Advertorial

Hans-Ulrich Rudel, Pilot Satu Kaki Andalan Hitler yang Hancurkan Lebih dari 400 Tank Sepanjang Kariernya

Ade Sulaeman

Editor

Prestasi tempur Rudel makin menghebat ketika pada 23 September 1941, pilot tempur yang dikenal tidak banyak bicara itu berhasil menjatuhkan bomnya tepat di bagian dek kapal perang Soviet.
Prestasi tempur Rudel makin menghebat ketika pada 23 September 1941, pilot tempur yang dikenal tidak banyak bicara itu berhasil menjatuhkan bomnya tepat di bagian dek kapal perang Soviet.

Intisari-Online.com - Pasukan Nazi Jerman dikenal memiliki pilot-pilot tempur yang luar biasa salah satunya adalah Hans-Ulrich Rudel.

Ketika bergabung sebagai pilot tempur di sejumlah skadron AU Nazi Jerman (Luftwaffe), Hans-Ulrich Rudel sempat mengalami kesulitan adaptasi dan ditempatkan di posisi non kombatan.

Tapi sewaktu Nazi Jerman menyerbu Uni Soviet, Rudel yang menerbangkan pesawat pengebom justru menunjukkan kehebatannya.

Sebagai pilot pesawat tempur pengebom tukik jenis Junkers Ju-87D Stuka, sasaran yang harus dihantam Rudel memang bukan pesawat lawan melainkan tank-tank tempur yang berada di darat.

Tapi jika ada kesempatan sasaran Rudel bukan hanya tank, pesawat lawan atau kapal perang juga bisa dihajarnya.

Pesawat Ju-87D Stuka yang dipiloti Rudel dipersenjatai dua meriam kaliber 37 mm antitank yang terpasang di bawah kedua sayapnya dan bom yang dipasang di bawah fuselage.

Saat sedang berada di udara untuk mencari mangsa, meriam antitank bisa dipergunakan menembak pesawat musuh dan selama kariernya sebagai pilot tempur spesialis pembasmi tank, Rudel berhasil menembak jatuh sembilan pesawat musuh.

Namun, jumlah tank yang berhasil dihancurkan Rudel jauh lebih besar, sekitar 400 unit atau sama dengan kekuatan 3 korps pasukan tank (kavaleri).

Misi terbang tempur yang pertama kali dijalani Rudel pada 23 Juni 1941 ketika Nazi Jerman menggelar Operation Barbarossa untuk menguasai wilayah Soviet.

Sebagai pilot pesawat pembom tukik Stuka, Rudel mulai meunjukkan kemahirannya bermanuver sehingga menjadi pilot paling jempolan di skadronnya.

Ciri khas manuver terbang tukik Rudel adalah menukik vertikal begitu rendah ke sasarannya sehingga rawan oleh tembakan meriam antipesawat musuh.

Tapi berkat manuver ekstremnya itu, Rudel selalu berhasil menghantam tepat targetnya. Komandan Rudel, Kapten Ernst Siegfried Steen mempunyai komentar sendiri mengenai anak buahnya yang terlalu berani itu.

“Dia memang pilot paling hebat di skadron kami. Tapi cara bertempur seperti itu akan membuatnya berumur pendek,” sebuah komentar penuh kekaguman dan sekaligus kekhawatiran yang wajar.

Berkat keberanian bermanuver ekstrem itu dalam bulan pertama bertempur di atas ruang udara Soviet, Rudel bukannya mendapat celaka tapi malah mendapat penghargaan elit, Cross First Class. Mulai sajak itu, nama Rudel pun menjadi pamor di StG 2.

Prestasi tempur Rudel makin menghebat ketika pada 23 September 1941, pilot tempur yang dikenal tidak banyak bicara itu berhasil menjatuhkan bomnya tepat di bagian dek kapal perang Soviet, Marat, yang sedang berlayar di Teluk Finlandia.

Kapal perang Marat yang sedang menuju Kronstadt Harbour guna memecahkan kepungan pasukan Nazi Jerman di Leningrad itu gagal melaksanakan missinya akibat gempuran bom seberat 1.000 kg yang dijatuhkan Rudel sehingga mengalami rusak parah.

Kapal perang Marat kemudian dihela menuju Kronstadt Harbour untuk diperbaiki. Keesokan harinya, ketika Marat sedang ditarik oleh penjelajah berat Kirov menuju Konstadt Harbour, pesawat pengintai Nazi berhasil memergokinya.

Pilot-pilot Stuka StG 2 yang dipimpin oleh Kapten Steen pun kembali mengudara untuk melakukan pengejaran dan kali ini dengan membawa bom seberat 2.000 kg. Rudel yang terbang dengan backseater Sersan Alfred Scharnowski mengucapkan tekad bulatnya untuk segera mungkin menenggelamkan Marat.

Setelah formasi terbang tempur Stuka berhasil menemukan Marat yang sedang dihela penjelajah berat Kirov, formasi Stuka segera memecah diri untuk membentuk formasi penyerang.

Sebaliknya begitu melihat kehadiran Stuka, meriam-meriam antipesawat baik dari Marat maupun Kirov segera memuntahkan pelurunya tanpa henti. Ledakan peluru meriam yang gagal mengenai sasaran bertebaran di Sekitar Stuka StG 2 yang kini, di bawah pimpinan Kapten Steen terbang menukik menuju posisi Marat.

Rudel yang terbang mengekor di belakang Stuka Kapten Steen bisa melihat jelas peluru-peluru meriam antipesawat yang melesat di kanan kiri pesawat.

Dalam formasi serangan seperti itu peran komandan penyerbu seolah sebagai tameng bagi pesawat yang terbang di belakangnya dan bertugas menjatuhkan bom secara akurat.

Kapten Steen berkali-kali melaksanakan pengereman agar posisi terbang Stuka-nya berada di bawah lintasan garis tembakan meriam.

Cara pengereman serupa juga diikuti oleh Rudel secara cermat karena salah ketinggian dan posisi, peluru-peluru meriam antipesawat pasti menghantam Stuka-nya.

Tiba-tiba Rudel melaksanakan manuver vertikal ekstremnya dengan cara terbang melintas di samping Stuka Steen sehingga rear gunner Sersan Helmut Lehmann yang tampak terkejut dan khawatir bisa terlihat secara jelas.

Stuka Rudel terus menukik menuju Marat yang fisiknya tampak makin jelas dan backseater Alfred Scharnowski pun mulai mengaktifkan sistem pelepas bom otomatisnya.

Beberapa detik kemudian bom seberat 2.000 kg pun meluncur menuju Marat.

Ledakan hebat yang memunculkan pilar asap setinggi 1.200 kaki tampak begiu jelas dari pengamatan backseater Alfred yang kemudian mengonfirmasikan kepada Rudel.

Hantaman bom seberat 2.000 kg yang jatuh tepat di ruang amunisi Marat langsung memunculkan kebakaran hebat disusulnya tenggelamnya Marat.

Tapi karena berada di perairan dangkal tubuh Marat tidak tenggelam sepenuhnya dan meriam-meriam antipesawatnya masih bisa dioperasikan.

Beberapa bulan kemudian Marat bahkan berhasil diapungkan dan menjadi pangkalan meriam untuk mempertahankan Leningrad.

Setelah berhasil melumpuhkan Marat, semua Stuka melaksanakan konsolidasi dan bersiap untuk melaksanakan sorti berikutnya dengan target menenggelamkan Kirov.

Tapi sewaktu Stuka kapten Steen melakukan persiapan take off, rodanya terperosok di tanah yang gembur sehingga gagal terbang.

Akibatnya, ketika semua Stuka akhirnya berhasil mengudara ternyata ada waktu yang terbuang dan kapal penjelajah Kirov yang berlayar dengan kecepatan penuh sudah berada di dekat pangkalannya.

Bom-bom yang kemudian dijatuhkan Stuka juga gagal mengenai sasaran dan jatuh di sepanjang pinggiran pantai.

