Advertorial
Intisari-Online.com - Pertarungan ala gladiator di Kota Bogor menewaskan seorang pelajar SMA tahun pertama, Hilarius Christian Event Raharjo pada akhir Januari 2016 lalu.
Ibu korban, Agnes Maria membuka kembali kasus tersebut lantaran merasa para pelaku tidak mendapat hukuman yang adil.
Kasus tersebut kembali muncul ketika Maria curhat kepada presiden Jokowi melalui Facebook.
Maria bercerita tentang kasus kematian putranya terhenti tahun lalu karena ia tidak menginginkan anaknya dioutopsi dan akhirnya masalah diselesaikan secara kekeluargaan.
Perkelahian ini dijadikan ‘pembuka’ pertandingan basket SMA Budi Mulia dengan SMA Mardi Yuana.
Sudah menjadi tradisi ketika kedua sekolah ini bertemu dalam satu lapangan.
Perkelahian secara sembunyi-sembuni itu bahkan dikoordinir kakak kelas dan alumni.
Mirisnya, kejadian serupa pertarungan gladiator bagai gunung es di Indonesia, banyak kejadian namun sangat sedikit yang terungkap.
Pelaku sekaligus korban yang masih pelajar umumnya tidak memikirkan akibat dari duel gladiator yang dapat berakhir maut.
Gladiator sendiri berasal dari masa Romawi Kuno.
Masa itu, duel sampai mati dilakukan untuk mendapatkan kedudukan dalam sistem hukum dan sosial.
Pertarungan ini digunakan sebagai media hiburan bagi rakyat Romawi dan Kekaisaran Romawi.
Ironisnya, perkelahian berdarah sampai mati tersebut nyatanya bisa dianggap sebagai seni tingkat tinggi.
Gladiator seolah memberi contoh etika cara bertarung di Roma, karena permainan ini ditonton hingga ribuan orang.
Pertarungan diikuti oleh seorang pejuang bersenjata melawan binatang buas, narapidana, atau gladiator lain.
Gladiator akan menuai pujian atau kekaguman dari penonton jika melakukan pertarungan sesuai dengan etika yang berlaku waktu itu meski dirinya mati dalam pertarungan.
Permainan gladiator di Roma mengalami penurunan minat lantaran berkembangnya agama Kristen yang menjadi agama nasional.
(Natalia Mandiriani)