Sedangkan Harry Gold dan David dijatuhi hukumann 15 tahun penjara.
Bagi Irving Kaufman kesalahan Yulius-Ethel sangat fatal. Ia menilai kesalahan itu lebih buruk dibanding pembunuhan.
Apalagi bila bom atom itu bisa dibuat oleh Uni Soviet dalam bentuk lebih sempurna.
Mereka bisa menggunakannya dalam peperangan dan akan mengakibatkan jutaan rakyat tak berdosa jadi korban.
Kaufman malah melontarkan pernyataan sagat pedas, “kecitnaan mereka terhadap perkara ini lebih besar dibanding kecintaan mereka terhadap anak-anaknya”.
Oleh karena itu hukuman mati layak dijatuhkan meskipun anak mereka, Robert dan Michael, masih bocah dan sama sekali belum mengerti mengenai musibah yang sedang menimpa orangtuanya.
Putusan hakim langsung memunculkan kontroversi, apalagi banding yang dilakukan para pembela Yulius dan Ethel ke tingkat tertinggi, Supreme Court, hasilnya nihil. Mereka terkena pasal Espionage Act of 1917, “konspirasi dan tindakan spionase di masa perang yang ancamannya adalah hukuman mati”.
Kendati pada kenyataannya antara AS da Uni Soviet hanya terlibat Perang Dingin da bukan perang ofensif, keputusan pengadilan tak dapat diganggu gugat.
Mereka tetap diputuskan untuk menjalani hukuman mati pada 19 Juni 1953 berlokasi di penjara Sing Sing, New York.
Para pengacara Yulius-Ethel sebenarnya telah bekerja lebih dari dua tahun untuk paling tidak bisa menggagalkan putusan hukuman mati itu.
Upaya mereka mengajukan permohonan pengampunan ke Supreme Court berlangsung sampai 9 kali tapi hasilnya nihil.
Dua presiden AS yang memimpin di masa persidangan Yulius-Ethel, Harry S. Truman dan Dwight D Eisenhower juga tak mau memberikan grasi.
Permohonan pengampunan dan protes terhadap keputusan hukuman mati itu cukup banyak dan datang dari dalam serta luar negeri.
Salah satu di antaranya Paus Pius XII. Pemimpin umat katolik sedunia ini menyampaikan permohonan pembatalan hukuman mati itu secara tertulis.
Namun, pada Februari 1953, permohonan itu ditolak oleh Eisenhower.
Sejumlah tokoh ilmuwan yng menjadi tim di Manhattan Project, seperti Albert Einstein, termasuk yag turut memberi himbuan agar mereka dibebaskan.
Tapi himbauan para tokoh internasional ini juga ditolak.
Pada malam menjelang pelaksanaan hukuman mati lebih dari 5.000 orang berdemo di kota New York dan menolak pelaksanaan hukuman mati.
Akan tetapi aksi demo sepanjang malam itu tak mempengaruhi apapun.
Hukuman mati akhirnya dijatuhkan dan kotroversi terhadap kematian tragis Yulius-Ethel terus memanas.
Publik masih menganggap pengadilan dan pelaksanaan hukuman mati itu tidak fair.
Mereka memprotes hukuman mati yang dilakukan bukan disebabkan oleh kasus rahasia bom atom itu sendiri tapi karena “tekanan politik”.
Perang Korea, ancaman komunis dan demam Perang Dingin yang terus melanda AS sengaja dimanfaatkan sebagai kambing hitam.
Yulius-Ethel juga dianggap sebagai korban konspirasi mengingat bukti bahwa mereka telah mencuri dokumen rahasia lalu diberikan kepada seseorang tak perah bisa ditunjukkan.
(Baca juga: Israel 'Merdeka' karena Eropa Merasa Berutang Budi pada Bangsa Yahudi Sekaligus Ingin ‘Cuci Tangan’)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR