Intisari-Online.com – Dr. Don ingin sukses lebih dari apa pun. Itulah sebabnya ia menjadi dokter. Ia akan melakukan apa saja agar lebih makmur. Bukan hanya kekayaan yang ia inginkan, tapi ia pun ingin dihormati.
Saat ia tumbuh dewasa, ayahnya lebih sering meremehkan dan mencaci makinya. Menghancurkan harga dirinya, menyebabkan ia merasa canggung dan gagap, yang semakin membuat malu ayahnya. Sepanjang kuliah, Don belajar keras untuk mendapatkan nilai yang baik sehingga ia bisa menunjukkan kepada ayahnya bahwa ia telah berhasil. Sayangnya, ayahnya tidak terkesan. “Siapa saja bisa mendapatkan gelar. Hanya dengan uang receh pun lusinan orang bisa mendapatkannya,” kata ayahnya sambil tersenyum.
Menjadi pencarian seumur hidup Don untuk mendapatkan penghargaan dari ayahnya. Akibatnya, ia tidak menghargai dirinya sendiri. Namun, ia percaya, jika ia mendapatkan dukungan dari ayahnya, maka ia berhenti berusaha untuk itu.
Setelah lulus dari sekolah kedokteran, ia magang di sebuah rumah sakit setempat. Kemudian mendirikan klinik di sebuah kota kecil.
Sebenarnya Don menghadap tiga hal ini: ia benci menjadi dokter, pengakuan dari ayahnya yang tidak pernah didapatkannya, dan ia tinggal di kota yang berlebihan jumlah dokternya. Ini benar-benar membuatnya sedih.
Ia tidak memiliki banyak pasien sehingga tagihannya pun menumpuk. Ayahnya dengan senyum di wajahnya mengejek, “Aku bilang juga apa.”
Lalu, seorang eksekutif perusahaan obat datang ke kantornya suatu pagi dan memberinya banyak obat bebas untuk dibagikan kepada pasiennya dengan harapan mendapatkan pesanan baru. Ia juga menunjukkan kepada Don, obat yang baru saja dikeluarkan di pasar yang diklaim dapat menyembuhkan penyakit infeksi apa pun. Namun, obat itu belum mendapatkan persetujuan dari BPOM.
Dr. Don sebenarnya khawatir terhadap keamanan obat baru itu, tapi ia tidak mengatakannya kepada eksekutif perusahaan obat itu. Sebagai bagian dari promosi, perusahaan obat akan memberikan bantuan keuangan kepada dokter yang meresepkan obat tersebut dalam jumlah yang banyak. Ia memutuskan tidak tertarik atas penawaran tersebut.
Di rumah sakit setempat, salah seorang dokter mengambil cuti karena serangan alkoholisme. Ini disebabkan karena stres pekerjaan. Don pun senang karena ada kesempatan untuk bekerja secara teratur di rumah sakit tersebut, sehingga ia bisa membayar tagihan yang menumpuk di kantornya. Ia pun bertemu beberapa dokter di rumah sakit, yang sedang dibujuk oleh para eksekutif perusahaan obat.
Suatu hari, ia membutuhkan uang banyak dengan cepat untuk membayar tagihan sewa rumah dan kantornya. Akhirnya ia meresepkan obat untuk setiap pasien yang sebenarnya pun tidak membutuhkan. Dalam beberapa hari, ia menerima cek sebesar 2,5 juta dolar.
Don pun bisa membayar sewa rumah dan kantornya, serta beberapa tagihan, dan sedikit dari sisa uangnya ia mengajak orangtuanya ke restoran yang bagus. Setelah makan ayahnya mengatakan sesuatu yang membuatnya benar-benar terkejut. Ayahnya berkata, “Ah, saya kira kau membuktikan bahwa saya salah. Kau membuat keberhasilanmu sendiri.”
Hari-hari berikutnya, ia pun mulai meresepkan obat baru itu untuk pasien, bahkan yang tidak membutuhkannya.
Kemudian, pada hari itu seorang Ibu, salah satu pasiennya di rumah sakit mengalami shock dan meninggal tanpa alasan yang jelas. Pasien lain, seorang pria pun meninggal dunia. Don tahu, bahwa mereka berdua meninggal karena obat baru yang diresepkannya. Tetapi ia tidak ingin percaya bahwa obat itulah yang menyebabkan kematian mereka.
Don menelepon perusahaan obat mengenai kematian mendadak pasiennya dan mereka meyakinkan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Don pun kembali mendapatkan sejumlah uang yang besar dengan pengiriman obat yang baru.
Ketika ia menulis resep lagi, seolah-olah Don diambil alih oleh nafsu atas uang dan kesuksesan. Ketika hari itu ia pulang ke rumah, tidak ada lagi kejadian pada pasiennya. Ia merasa itu sebagai kabar baik.
Namun, dalam perjalanan pulang, mobilnya ditabrak oleh sebuah truk kontainer. Paramedis segera dipanggil dan bergegas membawanya ke ruang gawat darurat rumah sakit tempatnya bekerja. Ia mengalami gegar otak ringan dan patah tulang rusuk, namun tidak ada luka besar. Paramedis terus mengobservasinya. Ketika ia terbangun keesokan harinya, ia merasa lebih baik. Dokter yang memeriksanya bertanya bagaimana perasaannya. Don berkata merasa lebih baik dan ia bertanya kapan boleh pulang. Dokternya mengatakan bahwa ia bisa pulang sekarang. Dan dalam beberapa hari harus kontrol lagi.
Don sempat melirik status medis yang ditempel di atas tempat tidurnya. Ia melihat dari catatan itu bahwa ia diberi empat dosis obat baru, yang sering diresepkannya kepada pasien-pasiennya. Ia menepis bayangan jelek dengan mengatakan pada dirinya sendiri, “Ah, mungkin dokternya terkena bujuan keuangan juga.”
Ketika ia sampai ke mobilnya yang rusak dari kecelakaan, namun masih bisa dipakainya, ia merasa keadaannya tidak baik. Ia duduk di dalam mobilnya selama beberapa menit… dan meninggal! Mungkin hal yang baik darinya adalah…. Ia meninggal dengan sukses… itu menurutnya.