Misi bombardemen yang dilancarkan Stuka di atas Stalingrad berlangsung hingga 16 bulan.

Dalam misi bombardemennya guna mendukung gerak maju pasukan darat Nazi dari Sixth Army, Stuka tak hanya membom sasaran vital tapi juga menyapu pasukan darat Soviet menggunakan senapan mesinnya.

Dalam upaya pasukan Sixth Army mengepung dan menggempur Stalingrad setiap Stuka melancarkan misi tempur sebanyak 15 sorti setiap harinya.

Upaya Sixth Army untuk mengusai Stalingrad ternyata tidak mudah dan kota kebanggaan Stalin yang kini tinggal reruntuhan itu justru menjadi benteng pertahanan yang efektif bagi pasukan Soviet.

Tank-tank T-34 Soviet yang kemudian bermunculan bahkan berhasil menggoyahkan pengepungan Sixth Army dan menjadi tantangan tersendiri bagi Stuka.

Untuk melumpuhkan tank-tank Soviet yang jumlahnya tak pernah habis itu, Luftwaffe mempertimbangkan tidak lagi menggunakan bom yang dijatuhkan oleh Stuka melainkan dengan memasang dua kanon kaliber 37 mm.

Penggunaan kanon penghancur tank itu diharapkan mampu menghancurkan lebih banyak tank dalam setiap sorti tempur dibandingkan menggunakan bom yang jumlahnya terbatas.

Pesawat Stuka yang bertugas sebagai penghancur tank itupun dimodifikasi dan berubah menjadi tipe Ju-87G-2.

Rudel yang hingga Februari 1943 telah melaksanakan misi tempur sebanyak 1.000 sorti kemudian dikirim ke Jerman untuk melaksanakan tes terbang tempur terhadap kemampuan Ju-87G-2.

Dalam misi pertamanya, Rudel yang sudah banyak berlatih menggunakan Ju-87 G tapi manuvernya tidak selincah Stuka sebelumnya, Ju-87D, ternyata tertembak meriam antipesawat.

Tapi gempuran meriam Rusia hanya merusakkan Ju-87 G dan Rudel sendiri tidak tewas. Ia bahkan berhasil mendarat darurat di front Kuba dan melanjutkan bertempur lagi serta sukses menghancurkan sejumlah tank.

Berkat keberanian dan kemahirannya mengoperasikan Ju-87 G tersebut.

Rudel kemudian mendapat pangkat Kapten serta sekaligus mendapat penghargaan prestisius Knigt Cross yang diberikan langsung oleh Hitler.

Kemampuan Rudel mengoperasikan Ju-87 G makin teruji ketika Hitler melancarkan Operation Citadel.

Operasi tempur besar-besaran ini didominasi oleh duel ribuan tank dan dikenal sebagai Battle of Kurks yang berlangsung pada Juli 1943.

Pada sorti pertama misi tempurnya, Rudel terbang berputar-putar di belakang barisan tank Soviet dan kemudian menukik menyerang dari arah samping di ketinggian rendah.

Dalam serangan yang pertama itu, Rudel yang terbang begitu rendah berhasil melumpuhkan empat tank Soviet.

Rudel terus bertempur sepanjang hari dan jumlah total tank Soviet yang berhasil dihancurkan sebanyak 12 unit atau sama dengan satu kompi tank.

Taktik terbang rendah Rudel sebenarnya sangat berbahaya karena selain beresiko terkena tembakan meriam antipesawat, Stuka Ju-87 G Rudel juga bisa terkena ledakan dari tank yang berhasil ditembaknya.

Kehebatan Rudel dalam aksi heroik menghancurkan tank-tank Soviet makin terkenal dan menjadi pahlawan bagi pasukan Nazi Jerman yang sesungguhnya sedang mengalami kesulitan untuk memukul mundur pasukan Soviet.

Atas prestasinya yang luar biasa itu, Rudel kemudian diangkat menjadi komandan wing dan memiliki keleluasaan membentuk skadron elite pembasmi tank Soviet, Stuka Fire Brigade.

