Benteng Vredeburg di depan Gedung Agung ditembaki dan dibom sampai salah satu bangunan yang ditempati Kementerian Pertahanan hancur.
Tetapi sidang kabinet belum juga dimulai, karena menunggu kedatangan Wakil Presiden Mohamad Hatta dari Kaliurang.
Pak Dirman merasa tidak berhasil menemui Presiden, dan minta kepada pengawalnya agar diantar kembali ke rumah dinasnya.
Sudah bulat tekadnya untuk meninggalkan kota, dan mengatur siasat dari luar Yogya saja.
Pukul 11.30, Pak Dirman meninggalkan kota dengan mobil tentara bersama dr. Soewondo (dokter pribadinya), Kapten Soepardjo Roestam, dan Kapten Tjokropranolo (pengawal pribadinya).
Sesuai rencana, mereka bertolak ke Kediri. Dari kota itulah perlawanan akan diatur. Tentara Belanda waktu itu hanya menguasai kota-kota besar di pantai utara.
Daerah pantai selatan Jawa masih dikuasai RI.
Berkali-Kali Terhindar dari Maut
"Dengan dikawal pasukan kecil (tanpa bekal uang dari pemerintah), rombongan Jenderal Soedirman tiba di Kediri tanggal 23 Desember 1948, setelah melalui Grogol, Wonogiri, Jetis (Ponorogo), dan Bendo (Trenggalek)," tulis Pierre Heyboer dalam buku De Politionele Acties. De strijd om Indie, 1945/1949, tentang Jenderal Seodirman, sang guru yang jadi Panglima Besar yang tengah diburu-buru oleh tentara Belanda.
Usaha menghabisi Panglima terjadi lagi di desa Karangnongko (10 km barat Kota Kediri).
Ketika rombongan sedang beristirahat di desa itu, datanglah seseorang tak dikenal mencari Jenderal Soedirman.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR