Advertorial
Intisari-Online.com - Kendati masyarakat dunia internasional dibuat ketar-ketir oleh ancaman pecahnya peperangan antar AS-Korut mengingat perang mulut antara Presiden Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong Un makin menggila sesungguhnya pecahnya perang masih jauh.
Jika AS mau menyerang Korut sebenarnya tidak hanya cukup mengerahkan jet-jet tempur mutakhir berteknologi siluman dan pesawat-pesawat pengebom nuklir saja, tapi AS dan para sekutunya seperti Korsel serta Jepang juga harus mengerahkan kekuatan tempurnya.
Persiapan menggempur Korut akan tampak pada mobilisasi kekuatan tempur pasukan AS di kawasan Asia-Pasifik seperti pergerakan kapal-kapal perang dan kapal logistik, pemindahan pesawat-pesawat tempur AS dari pangkalannya di Jepang dan Guam ke Korsel, pergerakan pasukan AS dan Korsel terutama pasukan kavaleri dan penggelaran meriam artileri di sepanjang perbatasan Korut-Korsel, dan lainnya.
Semua persiapan perang yang jika dilakukan pasti terlihat oleh masyarakat umum itu sampai saat ini belum terjadi.
Apalagi untuk menyiapkan pasukan tempur dan penggelaran persenjataannya, pasukan gabungan AS-Korsel minimal membutuhkan waktu satu bulan.
Jadi jika diamati secara kasat mata sesungguhnya peperangan antara AS-Korsel melawan Korut belum menunjukkan tanda-tanda sama sekali meskipun Presiden Trump sering sesumbar siap menghancurkan Korut kapan saja.
Sebaliknya Kim Jong Un yang berkali-kali mengatakan siap menghancurkan daratan AS melalui serangan rudal nuklir dan menuduh AS telah mengumumkan perang juga belum menunjukkan tanda-tanda persiapan perang.
Jika Korut memang ingin menggempur AS-Korsel, maka salah satu strategi tempur yang dilakukan adalah menggelar puluhan ribu pasukan dan ribuan meriam altileri di sepanjang perbatasan Korut-Korsel.
Mobilisasi pasukan Korut saat menggelar ribuan meriam altileri yang pelurunya bisa menjangkau kota Seoul itu jelas akan terpantau oleh satelit mata-mata AS yang setiap hari memantau Korut selama 24 jam.
Hingga saat ini pergerakkan pasukan Korut di sepanjang Korut-Korsel tampak sepi-sepi saja sehingga bisa disimpulkan, Korut memang belum ingin berperang.
Indikasi bahwa Korut dan AS memang tidak ingin perang ditunjukkan oleh Menteri Pertahanan AS, James Mattis, yang menekankan bawa konflik AS-Korut akan diupayakan untuk diselesaikan secara damai.
Kehadiran Menteri Luar Negeri Korut, Ri Yong Ho ke Sidang Umum PBB di New York juga mengindisikan bahwa konflik AS-Korut bisa diselesaikan melalui perundingan damai.
Korsel sendiri yang jika peperangan di Semenanjung Korea pecah menjadi pihak yang paling dirugikan, juga berharap konflik AS-Korut bisa diselesaikan secara damai.
Jadi meskipun Kim Jong Un dan Donald Trump makin sibuk perang mulut serta saling ancam, sebaiknya dibiarkan saja.
Pasalnya hingga saat ini baik Korut maupun AS ternyata belum menunjukkan tanda-tanda persiapan untuk saling berperang.