Skadron elite yang dipimpin Rudel itu langsung menunjukkan hasilnya.

Selama November 1943, Stuka Fire Brigade yang melancarkan serangan sebanyak 1500 sorti berhasil menghancur lebih dari 100 tank Soviet

Tidak hanya nama Rudel yang populer backseater-nya, penembak meriam Sersan Erwin Hentschel juga sangat dikenal di lingkungan Luftwaffe.

Berkat kehebatan Stuka Fire Brigade dalam membasmi tank Soviet, untuk sementara, ofensif balasan yang dilancarkan pasukan Soviet secara besar-besaran dengan mengerahkan divisi lapis baja bisa ditahan.

Tapi datangnya musim dingin yang demikian parah, menyebabkan penerbangan misi tempur Stuka untuk sementara juga terpaksa dihentikan.

Meskipun musim dingin di Rusia begitu dahsyat dan tidak memungkinkan pesawat tempur mengudara, Rudel bersama backseater Hentschel tetap nekad menerbangkan Stuka untuk melancarkan misi pengintaian.

Penerbangan nekad itu akhirnya menemui kendala juga. Akibat kabut musim dingin yang demikian tebal, Rudel sempat mengalami kesulitan navigasi sehingga tersasar dan kekurangan bahan bakar serta tidak memungkinkan untuk mendarat di pangkalan.

Rudel lalu memutuskan untuk mendarat darurat di jalan raya yang saat itu dipenuhi truk militer Nazi Jerman yang sedang melaju menembus musim dingin Rusia yang kian parah.

Setelah sejumlah truk susah payah disingkirkan, Rudel berhasil mendaratkan Stuka-nya secara mulus dan kemudian melaju di jalan raya selayaknya mengemudikan mobil. Para pengemudi truk militer Nazi yang dibuat kaget atas melajunya Ju-87G sempat mengira bahwa pesawat tempur yang dilihatnya merupakan pesawat hantu.

Jalan raya memang sempat diblokir dan semua pasukan darat Nazi hanya bisa patuh mengingat Rudel menyandang Knight Cross di kerah bajunya.

Rudel pun segera bertindak cepat. Ia memerintahkan Hentschel menjaga pesawat sementara dirinya dengan meminjam sebuah truk selanjutnya melaju ke pangkalan untuk mengambil bahan bakar.

Setelah bahan bakar didapatkan Rudel menerbangkan Stuka-nya yang berhasil lepas landas dari jalan raya secara mulus diiringi tepuk tangan para sopir truk milier Nazi Jerman.

Pada bulan Maret 1944 bersamaan dengan perayaan Luftwaffe untuk merayakan hari jadi Stuka sebagai pesawat pembom tukik.

Rudel yang sudah berpangkat Mayor bertempur di atas Sungai Dniester, yang lokasinya dekat kota Nikolayev, Ukraina.

Pada sorti tempurnya yang ke delapan ia melihat salah satu rekannya mendarat darurat di seberang Dniester yang dikuasai pasukan Soviet.

Rudel lalu memutuskan mendarat di samping pesawat rekannya tersebut dengan maksud menolong.

Upaya menolong rekan yang pesawatnya jatuh itu lazim dilakukan pilot-pilot Luftwaffe dan umumnya berhasil.

Rudel pun berhasil mendaratkan Stuka-nya dan rekan yang semula mendaratkan Stuka-nya serta rekan yang semula mendarat darurat langsung naik ke kanopinya.

Tapi sewaktu akan take off, Stuka Rudel mengalami kelebihan beban sehingga terbangnya oleng dan kemudian terjerembab di atas lumpur yang membentang di sepanjang pinggiran Sungai Dniester.

Terperosoknya Stuka yang disusul oleh tiga orang Jerman yang melarikan diri itu dilihat oleh sejumlah tentara Soviet yang kemudian memburu dan menembakinya.

Di bawah tembakan gencar pasukan Rusia yang jumlahnya makin bertambah tak ada pilihan lain bagi Rudel dan dua rekannya yang masih dalam kondisi full gear terus lari.

Mereka bertiga menuruni tebing Sungai Dniester, menyelinap di antara batu-baru, kemudian melompat ke air yang sedang dalam kondisi nyaris membeku, melepas sepatu, lalu berenang menyeberang.

Saat itu Sungai Dniester yang sedang dalam kondisi banjir luasnya lebih dari 500 meter dan wilayah seberang sungai yang sedang dituju Rudel masih dikuasai pasukan Soviet.

Tapi berkat kemampuannya dalam olah raga atletik, Rudel berhasil menyeberang sekaligus menolong gunner-nya Hentchel, mencapai daratan.

Rekan yang semula akan diselamatkan ternyata berhasil ditangkap pasukan Soviet. Rudel yang kemudian tertembak di bahunya terus melanjutkan pelariannya bersama Hentschel dan berusaha mencari perlindungan di kawasan pedesaan yang masyarakatnya secara politik tidak mendukung Stalin.

Hentchel yang kebetulan lulusan sekolah kedokteran sangat membantu meringankan luka-luka Rudel.

Pasukan Soviet yang dijanjikan hadiah sebesar 100.000 rubel oleh Stalin untuk menangkap Rudel hidup atau mati terus memburunya tapi hasilnya nihil.

Rudel dan Hentchel yang sudah dalam kondisi kepayahan dan terus berlari tanpa memakai sepatu akhirnya berhasil menerobos perbatasan Soviet lalu memasuki wilayah yang dikuasai pasukan Jerman.

Tak lama kemudian, Rudel sudah menerbangkan Stuka lagi untuk menghancurkan tank-tank Soviet.

Pada sorti tempurnya yang ke 1.800 kali, Rudel kembali menunjukkan ketangguhannya.

Dalam sehari Rudel berhasil menghancurkan 17 tank Soviet dan atas prestasinya itu Hitler memanggilnya dan memberikan penghargaan tertinggi Diamonds Knight Cross.

Untuk sementara Hitler sebenarnya melarang Rudel terbang lagi. Tapi Rudel menolak tawaran Hitler karena bagi dirinya lebih baik menyerahkan semua penghargaan jika tidak diizinkan terbang.

Karena pada kenyataannya, Nazi Jerman yang mulai terdesak sedang membutuhkan figur pahlawan di front Eropa Timur, pada musim panas 1944, Rudel diizinkan bertempur lagi.

Pada misi tempurnya yang genap 2.000 sorti, Rudel telah berhasil menghancurkan 300 tank musuh.

Tapi ketika Rudel tengah bertempur bersama gunner Ernst Gadermann, pesawatnya tertembak jatuh di atas Latvia dan mengalami luka yang cukup serius.

Namun begitu sembuh Rudel terbang tempur lagi dan tank Soviet yang berhasil dihancurkan telah mencapai angka 320 unit.

Pangkat Rudel pun dinaikkan menjadi letnan kolonel. Meskipun berpangkat Letkol dan menjabat perwira eksekutif, Rudel tetap melaksanakan terbang tempur hingga mencapai 2.400 sorti dan berhasil menghancurkan 460 tank Soviet.

Kendati sempat tertembak jatuh lagi dan kaki kanannya mengalami cedera. Rudel tetap turun di medan laga.

Atas prestasi yang luar biasa itu, komandan Rudel, Kolonel Jenderal Ferdinand Schorner sampai mengklaim bahwa kemampuan seorang diri Rudel setara dengan satu divisi pasukan Jerman.

Pada 1 Januari 1945 di Markas Besar Nazi, Eagle Nest, Rudel menghadap para petinggi militer Nazi seperti Kolonel Jenderal Alfred Jodl, Grand Admiral Karl Donitz, Field Marshal Wilhem Keitel, dan Imperial Marshall Herman Goring untuk menerima penghargaan paling tertinggi dan baru diberikan kepada satu orang, Rudel sendiri, Golden Oak Leaves with Sword and Diamonds to the Knight Cross.

