"Sejalan dengan kota-kota dan negara-negara yang berupaya membangun rencana untuk mengurangi banjir, mereka harus berpikir 100 tahun ke depan jika ingin mengkaji risikonya dengan cara yang sama dilakukan perusahaan asuransi," kata Dr Erik Ivins.
"Peralatan baru ini memberikan cara bagi mereka untuk melihat lapisan es yang seharusnya paling mereka khawatirkan."
Dengan peralatan itu, terlihat juga peningkatan permukaan air laut yang signifikan akibat dari perubahan di lapisan es di sebelah bagian barat laut Greenland.
Seorang ilmuwan lain, Dr Eric Larour, mengatakan, ada tiga proses utama yang mempengaruhi "jejak permukaan laut" atau istilah untuk pola perubahan permukaan laut di seluruh dunia.
Proses yang pertama adalah grafiti.
"Hal itu (lapisan-lapisan es) ini adalah massa besar yang mengerahkan daya tarik ke laut," kata Dr Larour.
"Ketika es menyusut, daya tarik tersebut berkurang dan laut akan menjauh dari massa itu."
(Baca juga: Sedih, Anak Beruang Kutub Ini Tersesat Hingga Lebih dari 750 Km dari Habitat Aslinya)
"Sejalan dengan daya 'tarik-dorong' itu, daratan di bawah lapisan es yang mencair akan mengembang secara vertikal, karena sebelumnya ditekan lapisan es yang berat," tambah dia.
Faktor terakhir yang mempengaruhi adalah planet yang berputar.
"Anda bisa memikirkan Bumi yang berputar," kata Dr Larour. "Pada saat berputar, dia bergoyang dan pada saat massa di permukaan berubah, maka goyangannya juga berubah."
"Hal itu, pada gilirannya meredistribusi air ke seluruh Bumi."
Dengan memperkirakan semua faktor tersebut ke dalam kalkulasi, para peneliti mampu membangun sebuah peralatan prakiraan untuk kota-kota dunia tersebut.
"Kami bisa menghitung kepekaan yang tepat, untuk kota tertentu, tentang permukaan laut untuk setiap massa es di dunia," ujar Dr Larour kepada BBC.
Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul “NASA: Es di Kutub Mencair, Empat Kota di Indonesia Terancam”
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR