Find Us On Social Media :

Hati-hati, Ada Banyak Tanaman Pencabut Nyawa di Sekitar Kita, Penampilannya Bisa Sangat Menipu

By Ade Sulaeman, Rabu, 13 September 2017 | 14:45 WIB

Intisari-Online.com – Membunuh dengan racun sungguh perbuatan licik dan keji.

Lebih tragis lagi bila racun-racun itu berasal dari bunga nan cantik dan indah.

Bunga yang, seharusnya menjadi lambang cinta, justru mengakhiri kisah cinta.

Seandainya Romeo, kekasih Juliet seorang ahli tanaman, barangkali kisah cinta mereka berakhir bahagia.

Romeo tidak tahu, Juliet sengaja minum cairan belladona untuk mengelabui orang tuanya, agar dikira mati.

Pada dosis yang tepat, minuman yang dibuat dari tanaman Atropa belladonna itu memang bisa membuat Juliet "tampak mati", tapi ia bisa bangun kembali.

Meski hanya untuk menyaksikan Romeo terbujur kaku, akibat bunuh diri. Jadilah kisah klasik itu berakhir tragis.

Memang tanaman kutukan

Agaknya Shakespeare suka "membunuh" tokohnya dengan tanaman.

Buktinya, selain pada "Romeo- Juliet", di kisah "Hamlet", ayah sang tokoh juga meninggal lantaran telinganya dituangi racun dari tanaman henbane (dibaca henbein) (Hyoscyamus niger).

Lain dengan Juliet, ayah Hamlet benar-benar mokat (mati). Kalau pun bangun, paling-paling sebagai arwah.

Henbane juga digunakan oleh seorang ilmuwan ahli obat, Dr. Hawley Harvey Crippen untuk "menyelesaikan" konflik rumah tangganya.

Istrinya, Belle Elmore bercita-cita jadi artis dan menyukai hidup extravaganza.

Guna memenuhi kebutuhannya, Belle mengeruk harta Dr. Crippen dengan pura-pura mencintainya.

Ketika mengetahui tabiat istrinya, Crippen merasa dilecehkan.

Pada tanggal 17 Desember 1909, ia ini mengorder 5 grains (1 grain = 64,8 mg) hyocine hydrobromide dari Lewis & Burrow Shop.

Jumlah yang tak sedikit, bahkan tercatat sebagai order terbesar kala itu.

Order itu menjadi alasan kuat polisi untuk menuduh Crippen sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas meninggalnya Belle, yang mati akibat mengonsumsi alkaloid henbane.

Dalam buku Plants of the Gods (1992), Richard Evands Schultes menyebut belladona dan henbane sebagai tanaman kutukan.

Dua tanaman tersebut menjadi senjata dasar penyihir di abad pertengahan. Tanaman tersebut mengandung alkaloid tropan, atropine, hyocyamine, dan scopolamine.

Scopalamine dapat menyebabkan halusinasi, sedangkan attropine dan hyocyamine mampu memblokir "kenyataan", bahkan membawa penggunanya tidur teramat nyenyak, sehingga saat bangun lidak ingat apa pun.

Belladona terkenal dengan sebutan beautiful lady. Nama ini terasa cocok lantaran pada zaman Yunani dan Roma, para perempuan kelas atas menggunakan getah belladona untuk memperbesar pupil mata, sehingga menciptakan tatapan indah yang sempat tren saat itu.

Sedangkan alkaloid atropine sangat beracun. Racun yang mematikan ini digunakan oleh penyihir dan ahli tenung untuk membuat bir dan salep.

Makanya, selain punya nama yang cantik. Belladona juga disebut sebagai Deadly Nightshade. Sosok tanamannya berupa semak yang berasal dari Eropa, Asia bagian barat, dan Afrika bagian utara. Kini bisa ditemukan di seluruh dunia.

Secara fisik, belladona secantik namanya. Bunganya berwarna ungu, berbentuk seperti lonceng. Bagian tengahnya berwarna putih kehijauan. Buahnya seukuran buah ceri.

Berwarna ungu gelap dan terasa manis. Hanya saja, sangal beracun. Kendati enak rasanya, sebaiknya tidak dimakan.

Di balik racunnya yang mematikan, belladona juga berkhasiat obat. Menurut Wee Yeow Chin

dalam buku Plants, that Heal, Thrill and Kill (2005), Deadly Nightshade digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan dan borok pada alat pencernaan.

Kini, tanaman ini digunakan untuk menangani Parkinson, yakni menghilangkan gemetar dan kekakuan. Bahkan juga digunakan untuk obat bius, hanya saja perlu dosis yang tepat.

Sebagaimana belladona, henbane juga menyimpan manfaat di balik daya bunuhnya. Di Eropa dan Amerika bagian utara, henbane sudah dibudidayakan sebagai tanaman obat.

Alkaloid scopolamine yang terkandung di dalam henbane dijadikan bahan pembuat pil penyakit perjalanan, obat penenang, serum, dan painkiller (pemati rasa).

Antara tahun 1930 hingga 1950, banyak dokter kandungan di Amerika Serikat dan Eropa memberi scopolamine kepada perempuan yang sedang melahirkan.

Walaupun bukan pemati rasa, resep yang dinamai Twilight Sleep ini menyebabkan perempuan lupa akan kesakitannya saat melahirkan.

Lain halnya pada zaman Babilonia dan Mesir kuno, merokok daun henbane bisa menyembuhkan sakit gigi.

Henbane berupa semak annual (tumbuh sepanjang tahun). Daerah asalnya sebagian barat Asia dan Eropa bagian selatan.

Bunganya berbentuk lonceng dengan 5 helai mahkota. Berwarna kuning dengan garis-garis ungu gelap yang menarik. Henbane merupakan saudara dekat terung, keluarga Solanaceae.

Berperan di meja eksekusi

Henbane dan belladona merupakan dua dari 10 tanaman yang digunakan bangsa Yunani dan Roma sebagai bahan racun.

Tanaman yang lain adalah opium, mandrake, thorn apple, hemlock, aconite, hemp (rami), jamur beracun dan yew (semacam cemara).

Yew sangat khusus. Kematian bisa datang hanya dengan tidur atau beristirahat di bawahnya. Tetapi yew menjadi tidak berbahaya hanya dengan menancapkan paku tembaga di batangnya.

Hemlock mempunyai sejarah pembunuhan legal. Pada tahun 399 SM, Socrates dituduh tak percaya pada Tuhan. Juri di pengadilan Athena memutuskan Socrates dihukum mati.

Eksekusi itu dilakukan dengan memerintahkan Socrates minum ramuan hemlock (Conium maculatum).

Racunnya bekerja dengan cepat, merangsang orang untuk muntah, diikuti sakit perut, kelumpuhan otot, tubuh serasa melayang, terlalu banyak bicara, lemas akhirnya mati.

Jika dilihat tanamannya, hemlock mirip dengan wortel. Berumbi panjang, berwarna oranye. Daunnya kecil-kecil seperti daun seledri.

Bunganya berdompol dengan tandan menyerupai payung berwarna putih. Ditemukan di kawasan lembab Eropa dan Afrika bagian utara.

Kendati sedikit sekali manfaatnya, hemlock terus-menerus diperkenalkan di AS dan New Zealand.

Lain halnya di Eropa. Untuk mengeksekusi terpidana tindak kriminal, eksekutor menggunakan racun yang juga digunakan untuk menjebak serigala.

Mereka menggunakan jus monkshood alias wolfsbane (Aconitum napellus). Wolfsbane tanaman gunung yang berbunga indah. Berwarna ungu atau kuning, tumbuh di belahan bumi bagian utara. Bahkan, saking cantiknya, bunga ini dijadikan tanaman hias di taman.

Tanaman lain, oleander (Nerium oleander) digunakan oleh tentara Persia untuk mengalahkan ekspansi Alexander Agung (356 – 323 SM).

Mereka meletakkan daun oleander di dalam sumber air yang digunakan untuk minum. Kuda-kuda dan pasukan Alexander banyak yang mengalami sakit serius. Beberapa ada yang mati.

Apalagi, para tentara itu menggunakan batang oleander sebagai tusuk sate.

Selain untuk eksekusi mati, tanaman juga menjadi senjata penting agen rahasia. Tahun 1978, pembunuhan oleh agen rahasia Bulgaria menjadi headline media masa di seluruh dunia.

Mereka menggunakan ricin, senyawa beracun dari biji jarak (Ricinus communis). Prosedur pembunuhannya pun sangat cerdik.

Agen rahasia mendekati sasarannya di terminal bus London. Korban secara "tak sengaja" ditusuk ujung payung sang agen, yang langsung minta maaf lalu pergi dengan taksi.

Empat hari kemudian, korban meninggal. Dokter tak bisa memastikan penyebab kematiannya. Dari hasil visum hanya ditemukan bekas tusukan kecil pada kulit yang seakan tak berguna.

Ternyata dari tusukan itulah ditemukan ratusan juta miligram ricin yang berasal dari biji jarak.

Jika dilihat bentuknva, biji jarak sangat unik. Berwarna cokelat mcngkilat dengan bercak-bercak hitam.

Karena warnanya, biji jarak kerap digunakan sebagai manik-manik. Buahnya berwarna hijau. seukuran kelereng dengan kulit seperti buah rambutan.

Daun berbentuk menjari dengan batang yang tinggi. Tanaman asal kawasan tropik Afrika ini bisa mencapai tinggi lebih dari 3 m. Hingga kini, jarak jenis ini masih bisa ditemui di banyak tempat.

Senjata melawan Belanda

Indonesia juga mempunyai sejarah sendiri soal racun-meracuni ini.

Konon, ketika tentara Portugis di bawah pimpinan Alfonso d'Alberquerque mengambil alih Malaka pada tahun 1511, mereka rnendapat serangan panah beracun dari tentara setempat.

Hampir semua tentara Portugis terbunuh. Nasib yang sama sempat dialami sejumlah lentara Belanda di Indonesia pada abad ke-17.

Rumor yang berkembang, tentara Belanda itu terkepung pohon upas (Antiaris toxiaca). Rumor ini dikuatkan dengan fakta, tak satu pun tumbuhan bisa hidup bila ternaungi pohon upas.

Yang lebih mengerikan, burung pun bakal jatuh dan mati jika berani bertengger di rantingnya. Makanya, orang Eropa tak berani mendekati pohon upas. Kecuali jika seluruh tubuhnya terlindung pakaian.

Pohon upas berbentuk pohon besar, tinggi bisa sampai 40 m. Nama upas berasal dari bahasa Jawa yang berarti bisa (racun).

Nama ini dipopulerkan oleh Foersch, ahli bedah di Semarang pada tahun 1773, dipublikasikan melalui The London Magazine.

Kemudian dipopulerkan lagi oleh Erasmus Darwin melalui buku Loves of the Plants. Dalam buku ini diceritakan keampuhan racun upas untuk mengeksekusi penjahat.

Terhukum hanya berdiri saja di sekitar pohon upas menunggu angin yang melaluinya. Ketika angin menerpa tahanan, dari dua puluh tahanan, hanya dua orang yang bisa kembali dengan selamat. Cerita ini hanya rumor, namun mengukuhkan betapa berbisanya pohon upas.

Belanda pun dibuat kalang kabut dengan kenyatan itu. Mereka menangkap orang pribumi, lantas menyiksanya agar menunjukkan penawar upas.

Si tawanan pun terpaksa menyebut crinum sebagai penawar. Ketika tahu ada penawarnya, ketakutan Belanda berkurang.

Padahal sebenarnya, penyebab kematian banyak tentara itu lebih disebabkan oleh ketakutan daripada racun itu sendiri.

Yang jelas, getah upas mengandung cardiac glycoside yang disebut antiarin, racun yang kerap digunakan untuk anak panah.

Crinum (Crinum asiaticum) berupa semak yang tumbuh di sepanjang pantai, dengan daun panjang tersusun roset (seperti mawar).

Asli dari Asia dan Polinesia. Berbunga putih dengan mahkota panjang seperti pita. Crinum banyak digunakan sebagai tanaman lansekap di pinggir jalan. Karena tahan panas dan gampang tumbuh.

Barangkali, penggunaan racun dari tanaman sudah banyak dilakukan di nusantara. Hanya saja, sedikit yang terdokumentasi.

Yang jelas, racun tanaman lebih banyak digunakan untuk berburu binatang dan menangkap ikan. Getah upas juga digunakan untuk berburu binatang.

Agar racunnya lebih dahsyat, para pemburu mencampurnya dengan tanaman lain. Semisal dengan buah keluak (Pangium edule), getah rengas (Gluta wallichii) maupun getah oleander.

Bahkan bisa ular, sengat lebah, sengat kalajengking dan bulu ulat juga ditambahkan.

Cara sederhana yang hingga kini masih dilakukan di pedesaan, yaitu penangkapan ikan dengan akar jenu (Derris eliptica).

Akar ditumbuk lantas dimasukkan ke dalam sungai atau danau yang menjadi target. Tak berapa lama, ikan-ikan terkapar di permukaan air sehingga mudah ditangkap.

Santapan dari tanaman beracun

Di samping tanaman-tanaman "keji" yang digunakan dengan sengaja untuk membunuh, ada juga beberapa tanaman yang "membunuh" secara diam-diam.

Mereka ada di sekitar kita lo. Bahkan beberapa sering kita santap. Sebut saja daun ketela pohon (Manihot esculenta) yang mengandung sianida.

Untuk beberapa varietas, konsentrasinya tinggi. Makanya, sebelum dikonsumsi harus direbus dengan air mendidih. Jangan lupa, air rebusannya dibuang.

Masih sebagai sayur, batang dan daun keladi (Colocasia esculenta) mengandung kalsium oksalat yang membahayakan jika dikonsumsi. Terkena kulit saja bikin gatal.

Bayam (Spinacia oleracea) pun bisa menjadi sayur yang bermanfaat tetapi juga membawa petaka. Jika dimasak berlebihan, akan menyebabkan pembentukan batu oksalat pada kandung kemih dan ginjal.

Karena pemanasan meningkatkan kandungan oksalat terlarut dalam jaringan tanaman.

Pucuk tumbuhan paku jenis Pteridium aquilinum digunakan sebagai tanaman sayur oleh orang yang tinggal di pegunungan. Sebenarnya, tanaman ini mengandung zat karsinogen.

Hanya saja, orang Jepang tetap menggunakannya. Mereka bisa menghilangkan racun bila pucuk paku dimasak dengan kayu ash.

Buah tomat bisa menjadi beracun jika terlalu banyak menerima panas matahari. Lantaran solanin yang dikandungnya meningkat. Secara fisik bisa dilihat jika buah semakin hijau, kandungan solanin semakin tinggi. (Titik Kartitiani)

(Artikel ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 2007)