Intisari-Online.com - Senapan mesin mengubah wajah pertempuran darat yang melibatkan pasukan dalam jumlah besar.
Kemampuan menjaga wilayah yang luas dari jarak di luar jangkauan senapan serbu yang umumnya berjarak tembak 300 meter adalah kelebihannya.
Senjata ini juga jadi alat utama untuk menyapu gelombang serbuan manusia terutama di medan yang terbuka.
Apalagi jika operator senapan mesin berada di posisi ketinggian, ia benar-benar seperti malaikat pencabut nyawa.
(Baca juga: Gaya Hidup Anak-anak Orang Kaya di Arab Saudi: Antara Mobil Mewah, Binatang Buas, Hingga Senapan Serbu)
Pada Perang Dunia I umumnya serangan infanteri dilakukan secara serentak dengan mengerahkan ribuan pasukan yang maju menyerbu sambil berteriak histeris.
Serbuan macam itu bukannya tak bisa diatasi. Mula-mula dibuatlah parit-parit penghalang untuk menghambat serangan berupa gelombang manusia yang tampak seperti rombongan orang kalap itu.
Tapi dikemudian hari taktik semacam ini terbukti kurang efektif. Lawan bisa saja menguasai sasaran dengan merebut parit demi parit.
Misalnya, ketika pasukan Sekutu menggelar operasi lompat kodok (leap frogging)untuk memerangi pasukan Jepang demi menguasai Iwojima dan Okinawa sebelum mencapai Tokyo.
Banyak halang rintang, diterjang serdadu Jepang dengan berani mati.
Apa boleh buat, harus ada cara lain untuk mengatasi kelemahan taktik pertempuran parit: dengan senjata pembendung serbuan massal.
Para ahli taktik perang pun berpikir keras untuk mencari solusi buat membendung serbuan massal pasukan lawan. Jalan keluar yang paling tepat untuk mengatasinya adalah dengan memanfaatkan kedahsyatan senapan mesin.
(Baca juga: Bukan Pistol, Polisi Gunakan Senapan Serbu SSI-V2 saat Berondong Mobil Satu Keluarga di Lubuklinggau)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR