Advertorial
Intisari-online.com -Coba ingat orang yang terakhir kali membuat Anda kesal.
Mungkin pasangan Anda salah paham atau rekan kerja menuduh Anda melakukan apa yang sebetulnya tidak Anda lakukan.
Apakah Anda langsung berpikir seperti ini:
“Ah, dia sangat emosian!”
“Aku tidak mengerti mengapa ada orang seburuk dia.”
“Dia tidak bisa mengontrol amarahnya.”
“Mengapa ia mesti kecewa, sangat menyebalkan.”
(Baca juga:Jika Kita Terlalu Mudah Menilai Orang Lain)
Jika kita merepons secara negatif dengan menilai orang lain seperti itu, kemungkinan besar kita mengalami bias atribusi dalam menilai kepribadian dan karakter seseorang.
Kita menjadi melebih-lebihkan fakta yang sesungguhnya ketika menilai orang lain.
Contohnya lagi, ketika seseorang mengalami kegagalan, kemungkinan besar ada sisi dalam diri kita yang menilai bahwa ia pasti gagal karena ia pemalas. Padahal kenyataannya, orang itu gagal bukan karena dia malas.
Pada kondisi apa saja seseorang bisa mengalami fundamental attribution errors?
Laman Lifehack.org menyebutkan beberapa contoh berikut ini:
- Di tempat kerja, khususnya ketika kita tidak memiliki kecocokan dengan seseorang atau perilakunya merusak pekerjaan kita.Sering kali yang menjadi alasan mengapa kita terjebak pada keadaan ini adalah karena kita tidak mau tahu atau tidak mau mencari tahu latar belakang dari sikap dan tindakan orang lain.- Keluarga, kita bisa saja menilai kepribadian anggota keluarga kita secara tidak adil karena kita merasa lebih banyak mengenal mereka ketimbang orang lain.
- Pasangan, sering adu pendapat dengan pasangan bisa saja menimbulkan asumsi yang buruk mengenai kepribadian pasangan.
- Umum, ketika kita tidak begitu mengenal orang lain, sangatlah mudah untuk menilai atau menghakimi mereka tanpa mengetahui alasan di balik tindakan mereka.
(Baca juga:Apakah Kehadiran atau Perilaku Kita Sudah Menguras Emosi Orang Lain? Coba Cek di Sini!)
Itulah yang mendasari mengapa kita sering salah menilai orang lain.
Sebetulnya kita bisa menghindari sikap bias dalam menilai dan menghakimi ini, dengan cara berikut ini:
- Hindari menggeneralisasikan perilaku orang lain hanya berdasar satu tindakan saja.
Usahakan untuk tidak menggunakan kata “selalu”, “tidak pernah”. Contoh, pasangan kita tidak membantu kita mencuci piring. Jangan langsung menuduhnya dengan berkata: “Kamu memang tidak pernah membantuku.”
- Selalu belajar untuk melihat sisi baik dari orang lain, bukan sisi buruknya.
Kalau pikiran kita sudah menggunakan pola yang negatif, maka setiap asumsi dan penilaian kita juga akan begitu.
- Tempatkan diri kita pada posisi orang tersebut.
Lihatlah apakah kita juga mungkin melakukan hal yang sama seperti yang orang lain lakukan.
- Tanyakan pada orang tersebut, mengapa ia bersikap dan bertindak seperti itu.
Cobalah bertanya saja. Kita mungkin akan mendengar jawaban: “Maafkan aku, hari ini aku begitu lelah,”, atau “Maaf, aku sudah salah,”.
Jangan terburu-buru untuk menilai dan melabeli, karena kita tidak pernah tau apa yang sebenarnya terjadi di balik perilakunya.