Rudel semula menolak penghargaan itu, tapi Hitler yang paham maksud Rudel langsung memerintahkan Rudel terbang tempur lagi mengingat posisi pasukan Nazi saat itu sudah makin terdesak.

“Rakyat Jerman membutuhkanmu,” pinta Hitler.

Dengan menyandang pangkat kolonel, Rudel terbang tempur lagi dengan target menghancurkan tank-tank Soviet yang terkenal sangat tangguh, T-34/85.

Kaki kanan Rudel masih terluka tapi sejumlah tank T-34/85 berhasil dilumpuhkannya.

Pada 8 Februari, ketika sedang bertempur di atas Sungai Oder, Stuka Rudel tertembak meriam antipesawat kaliber 40 mm dan lagi-lagi harus melakukan pendaratan darurat.

Gunner Ernst Gadermann sempat mendengar perintah pendaratan darurat Rudel tapi dirinya sangat terperanjat ketika Rudel bilang bahwa kaki kanannya hilang.

Dalam kondisi setengah sadar, Rudel berhasil melakukan pendaratan darurat dengan dibantu gunner-nya.

Karena luka kakinya yang begitu parah, mulai dari bawah lutut kaki Rudel akhirnya diamputasi. Rudel sendiri kemudian menjalani perawatan di salah satu bunker yang berada di Berlin.

Sementara itu, pasukan Sekutu dan Soviet sudah mulai memasuki wilayah Jerman, dan karena situasi yang membutuhkan, Rudel yang kini berjalan dibantu tongkat memutuskan untuk terbang tempur lagi.

Hitler bahkan memintanya untuk menjadi komandan skadron jet tempur Me-262 Nazi.

Tapi permintaan itu tak bisa dipenuhi Rudel mengingat tak ada harapan lagi bagi Jerman untuk memenangkan perang.

Pada situasi yang makin kritis, Rudel bahkan menawarkan Hitler untuk melarikan diri dengan Stuka yang dipilotinya.

Tapi Hitler menolaknya dan tak lama kemudian Hitler dinyatakan tewas karena bunuh diri.

Unit SgT 2 yang dipimpin Rudel sesungguhnya masih bertempur hingga Jerman menyatakan menyerahkan kepada pasukan Sekutu.

Rudel dan sejumlah pilot Stuka lalu memilih menyerahkan diri dengan cara mendarat darurat di pangkalan yang telah dikuasai pasukan AS.

Pilihan Rudel untuk menyerah kepada pasukan AS ternyata merupakan langkah yang tepat karena ia merupakan salah satu pilot Luftwaffe yang selamat paska PD II.

Rudel kemudian pindah ke AS dan menjadi waga negara resmi serta menjadi sahabat dekat presiden Argentina Juan Peron dan ditaktor Paraguay, Alfredo Stossner yang masih sepaham dengan pandangan politik Hitler.

Kendati hanya memiliki satu kaki Rudel masih menunjukkan ketangguhannya dengan bermain tenis, main ski, dan mendaki gunung.

Tahun 1953, mantan pilot pembasmi tank itu kembali ke Jerman Barat dan menjadi tokoh partai yang masih mempunyai pandangan politik seperti Nazi, German Reich Partai.

Kegiatan politik Rudel terus berlangsung hingga tahun 1980-an.

Mantan pilot Stuka yang telah melaksanakan terbang tempur sebanyak 2.530 sorti dan berhasil menghancurkan satu kapal perang, satu penjelajah, satu perusak, 70 kapal pendarat, 800 kendaraan tempur, 150 pangkalan meriam, sejumlah kereta api dan jembatan, sembilan pesawat tempur, dan 519 tank serta pernah tertembak jatuh sebanyak 30 kali itu meninggal di kota Rosenheim pada 1982 dan dimakamkan di kawasan Dornhausen pada 22 Desember.

Dua pesawat Phantom milik AU Jerman Barat melakukan terbang flypast untuk menghormati pilot legendaris yang telah pergi itu.

Artikel Terkait