Intisari-Online.com – Wabah pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai, berdampak luas pada kehidupan masyarakat, mulai dari kesulitan ekonomi yang akhirnya berujung pada kelaparan.
Kalau hal itu terjadi di negara yang dipimpin oleh seorang diktator seperti Korea Utara, apa yang akan terjadi pada warganya?
Inilah kisah warga Korea Utara yang akhirnya membuat pilihan berisiko dalam hidup mereka, agar mereka dapat kembali memuaskan rasa kelaparan mereka.
Seorang pria dan putrinya di wilayah Hoeryong, Provinsi Hamgyong Utara membelot dari Korea Utara karena kelaparan.
Baca Juga: Bencinya Setengah Mati pada AS, Korea Utara Bujuk China untuk Bekerja Sama Lawan Kekuatan Musuh
Keduanya memilih kabur dari negara otoriter itu karena kesulitan ekonomi hingga kelaparan di tengah pandemi Covid-19, menurut laporan Daily NK (22/3/2021).
Seorang sumber di Provinsi Hamgyong Utara bercerita kronologi insiden ini kepada Daily NK.
Sumber itu, pada Jumat, mengatakan: "Pria berusia 40 tahunan yang membesarkan putrinya sendiri tanpa istri, mengalami masa sulit dan berjuang untuk bertahan hidup."
"(Dia) telah kehilangan pekerjaan karena pandemi Covid-19," kata sumber tersebut.
Nahasnya operasi pelarian dari Korea Utara itu terhenti di tengah jalan, lantaran ketahuan aparat keamanan.
"Dia dan putrinya ditangkap oleh Kementerian Keamanan Negara (MSS) saat menyeberangi sungai dari Namyang pada 1 Maret," jelas sumber.
Masih menurut sumber ini, pria itu kehilangan pekerjaan hingga kesulitan ekonomi sejak perbatasan ditutup karena Covid-19.
Akhirnya, pria itu mengajak anaknya untuk membelot dengan menyeberangi sungai pada 1 Maret lalu.
Menurut laporan Daily NK, pria itu berencana membelot melalui rute rahasia yang biasanya ia lewati untuk menyeberang ke China.
Diketahui pria itu pergi ke China sekali atau dua kali dalam setahun untuk bekerja, sebelum akhirnya perbatasan ditutup karena Covid-19.
Pria itu membawa putrinya yang berusia 13 tahun ke Distrik Pekerja Namyang Onsong.
Daerah itu berada di areal Sungai Tumen dan berhadapan langsung dengan Kota Tumen di Provinsi Jilin, Tiongkok.
Di hari pembelotan, ayah itu memberi tahu putrinya untuk pergi ke lokasi tertentu pada pukul 6 sore dimana dia akan menunggu.
Namun putrinya ditangkap oleh patroli perbatasan saat melewati sebuah gua, menuju lokasi sang ayah.
Penjaga perbatasan dilaporkan, merasa curiga karena mendapati seorang gadis berpakaian lusuh masuk ke dalam gua sendirian di malam hari.
Gadis itu ketakutan saat ditanya petugas, hingga akhirnya membocorkan rencana pembelotan bersama sang ayah.
"Penjaga perbatasan menyerahkan gadis itu kepada pihak Kementerian Keamanan Negara."
"Kemudian pria yang sedang menunggu putrinya, akhirnya ditangkap dan dibawa pergi petugas," ujar sumber Daily NK.
Selama penyelidikan, pria itu dilaporkan mengaku terpaksa membelot karena sudah putus asa.
"Saya berusaha membelot dengan putri saya meskipun ada risiko kematian karena kami kelaparan dan tidak ada cara lain untuk bertahan hidup," kata sumber, merujuk pada pria itu.
Menurut sumber tersebut, pria itu diinterogasi petugas keamanan di Namyang dan dikirim ke cabang MSS di Onsong pada 8 Maret.
Penduduk setempat melihat pria itu terlihat tidak berdaya, tubuhnya lemah hingga tidak bisa berdiri tegak dan gigi depannya patah.
Sumber itu menambahkan bahwa: "Seorang pejabat MSS mengatakan pria itu tidak akan selamat karena dia melakukan upaya pembelotan sementara tindakan pencegahan penyakit Covid-19 sudah dilakukan."
Daily NK melaporkan, meskipun MSS membebaskan gadis itu setelah tiga hari, dia saat ini kelaparan di rumah kosong karena tidak ada yang menjaganya.
"Karena ayahnya ditangkap karena berusaha membelot, saya ragu dia akan dikirim ke panti asuhan," kata sumber itu. (Tribunnews/Ika Nur Cahyani)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari