Intisari-online.com - Coba ingat orang yang terakhir kali membuat Anda kesal.
Mungkin pasangan Anda salah paham atau rekan kerja menuduh Anda melakukan apa yang sebetulnya tidak Anda lakukan.
Apakah Anda langsung berpikir seperti ini:
“Ah, dia sangat emosian!”
“Aku tidak mengerti mengapa ada orang seburuk dia.”
“Dia tidak bisa mengontrol amarahnya.”
“Mengapa ia mesti kecewa, sangat menyebalkan.”
(Baca juga: Jika Kita Terlalu Mudah Menilai Orang Lain)
Jika kita merepons secara negatif dengan menilai orang lain seperti itu, kemungkinan besar kita mengalami bias atribusi dalam menilai kepribadian dan karakter seseorang.
Kita menjadi melebih-lebihkan fakta yang sesungguhnya ketika menilai orang lain.
Contohnya lagi, ketika seseorang mengalami kegagalan, kemungkinan besar ada sisi dalam diri kita yang menilai bahwa ia pasti gagal karena ia pemalas. Padahal kenyataannya, orang itu gagal bukan karena dia malas.
Pada kondisi apa saja seseorang bisa mengalami fundamental attribution errors?
Laman Lifehack.org menyebutkan beberapa contoh berikut ini:
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR