Advertorial

Meski Proteinnya Tinggi, Ada Bahaya Mengancam Dari Keong Sawah. Jangan Sampai Anda Salah Mengolahnya!

Ade Sulaeman

Editor

Menteri Pertanian, Amran Sulaiman sempat berkata bahwa tutut atau keong sawah bisa dikonsumsi karena memiliki protein tinggi. Tapi jangan sampai salah dalam mengelolanya.
Menteri Pertanian, Amran Sulaiman sempat berkata bahwa tutut atau keong sawah bisa dikonsumsi karena memiliki protein tinggi. Tapi jangan sampai salah dalam mengelolanya.

Intisari-Online.com - Keong Sawah, biasa disebut tutut atau kraca, sudah terkenal dengan kandungan proteinnya yang tinggi.

Keong sawah (Pila ampullacea) adalah sejenis siput air tawar dan mudah dijumpai di sawah, parit, serta danau.

Jangan sampai Anda salah antara keong emas dengan keong sawah karena keong emas, karena keong emas mengandung racum yang bisa membahayakan Anda.

(Baca juga: Luar Biasa! Bermodal Satu Tangan, Mantan Nelayan Ini Borong 5 Emas dan Pecahkan 3 Rekor ASEAN)

(Baca juga: Keren! Meski Punya Keterbatasan Fisik, Nur Ferry Berhasil Persembahkan 4 Emas Bagi Indonesia, Bahkan Memecahkan 3 Rekor)

Keong emas memiliki cangkang berwarna lurik kuning kecoklatan, sementara cangkang keong sawah berwarna hijau pekat hingga hitam.

Saat musim tanam padi, banyak keong sawah bisa ditemukan karena mereka gemar menyantap tanaman padi muda.

Menurut penelitian dari Positive Deviance Resource Centre, dalam 100gram keong sawah mengandung sejumlah kandungan gizi, yaitu :

12% protein, 217mg kalsium, 81 gram air dengan jumlah kolesterol rendah.

(Baca juga: Keong Mungkin Hanya Memiliki Dua Sel Otak Tapi Ia Jago dalam Pengambilan Keputusan)

Kandungan vitamin pada keong sawah cukup tinggi didominasi vitamin A, E, Niacin, dan folat.

Selain itu, keong sawah juga mengandung mikronutrien berupa mineral, terutama kalsium yang sangat dibutuhkan oleh manusia.

Keong sawah banyak dikonsumsi secara luas di berbagai wilayah di Asia Tenggara.

Di Indonesia, khususnya, banyak sekali daerah yang mengolah keong sawah menjadi makanan sehari-hari.

(Baca juga: Berjalan dengan Keong)

Contohnya di Purwokerto, keong sawah selalu jadi menu andalan berbuka puasa tiap bulan Ramadhan.

Di daerah Solo dan sekitarnya, keong sawah diolah menjadi rica-rica dan sate keong yang dijual hampir di seluruh amgkringan pinggir jalan.

Budaya mengonsumsi keong sawah memang sudah marak sejak zaman dahulu kala.

Mulanya keong sawah dikonsumsi karena rasanya yang enak dan murah, tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli karena sudah tersedia di sekitar masyarakat.

Meski kandungan proteinnya tinggi dan baik untuk tubuh, keong sawah juga sekaligus membawa bahaya.

Keong sawah biasanya kotor dan penuh lumpur sehingga rawan membawa parasit dan cacing.

Keong sawah juga membawa sisa pestisida di tubuhnya sehingga membuatnya beracun.

Tidak perlu khawatir, Anda tetap bisa mengonsumsi keong sawah, kok.

Cara mengolah keong sawah yang paling penting agar aman dikonsumsi adalah dengan mencuci bersih keong sawah.

Pertama, rendam keong sawah di air bersih selama 2 jam lalu sikat cangkang sampai bersih dari lumpur dan lumut.

Kedua, rebus keong sawah dengan air bersih mendidih selama 30 menit atau lebih dengan sedikit garam agar cacing dan bakterinya mati.

Setelah dua tahap pengolahan dasar tadi sudah Anda lakukan, keong sudah aman dikonsumsi.

Selanjutnya, Anda bisa mengolah keong sesuai keinginan Anda.

Anda bisa mengolahnya dengan bumbu rica seperti di Solo, atau bisa merebusnya dengan kuah kuning, semua terserah Anda.

Saat ini olahan keong sawah sedang dikembangkan karena potensinya yang besar dilihat dari harga ekonomis dan kandungan nutrisinya.

Jika diolah dengan benar, Anda bisa beralih untuk mendapat protein hewani dari keong sawah yang tentunya lebih hemat dari daging ayam maupun sapi.

Tertarik untuk mengonsumsi keong sawah? Coba yuk!

Artikel Terkait