Intisari-Online.com - Diabetes sendiri sebenarnya bukanlah penyakit keturunan. Orangtua (bapak atau ibu atau keduanya) yang menderita diabetes tidak akan menurunkan diabetes kepada anak-anak mereka. Akan tetapi, mempunyai orangtua yang menderita diabetes menjadi sebuah faktor risiko terjadinya diabetes untuk keturunan mereka.
Apakah korupsi seperti itu juga? Menjadi faktor risiko tindakan korupsi pada keturunan di bawahnya? Masih butuh penelitian lebih lanjut. Namun, kasus yang menimpa Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari, mengarah ke situ.
Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penetapan tersangka Rita ini cukup menghebohkan lantaran karier Rita selama ini yang kerap menyabet penghargaan.
Penghargaan tertinggi yang didapatnya yakni tanda kehormatan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha yang diberikan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo pada 28 April 2015 lalu. Penghargaan ini diberikan karena Rita dinilai berkomitmen tinggi atas pembangunan kesejahteraan keluarga dan kependudukan di daerahnya.
Kemudian di tingkat internasional, Rita pernah menerima penghargaan Global Leadership Award 2016 dari majalah bisnis The Leader International dan American Leadership Development Association.
(Baca juga: Apakah Perbedaan Korupsi, Pencucian Uang dan Penggelapan?)
Tak berhenti sampai di situ, Rita juga pernah menerima penghargaan sebagai salah Inspirator Pembangunan Daerah 2017. Penghargaan dari Pusat Kajian Keuangan Negara ini diserahkan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Rita pun dikenal aktif mengikuti berbagai sosialisasi pencegahan korupsi untuk memajukan daerahnya. Salah satunya yang dibuat KPK belum lama ini.
Dikaitkan dengan “persoalan keturunan” tadi, Rita adalah anak dari Syaukani Hassan Rais, yang juga pernah menjabat sebagai Bupati Kukar.
Pada 14 Desember 2007, Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Syaukani, Bupati Kukar non-aktif saat itu, yang terbukti menyalahgunakan dana perangsang pungutan sumber daya alam (migas), dana studi kelayakan Bandara Kutai, dana pembangunan Bandara Kutai, dan penyalahgunaan dana pos anggaran kesejahteraan masyarakat. Sepanjang 2001-2005, Syaukani berhasil meraup dana sebesar Rp93,204 miliar.
Pengadilan Tipikor mengganjarnya dengan vonis dua tahun enam bulan penjara. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Tipikor. Saat kasasi di Mahkamah Agung (MA), hukuman diperberat menjadi enam tahun penjara.
Namun, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Keppres pada 15 Agustus 2010 tentang Pemberian Pengampunan atau Grasi kepada Syaukani Hassan Rais. Dengan surat grasi tersebut, Syaukani bisa langsung bebas karena vonis enam tahunnya dipotong menjadi tiga tahun, dan yang bersangkutan telah menjalani hukuman lebih dari tiga tahun. Syaukani juga telah membayar seluruh kerugian negara sebesar Rp 49,6 miliar.
Kasus Syaukani-Rita yang masih ada hubungan kerabat bukanlah kasus yang pertama di Indonesia. Sebelumnya ada Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK karena diduga menerima suap pembangunan mal (22/9/2017).
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR