Advertorial
Intisari-Online.com -Sebagai pasukan elite yang terlatih di lingkungan Polri, Brimob (Brigade Mobil) selalu hadir di hampir seluruh konflik di Indonesia, khususnya kasus terorisme.
Dalam tugasnya Brimob tidak mengenal istilah mundur.
Untuk menunjang kesiapan tugas itu mereka memiliki doktrin tersendiri: Tiada Hari Tanpa Latihan, Sekali Melangkah Pantang Menyerah, Sekali Tampil Harus Berhasil.
Karena itu tidak heran dalam setiap pelaksanaan tugas di berbagai operasi Brimob menjadi yang terdepan.
Personel Brimob (Brigade Mobil) selalu berupaya keras dengan berbagai cara dan akal, menuntaskan tugas secara aman dan sukses.
Dari sejarahnya Brimob telah hadir di seluruh konflik yang terjadi di Tanah Air.
Baik ketika masih bersama ABRI (sekarang TNI) maupun saat Polri lepas dari TNI dan berada langsung di bawah presiden.
Baca juga:57 Narapidanda Terorisme dari Mako Brimob Dipindahkan, Dari Nusakambangan ke Rutan Gunung Sindur
Dari konflik di Nanggroe Aceh Darussalam hingga Papua, Brimob selalu dikirim untuk menanggulangi konflik berintensitas tinggi dan diprediksi bisa menimbulkan dampak luar biasa.
Di dalam struktrur organisasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Brimob berada langsung di bawah Kapolri.
Pasukan pamungkas Polri yang umurnya sudah setua republik ini, memang merupakan unsur pelaksana utama pusat yang mempunyai spesifikasi tugas berbeda dengan polisi umum.
Perbedaan itu sesungguhnya sudah terlihat dari tampilan Brimob yang lebih mencirikan sebagai unit paramiliter.
Mulai dari fisik, seragam, dan kelengkapannya. Namun demikian, meski bersenjata berat dan dilatih seperti tentara , Brimob tidak melupakan esensi dasarnya sebagai polisi.
Baca juga:Kerusuhan Napi Teroris di Mako Brimob, Diduga Picu Sel-Sel Tidur Teroris Untuk Lakukan Serangan
Karena itu dalam setiap tindakan di lapangan, Brimob selalu mengedepankan nilai-nilai kepolisian sebelum mengambil tindakan tegas.
Pasalnya tugas pokok Polri meliputi pemeliharaan Kamtibmas, penegakkan hukum serta pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat sesuai dengan harapan dan tuntutan masyarakat.
Aksi kepolisian Brimob antara lain ketika diturunkan untuk merebut kembali lapangan terbang perintis di Kapeso, Papua yang diduduki kelompok bersenjata (2010).
Begitu juga ketika Gegana dan Pelopor Brimob bersama Detasemen Khusus 88 menggerebek rumah teroris di sejumlah wilayah di Tanah Air, tindakan persuasif selalu dikedepankan.
Biasanya dilakukan melalui himbauan i pengeras suara dan pemberian ultimatum.
Baca juga:Sempat Diisukan Jadi Tersangka, Dua Pemuda 'Penakluk' Begal Justru Dapat Penghargaan dari Polisi
Karena sifatnya kepolisian itulah, Brimob tidak dikirim untuk membunuh tapi melumpuhkan untuk kemudian ditangkap dan diajukan ke meja persidangan lengkap dengan barang bukti.
Hingga saat ini Brimob Polri membawahi sekitar 31 Satuan Brimob Daerah yang ditempatkan di seluruh wilayah Nusantara.
Penempatannya secara organik di bawah komando Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) dengan pembinaan tetap di bawah Mako Brimob dalam hal ini adalah kepala Korps (Kalkor) Brimob.
Sejak Polri tidak lagi bernaung di bawah TNI, Brimob memang mengalami sejumlah pembenahan dan perubahan.
Sebagai polisi namun bercirikan paramiliter sehingga sepak terjangnya kadang seperti tentara.
Perilaku itulah persoalan yang dari semula mengusik banyak pihak dengan mengatakan bahwa Brimob adalah tentara.
Tapi sebenarnya bukan karena Brimob sesungguhnya personel polisi dan semua tindakannya selalu berdasarkan prosedur kepolisian.
Khususnya ketika Brimob diturunkan untuk menangani masalah terorisme seperti yang terjadi di sepanjang bulan Mei 2018.
(Sumber: Majalah Commando No. 1 Tahun 2010)