Intisari-Online.com - Perang saudara di Guatemala selama tahun 1960-1996 bukan hanya sekedar menampilkan peluru dan kekerasan yang menewaskan ribuan penduduk asli.
Pemerintah memaksa puluhan ribu petani tinggal di desa percontohan yang diawasi ketat untuk mengisolasi mereka dari perlawanan gerilya.
Mereka dijanjikan jaminan kesehatan dan pelayanan lainnya tapi yang terjadi justru sebaliknya: dibiarkan mati karena kekurangan gizi dan penyakit yang harusnya bisa diobati.
Mereka tidak termasuk dalam jumlah korban yang terhitung dalam konflik brutal tersebut.
BACA JUGA: (Video) Pria Ini Hidup Sendirian Tanpa HP Selama Seminggu, Akhir Ceritanya Sangat Menyayat Hati
Sekarang, di dusun Santa Avelina, tubuh para korban kembali digali, diidentifikasi dan dikubur kembali.
Di antara jenazah adalah anak penduduk setempat yang meninggal akibat campak.
Penduduk tinggal di desa yang kecil dan rumah yang lantainya kotor.
Miguel Torres, seorang petani berusia 67 tahun, teringat bagaimana tentara menduduki desa dan di bawah ancaman menuduh penduduk setempat menjadi gerilyawan.
BACA JUGA: Kisah Raja Mataram yang Gemar Menghukum Musuhnya dengan Tangan Sendiri
Kemudian membunuh dan membuat mereka tinggal di desa percontohan.
Mereka ketakutan setiap hari karena jika tidak ada disana dalam seminggu, rumah mereka akan dibakar sampai jadi abu.
Source | : | washingtonpost.com |
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR