Advertorial
Intisari-Online.com - Sanksi ekonomi dari PBB yang diterapkan kepada Korea Utara (Korut) dengan tujuan membuat pemeritah Korut membatalkan program nuklirnya rupanya terancam gagal.
Pasalnya meskipun pemerintah Korut menjadi sangat gusar atas sanksi eknomi PBB itu, rakyat Korut ternyata punya banyak cara untuk melawan sanksi ekonomi yang sebenarnya didalangi oleh AS itu.
Pemerintah AS memang sangat getol menerapkan sanksi ekonomi terhadap Korut.
AS bahkan sampai mengancam negara-negara yang masih melakukan perdagangan dengan Korut akan dihentikan kerja sama ekonominya oleh AS.
Tapi ancaman itu ternyata tidak mempan diterapkan oleh AS kepada Rusia dan China, mengingat kedua negara itu sebenarnya musuh dalam selimut.
(Baca juga: Ingin Pancing Reaksi Korut, Pesawat Pengebom Nuklir AS Tembakan Bom Tiruan di Perbatasan Korea)
(Baca juga: Wow, Korut Berhasil Bobol Data Rahasia Korsel, Termasuk Strategi AS-Korsel untuk Bunuh Kim Jong Un)
(Baca juga: Demi Hentikan Program Nuklir Korut, AS Ternyata Sering Beri Uang ke Negara Komunis Itu)
Faktanya saat ini pasukan Rusia dan NATO serta AS sudah saling berhadapan di Eropa Timur (perbatasan Rusia dan Ukraina) sementara kekuatan tempur laut militer China juga sudah saling berhadapan dengan kekuatan militer AS di perairan Laut China Selatan.
Secara geografis Rusia dan China hanya dibatasi oleh Sungai Tumen dengan Korut dan selama ini pula dari sungai itu, warga Korut biasa menjual ikan laut (sea food) khususnya kepiting yang sangat disukai warga China.
Maka di sepanjang Sungai Tumen itu sanksi ekonomi yang diberlakukan PBB benar-benar tidak mempan karena militer China atau Rusia malas melakukan penegakan hukum pelarangan dagang mengingat hasil laut dari Korut sangat dibutuhkan oleh warga China serta Rusia.
Soal perdagangan kepiting yang memiliki ukuran raksasa dari Korut ke China dan nilai jualnya mencapai 300 juta dollas AS per tahun, Presiden AS Donald memang sudah melancarkan protes keras ke China.
“China tidak sungguh-sungguh dalam menerapkan sanksi ekomi ke Korut. China masih membeli apa saja hasil laut dari Korut. Itu sangat memalukan,” kecam Trump melalui akun twiternya.
(Baca juga: Di Tengah Ancaman Rudal Nuklir Korut, AS Justru Bersaing Membuat Rudal Hipersonik dengan Rusia dan China)
(Baca juga: Hindari Senjata Anti Rudal AS, Korut Berencana Serang AS Mengunakan Rudal Jelajah Lewat Ruang Udara Rusia)
(Baca juga: Akan Gelar Olimpiade Musim Dingin yang Berjarak ‘Hanya’ 80 KM dari Korut, Korsel Siapkan Ribuan Pasukan)
Tapi sesungguhya, pemerintah China memang mengalami kesulitan untuk melarang perdagangan hasil laut Korut yang dijual ke China di sepanjang Sungai Tumen.
Pasalnya warga China dan Korut di sepanjang Sungai Han memang merupakan masyarakat yang jago menyelundupkan barang.
Hasil laut dari Korut dibeli harga dengan harga miring oleh warga China di sepanjang Sungai Tumen lalu dijual ke perkotaan dengan harga lebih tinggi.
Namun yang jelas, milyaran penduduk China memang membutuhkan banyak makanan dan salah satu makanan favorit mereka adalah kepiting-kepiting raksasa dari Korut.
Jadi demi mendapatkan kepiting raksasa itu, baik warga China maupun Korut yang tinggal di sepanjang Sungai Tumen, jelas tidak mau menggubris sanksi ekonomi yang telah dijatuhkan PBB kepada Korut sejak bulan Agustus 2017 lalu.
Pemerintah China sendiri berpendapat sanksi ekonomi ke Korut hanya akan mengakibatkan krisis kemanusian, oleh karena itu menjadi maklum jika pemeritah China hanya bisa melaksanakan sanksi ekonominya secara “tidak serius”.