Pangkat Rudel pun dinaikkan menjadi letnan kolonel. Meskipun berpangkat Letkol dan menjabat perwira eksekutif, Rudel tetap melaksanakan terbang tempur hingga mencapai 2.400 sorti dan berhasil menghancurkan 460 tank Soviet.
Kendati sempat tertembak jatuh lagi dan kaki kanannya mengalami cedera. Rudel tetap turun di medan laga.
Atas prestasi yang luar biasa itu, komandan Rudel, Kolonel Jenderal Ferdinand Schorner sampai mengklaim bahwa kemampuan seorang diri Rudel setara dengan satu divisi pasukan Jerman.
Pada 1 Januari 1945 di Markas Besar Nazi, Eagle Nest, Rudel menghadap para petinggi militer Nazi seperti Kolonel Jenderal Alfred Jodl, Grand Admiral Karl Donitz, Field Marshal Wilhem Keitel, dan Imperial Marshall Herman Goring untuk menerima penghargaan paling tertinggi dan baru diberikan kepada satu orang, Rudel sendiri, Golden Oak Leaves with Sword and Diamonds to the Knight Cross.
Rudel semula menolak penghargaan itu, tapi Hitler yang paham maksud Rudel langsung memerintahkan Rudel terbang tempur lagi mengingat posisi pasukan Nazi saat itu sudah makin terdesak.
“Rakyat Jerman membutuhkanmu,” pinta Hitler.
Dengan menyandang pangkat kolonel, Rudel terbang tempur lagi dengan target menghancurkan tank-tank Soviet yang terkenal sangat tangguh, T-34/85.
Kaki kanan Rudel masih terluka tapi sejumlah tank T-34/85 berhasil dilumpuhkannya.
Pada 8 Februari, ketika sedang bertempur di atas Sungai Oder, Stuka Rudel tertembak meriam antipesawat kaliber 40 mm dan lagi-lagi harus melakukan pendaratan darurat.
Gunner Ernst Gadermann sempat mendengar perintah pendaratan darurat Rudel tapi dirinya sangat terperanjat ketika Rudel bilang bahwa kaki kanannya hilang.
Dalam kondisi setengah sadar, Rudel berhasil melakukan pendaratan darurat dengan dibantu gunner-nya.
Karena luka kakinya yang begitu parah, mulai dari bawah lutut kaki Rudel akhirnya diamputasi. Rudel sendiri kemudian menjalani perawatan di salah satu bunker yang berada di Berlin.
Sementara itu, pasukan Sekutu dan Soviet sudah mulai memasuki wilayah Jerman, dan karena situasi yang membutuhkan, Rudel yang kini berjalan dibantu tongkat memutuskan untuk terbang tempur lagi.
Hitler bahkan memintanya untuk menjadi komandan skadron jet tempur Me-262 Nazi.
Tapi permintaan itu tak bisa dipenuhi Rudel mengingat tak ada harapan lagi bagi Jerman untuk memenangkan perang.
Pada situasi yang makin kritis, Rudel bahkan menawarkan Hitler untuk melarikan diri dengan Stuka yang dipilotinya.
Tapi Hitler menolaknya dan tak lama kemudian Hitler dinyatakan tewas karena bunuh diri.
Unit SgT 2 yang dipimpin Rudel sesungguhnya masih bertempur hingga Jerman menyatakan menyerahkan kepada pasukan Sekutu.
Rudel dan sejumlah pilot Stuka lalu memilih menyerahkan diri dengan cara mendarat darurat di pangkalan yang telah dikuasai pasukan AS.
Pilihan Rudel untuk menyerah kepada pasukan AS ternyata merupakan langkah yang tepat karena ia merupakan salah satu pilot Luftwaffe yang selamat paska PD II.
Rudel kemudian pindah ke AS dan menjadi waga negara resmi serta menjadi sahabat dekat presiden Argentina Juan Peron dan ditaktor Paraguay, Alfredo Stossner yang masih sepaham dengan pandangan politik Hitler.
Kendati hanya memiliki satu kaki Rudel masih menunjukkan ketangguhannya dengan bermain tenis, main ski, dan mendaki gunung.
Tahun 1953, mantan pilot pembasmi tank itu kembali ke Jerman Barat dan menjadi tokoh partai yang masih mempunyai pandangan politik seperti Nazi, German Reich Partai.
Kegiatan politik Rudel terus berlangsung hingga tahun 1980-an.
Mantan pilot Stuka yang telah melaksanakan terbang tempur sebanyak 2.530 sorti dan berhasil menghancurkan satu kapal perang, satu penjelajah, satu perusak, 70 kapal pendarat, 800 kendaraan tempur, 150 pangkalan meriam, sejumlah kereta api dan jembatan, sembilan pesawat tempur, dan 519 tank serta pernah tertembak jatuh sebanyak 30 kali itu meninggal di kota Rosenheim pada 1982 dan dimakamkan di kawasan Dornhausen pada 22 Desember.
Dua pesawat Phantom milik AU Jerman Barat melakukan terbang flypast untuk menghormati pilot legendaris yang telah pergi itu.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR