Rumahnya itu tidak sulit dicari. Selain berada di sebuah desa yang sunyi, di kebunnya terdapat barak sepanjang 15 meter, yang dicat merah jambu lembut.
Barak itu jadi arena para wargamer. Sejak Peter Gilder membuka arena bermain raksasa yang dilengkapi dengan koleksi boneka timahnya yang khas, berbagai macam bangsa dari seluruh penjuru dunia datang ke tempatnya.
Pengunjung paling banyak datang sekitar bulan April sampai Oktober.
Peter Gilder rupanya telah membuat hobinya menjadi usaha yang menguntungkan setelah ia pensiun.
Selain dia, ada lagi yang turut gembira. Dia adalah pemilik Hotel Southdown, yang terletak di pinggir danau rekreasi Filey, 6 kilometer dari pemandian Laut Utara.
Soalnya, para wargamer yang terdiri atas kaum pria tinggal di hotelnya. Biaya menginap selama seminggu di situ 600 mark, termasuk harga "main perang-perangan".
Ketika saya datang, musim liburan masih belum tiba. Namun di situ ada sembilan orang yang ramah, semuanya berasal dari Inggris, sedang main perang-perangan di atas dua buah meja yang masing-masing panjangnya 10 meter dengan lebar 2 meter.
Celah kecil yang memisahkan kedua meja tersebut diumpamakan sebuah sungai. Di atas meja tersebut, Peter Gilder juga membuat pemandangan alam yang terbuat dari styropor dan buntut kuda.
Tentara timah aneka warna di bawah bendera Prancis, Inggris, dan Prusia saling berhadapan di situ. Saya memilih masuk barisan tentara Napoleon.
Kesembilan pria yang berwajah pucat itu berdiri atau duduk di atas bangku tanggung. Mereka berdiskusi dan bertaruh.
Mereka menghitung mata dadu (1 - 3 = kehilangan satu biji, 4 - 6 = langsung memukul sasaran).
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR