Namun, Arab Saudi masih punya jalan panjang sebelum wanita menjadi anggota masyarakat secara penuh.
Menurut Alisha, dibawah sistem wali di Arab Saudi, setiap wanita harus memiliki seorang wali pria, misalnya: ayah, kakak laki-laki, suami, atau bahkan seorang putra.
Wali itu yang akan membuat sejumlah keputusan atas kepentingan wanita tersebut.
Keputusan itu termasuk pengajuan untuk mendapat sebuah passport, berpergian ke luar negeri, belajar di negara lain dengan beasiswa pemerintah, menikah, sampai keluar dari penjara.
Peraturan tersebut membuat kaum wanita menghadapi kesulitan dalam mengatur sejumlah transaksi, seperti menyewa sebuah apartemen hingga mengisi klaim resmi tanpa izin atau kehadiran seorang wali prianya.
Kaum wanita Arab Saudi juga berhadapan dengan kesulitan membuat keputusan bagi anak-anak mereka dalam suatu kesetaraan dengan pria.
Selain itu, kebanyakan wanita kehilangan hak asuh atas anaknya bila terjadi perceraian.
Masih menurut Alisha, oleh karena itu kebanyakan wanita memiliki sedikit pilihan tetapi mereka bertahan dalam pernikahan dengan kekerasan dan perlakuan tidak semestinya.
Hal itu dijalani mereka agar mereka tidak kehilangan hak asuh anaknya berdasarkan undang-undang Arab Saudi.
Tidak dijelaskan apakah gerakan mengejutkan dari Raja Salman akan juga menghilangkan sejumlah aturan pada perlakuan wanita di Arab Saudi.
Baru pada 2015 kaum wanita Arab Saudi diperbolehkan ikut memilih dalam pemilu di Arab Saudi dan memenangkan 16 kursi di pemerintahan.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR