Advertorial
Intisari-Online.com – Danielle terus mengulanginya lagi dan lagi. Kami sudah kembali ke tempat penampungan hewan ini setidaknya lima kali.
Sudah berminggu-minggu sejak kami memulai semua ini, ibu memberi tahu relawan tersebut.
“Apa yang dia terus minta?” tanya relawan itu.
“Ukuran anak anjing!” jawab sang ibu.
“Nah, kita punya banyak anak anjing, kalau itu yang dia cari,” kata relawan itu.
Ibu itu menjawab dengan sedih, “Saya tahu. Kami pun telah melihat sebagian besar dari mereka.”
Saat itulah Danielle masuk ke kantor. “Nak, apakah kamu sudah menemukannya?” tanya ibunya.
“Tidak! Tidak kali ini,” kata Danielle dengan nada sedih. “Bisakah kita kembali akhir pekan depan?”
Selama beberapa hari berikutnya ayah dan ibu Danielle berbicara dengannya. Mereka berdua merasa ini sangat istimewa.
“Baiklah, akhir pekan ini atau kita tidak melihat lagi,” kata sang ayah akhirnya dengan frustasi. “Kami juga tidak ingin mendengar lebih banyak tentang ukuran anak anjing.”
Benar saja, mereka adalah yang datang pertama di tempat penampungan anjing pada hari Sabtu pagi. Danielle sudah hapal jalannya, jadi ia berlari ke bagian penampungan anjing-anjing yang lebih kecil.
Bosan dengan rutinitas itu, Ibu duduk di ruang tunggu kecil di ujung deretan kandang pertama. Ada jendela observasi hingga kita bisa melihat binatang itu pada saat pengunjung tidak diizinkan melihat.
Danielle berjalan perlahan dari kandang ke kandang, berlutut sesekali untuk melihat lebih dekat. Satu per satu anak anjing itu dibawa keluar dan ia memegangnya.
Kemudian satu per satu pula ia berkata, “Maaf, bukan kamu!”
Dan itu adalah kandang terakhir pada hari ini untuk mencari anak yang sempurna. Sukarelawan membuka pintu kadang dan Danielle dengan hati-hati mengangkat anjing itu dan memeluknya erat-erat.
Kali ini butuh waktu sedikit lebih lama. “Saya menemukan anak anjing yang tepat! Ya, aku tahu! Inilah anak anjing pilihanku!” teriaknya dengan sukacita. “Inilah ukuran anak anjing itu!”
Ibu datang berlari menemui Danielle. “Tapi ukurannya sama seperti anak-anak anjing lain yang kamu pegang selama beberapa minggu terakhir ini,” kata ibu.
Kata Danielle, “Bukan ukurannya, tapi desahannya. Saat aku memeluknya, aku menghela napas.”
Lanjutnya, “Tidakkah Ibu ingat? Ketika saya bertanya pada suatu hari tentang apa itu cinta, Ibu mengatakan bahwa cinta bergantung pada desahan hati kita. Semakin kita sayang, maka semakin besar desahan napasnya!”
Ibu tidak tahu apakah harus tertawa atau menangis. Saat ia membungkuk untuk memeluk anak itu, Daniella melakukan sedikit dari keduanya.
“Bu, setiap kali Ibu memeluk saya, saya menghela napas. Ketika Ibu dan ayah pulang kerja dan saling berpelukan, kalian berdua mendesah. Saya tahu saya akan menemukan anak anjing yang tepat jika ia menghela napas saat saya memeluknya,” kata Danielle.
(Baca juga:Aneh, Remaja Ini Berhenti Bernapas Setiap Kali Tertidur Akibat ‘Kutukan Ondine’)
Kemudian sambil memegangi anak anjing itu di dekat wajahnya, ia berkata, “Bu, ia mencintaiku. Saya mendengar desahan hatinya!”
Tutup mata kita sejenak dan pikirkan cinta yang membuat kita mendesah.
Kita bisa mendengarnya dari lengan orang yang kita cintai. Pemandangan matahari terbenam. Ciuman sinar bulan sabit yang lembut. Udara dingin di hari yang panas.
Mereka adalah desahan Tuhan.
Luangkan waktu untuk berhenti dan mendengarkan. Kita akan terkejut dengan apa yang kita dengar.