Find Us On Social Media :

Hari Brimob: Sang Penjinak Bom-bom yang Berulah Tanpa Pandang Bulu

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 15 November 2018 | 15:30 WIB

Gerakan yang betapa pun kecilnya sudah cukup untuk memicu detonator sehingga bomnya meledak.

Pada kondisi bom yang dipasang hanya mengancam properti, petugas Gegana bisa menggunakan body armor untuk mengambil bom dan membawanya ke tempat aman untuk dijinakkan.

Sedangkan pada kondisi ketiga, ketika bom tidak membahayakan manusia maupun bangunan, semisal di hutan, anggota Gegana bisa meledakkannya jika dinilai lebih menguntungkan.

Selama ini bahan peledak yang kerap ditemukan di Jakarta lebih banyak berupa bom rakitan. "Untuk menjinakkannya tidak terlalu sukar. Yang lebih sukar kalau bom buatan pabrik," ujar AKBP Robby Kaligis, Komandan Resimen IV Brimob.

Baca Juga : Daftar Rentetan Peristiwa yang Dipicu oleh Kerusuhan di Mako Brimob

Bom buatan pabrik ini bom yang sudah siap pakai. Jenis ini biasa digunakan kalangan militer untuk bertempur. Namun, jenis yang sama juga ditemukan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Rabu, 5 Juli 2000.

Untuk menceraiberaikan bahan peledak yang diduga ada di dalam tas atau bungkusan itu, anggota Gegana menembaknya dengan peluru air.

"Tas, bungkusan, atau kotak itu diceraiberaikan atau istilahnya di-disruptor menggunakan tembakan air yang kecepatannya sama dengan peluru yang ditembakkan dari senjata," kata AKP Wahyu Widodo, salah seorang instruktur di Resimen IV Korps Brimob Polri di Kelapadua, Depok.

Senjata yang digunakan untuk menembakkan air sebanyalc 100 ml itu terbuat dari pipa. Gara-gara dana yang terbatas, menurut Wahyu, Gegana menggunakan alat disruptor rakitan sendiri yang hanya bisa dipakai sekali.

Baca Juga : Kerusuhan Napi Teroris di Mako Brimob, Diduga Picu Sel-Sel Tidur Teroris Untuk Lakukan Serangan

Tembakan air itu, katanya lagi, kecil kemungkinannya membuat bahan peledak (jika ada) dalam kotak atau tas ikut meledak.

Tak pernah menganggap sepele