisis. Sementara sekitar 90% perdagangan dan industrinya dikuasai orang-orang Asia, orang Uganda sendiri masih sangat agraris.

, orang Uganda itu kurang modal, kecakapan, dan keterampilan.

Negara tanpa hukum

Milton Obote bukannya tidak merencanakan pengusiran orang Asia yang dirasakan terlalu kuat mencengkeram ekonomi Uganda. Tapi ia menargetkan waktu 5 tahun, menanti sampai orang Uganda siap.

Pemerintahan Idi Amin demikian kacaunya sampai menggerakkan Komisi Hukum Intemasional bersuara pada tanggal 7 Juni 1974: Uganda adalah negeri tanpa hukum!

Segala tindak-tanduknya dilaporkan kepada sekjen PBB masa itu, Kurt Waldheim.

Masyarakat intemasional boleh ribut-ribut, tapi yang merasakan penderitaan jelas rakyat Uganda sendiri.

Januari ‘75 pemerintah Uganda menaikkan harga-harga barang, namun pemilik toko yang berani menaikkan harga diancam akan ditembak mati.

Ketika para pemilik toko mengambil jurus tutup toko, turun instruksi dari Amin agar tentara mengambil alih toko yang berani tutup!

Salah satu puncak krisis ekonomi Uganda terjadi ketika menteri keuangannya, Emmanuel Wakheya, minta suaka ke Inggris. la tak tahan lagi.

Salah satu keluhannya, semua keputusan yang berkaitan dengan ekonomi diambil oleh Idi Amin dan rezim militernya.

Di awal tahun 1977 William Johnson menulis laporannya di Bangkok Post. "Setelah 4 tahun berkuasa, Presiden Idi Amin telah mengubah Uganda menjadi mimpi buruk. Dulu negeri itu pengekspor teh dan kopi, kini berhubung transportasi dan sistem administrasi macet, ratusan karung kopi teronggok membusuk di gudang menunggu diekspor. Sementara itu puluhan ribu ton diselundupkan ke Kenya."

"Dulu Uganda salah satu negara tersubur di Afrika, kini hasil pertanian begitu langkanya sampai penduduk kota pun mulai menanam tebu dan pisang. Sabun, gula, dan garam diperlakukan seperti emas, saking langkanya. Sementara di pedesaan produksi pertanian tetap berlimpah, penduduk kota tak dapat menikmati hasilnya. Lima tahun lalu beroperasi 298 bus yang dijalankan pemerintah. Karena kekurangan suku cadang, kini cuma 11 yang masih jalan."

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juni 1993)

(Baca juga: Kocak! Ini Kumpulan Sandi dan Kode Rahasia yang Digunakan Koruptor Sepanjang 2017!)

Artikel Terkait