Advertorial

Jika AS Cuma Bisa Perang Mulut, Inggris Sudah Kirimkan Kapal Induk Terbesarnya ke Semenanjung Korea

Ade Sulaeman

Editor

Intisari-Online.com - Ketika pada Minggu (8/10) Presiden Donald Trump mengatakan bahwa tampaknya hanya serangan militer yang bisa menyelesaikan konflik antara Korut dan AS, Inggris sebagai sekutu paling setia AS justru langsung bereaksi terlebih dahulu.

Inggris yang baru saja selesai memproduksi kapal induk terbesarnya, HMS Queen Elizabeth, rupanya sudah gatal untuk mencoba mesin perangnya yang baru itu ke Semenanjung Korea.

Kejengkelan Inggris terhadap Korut sebenarnya bukan dipicu oleh “perang mulut” antara Presiden Trump dan pemimpin Korut Kim Jong Un yang suka saling ejek “seperti anak-anak TK”, tapi karena Korut sudah terang-terangan akan menyerang Australia menggunakan rudal nuklir.

Australia sebagai negara persemakmuran Inggris jika mendapat ancaman serangan dari negara lain pasti akan dibantu oleh Inggris dan juga AS

Apalagi antara Australia, Inggris, dan AS juga merupakan negara yang secara militer sudah bersekutu sejak PD I.

Jika Inggris mengirimkan kapal induk HMS Queen Elisabeth ke Semenanjung Korea kekuatan tempur yang diturunkan sebenarnya sangat besar karena pelayaran kapal induk selalu diiringi oleh kapal-kapal perang pengawalnya.

Kapal pengiring atau pengawal kapal induk (carrier escort group) itu antara lain sejumlah kapal perusak (destroyer). Frigate, kapal logistik, kapal penyapu ranjau, dan lainnya.

HMS Queen Elizabeth
Kapal induk HMS Queen Elizabeth sendiri merupakan kapal perang super berbobot lebih dari 70.000 ton yang bisa membawa 40 pesawat tempur berbagi jenis, 250 pasukan marinir, dilengkapi berbagai sistem radar canggih, dan lainnya.

Terlepas dari keputusan Presiden Trump yang menurut pengamat militer dunia, jika AS menyerang Korut bisa memicu Perang Dunia III, tampaknya pemimpin Korut Kim Jong Un tidak begitu peduli.

(Baca juga:Demi Hentikan Program Nuklir Korut, AS Ternyata Sering Beri Uang ke Negara Komunis Itu)

Kim Jong Un malah mengancam akan menguji coba rudal balistik yang jarak jangkaunya bisa mencapai Pantai Barat (West Coast) AS.

Bersamaan dengan ancaman serangan militer dari Presiden Trump, Kim Jong Un bahkan sedang memperbaiki sistem kepemimpin Korut.

Agar kekuasaan atas Korut makin absolut di tangan keluarganya sendiri Kim Jong Un telah mengangkat adik perempuannya, yakni Kim Yo Jung, sebagai direktur propaganda dan agitasi.

Kim Yo Jung selain diagkat sebagai direktur propaganda juga sekaligus menjabat sebagai sekretaris Patai Pekerja Korut.

Jabatan baru Kim Yo Jung itu menggantikan jabatan bibinya, Kim Kyong Hui, yang oleh Kim Jong Un dikategorikan sebagai “keluarga dari luar”.

(Baca juga:Di Tengah Ancaman Rudal Nuklir Korut, AS Justru Bersaing Membuat Rudal Hipersonik dengan Rusia dan China)

Kim Jong Un memang dikenal tak segan-segan untuk memberhentikan saudara-saudaranya dari jabatan penting atau mengeksekusi orang-orang yang masih ada hubungan keluarga demi melangggengkan kekuasaanya.

Misalnya, Kim Jong Un pada tahun 2013 telah mengeksekusi pamannya sendiri, Jan Song Thaek yang dianggap sebagai pengkhianat dan mengirim pembunuh bagi kakak tirinya sendiri, Kim Jong Nam.

Kim Jong Nam akhirnya terbunuh ketika berada di Malaysia pada bulan Februari 2017 .

Dari cara matinya Kim Jong Nam, menunjukkan bahwa ia telah dihabisi oleh agen rahasia Korut dengan teknik pembunuhan ala era Perang Dingin.

Dengan karakter Kim Jong Un yang tidak mengenal kompromi itu dan didukung oleh rakyat Korut yang begitu loyal dan fanatik terhadap pemimpinnya, maka jika sampai terjadi peperangan pasukan AS dan sekutunya sebenarnya akan berhadapan dengan pasukan tempur yang memiliki mental era Perang Dingin.

Yakni pasukan tempur yang militan, kejam dan brutal karena mereka telah menjalani cuci otak selama bertahun-tahun dan hanya bisa bertempur seperti robot demi kejayaan Kim Jong Un.

Artikel Terkait